Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Hary Tanoe Bicara Soal Ekspor Demi Menguatkan Nilai Tukar Rupiah
7 Juni 2018 10:24 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
Tulisan dari Menuju Indonesia Sejahtera tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
JAKARTA - Ekspor dan impor merupakan kegiatan dari perdagangan internasional untuk mencapai manfaat. Dengan adanya kegiatan ekspor dan impor antarnegara maka akan membantu dalam memenuhi kebutuhan masyarakat setiap negara. Salah satu dampak dari kegiatan ekspor dan impor yaitu membuat stabil perekonomian suatu negara. Selain itu sangat banyak manfaat yang dapat dirasakan dari kegiatan ekspor maupun impor ini.
Perdagangan antarnegara juga memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk mempelajari teknologi dari negara lain. Mengapa demikian? Dalam perdagangan biasanya terjadi pertukaran informasi. Dari saling bertukar informasi ini, Indonesia dapat belajar teknik produksi baru dan pemanfaatan teknologi modern.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Perindo, Hary Tanoesoedibjo menyadari betul pentingnya hal tersebut. Olehnya itu, ia berharap Eksportir mengkonversi hasil ekspornya ke Rupiah untuk membantu penguatan mata uang.
“Pemerintah perlu mewajibkan semua eksportir untuk mengkonversi 80% penerimaan Dolar hasil ekspor ke Rupiah agar kurs Rupiah menguat,” tulis Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo di akun twitternya @Hary_Tanoe.
Saat ini banyak hasil ekspor hanya mampir saja di Indonesia, namun setelah itu eksportir memarkir hasil ekspornya di luar negeri. Padahal jika dana itu pulang ke Indonesia bisa membantu penguatan Rupiah.
Pengamat Ekonomi UIN Jakarta Herni Ali Husin mengatakan, apa yang disampaikan Hary Tanoe merupakan langkah tepat. Selain menukar dolar AS ke Rupiah, segala transaksi menggunakan rupiah perlu dilakukan guna menjaga tekanan pasar terhadap rupiah.
ADVERTISEMENT
"Pak HT sangat kreatif dan inovatif very good, ya itulah seharusnya pemerintah menyambut baik dan merealisasi aspirasi anak bangsa," ujarnya.
Direktur Program Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta tersebut mengatakan, pada momen seperti saat ini Rupiah memang memiliki potensi besar untuk terdepresiasi. Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan negara tetangga yang mata uangnya terapresiasi.
"Negara kita itu negara yang transaksi berjalannya itu ya memang defisit, beda dengan Malaysia dan Thailand, itu tidak defisit, sehingga sebenarnya memang ada potensi ketidakseimbangan antara supply dan demand valas," kata Pengamat Ekonomi UIN Jakarta Herni Ali Husin Thalib.
Dia mengungkapkan, di Malaysia dan Thailand valas yang masuk diwajibkan untuk disimpan di bank. Sementara di Indonesia, valas yang baru masuk dari hasil ekspor bisa langsung dikeluarkan sebab tidak ada aturan yang melarangnya.
ADVERTISEMENT
"Karena Undang-Undang kita bebas sekali di mana hasil ekspor itu hanya bisa kita wajibkan karena UU nya melarang untuk mengatur terlalu jauh, hanya bisa kita wajibkan masuk, besoknya keluar lagi dia," dia menambahkan.
(MIS)