Konten dari Pengguna

Seni dalam Perspektif Rasulullah

Muadz Jabalamawi
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
27 Mei 2022 15:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muadz Jabalamawi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Seni dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang memiliki nilai estetik. Foto: Muadz Jabalamawi
zoom-in-whitePerbesar
Seni dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang memiliki nilai estetik. Foto: Muadz Jabalamawi
ADVERTISEMENT
Seni dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang memiliki nilai estetik. Tentunya, kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari seni, karena seni seringkali dijadikan stabilisator kehidupan ditengah perkembangan IPTEK.
ADVERTISEMENT
Sehingga dalam Islam, seni pun memiliki ruang tersendiri. Karena islam mengajarkan pengikutnya untuk bisa mengikuti dan menghargai aspek seni dan IPTEK. Karena pentingnya ketiga nilai tersebut, Islam mengajarkan ketiganya harus selaras.
Salah satu topik yang sering diperdebatkan oleh para ulama adalah seni, baik mengenai statusnya makruh, halal, atau haram karena pertimbangan tertentu.
Oleh karena itu, perlu dikupas lebih dalam mengenai bagaimana Rasulullah memandang seni. Seperti pada beberapa hadis berikut ini:
“Empat perkara termasuk dalam kategori kebahagiaan: wanita yang shalihah, rumah yang luas/lapang, tetangga yang baik, dan kendaraan yang menyenangkan.” [HR. Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya]
“Hiasilah Al Quran itu dengan suaramu. Bukanlah ia golongan kami, siapa-siapa yang tidak melagukan (bacaan) Al-Qur’an.” [HR. al-Bukhari dan Abu Dawud]
ADVERTISEMENT
Kedua hadis tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa Rasulullah senang dan menyenangi akan keindahan, serta merasa bahwa keindahan merupakan bagian dari seni sendiri, dan berkesenian hanyalah dapat dirasakan dengan perasaan manusia. Manusia juga dipandang sebagai makhluk yang bisa menciptakan seni itu sendiri. Pada hadis tersebut jelas terlihat bahwa Rasulullah tidak anti seni.
Namun, ada pula beberapa hadis lain yang patut kita soroti, seperti
Dari Abdullah bin Amru bin ‘Ash, Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya orang-orang yang membuat lukisan ini akan disiksa di hari kiamat nanti, lalu diperintahkan kepada mereka, ‘Hidupkan apa yang kalian ciptakan itu’.” (HR. Bukhari Muslim)
Hadis Abu Malik Al-Asy‟ari ra bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya akan ada di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutera, arak, dan alat-alat musik “al-ma’azif” (HR. Bukhari, Shahih Bukhari)
ADVERTISEMENT
Hadis Aisyah ra Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah mengharamkan nyanyian-nyanyian (qoynah) dan menjualbelikannya, mempelajarinya atau mendengar-kannya.” Kemudian beliau membacakan ayat di atas (HR. Ibnu Abi Dunya dan Ibnu Mardawaih)
Ketiga hadis tersebut, menurut beberapa penafsiran merupakan suatu batasan dalam seni. Bahwa dalam islam, seni diharapkan dapat menjadi sarana untuk mengajak kepada kebaikan (ma'ruf) dan mencegah keburukan (munkar) serta membangun kehidupan menuju peradaban yang bermoral. Jadi, seni menurut pandangan Rasulullah, tidaklah mutlak haram, dengan catatan memegang tujuan untuk kebaikan seperti mengajak kepada ibadah, dan mengajak untuk menjauhi atau menantang kemungkaran.
Misalnya syair atau lagu yang hendaknya berisikan pujian kepada Allah dan Rasul-Nya, mengajak menghindari zina, dan media seni lain yang tidak dijadikan sebagai artefak terhadap kemungkaran.
ADVERTISEMENT