Asas Hukum Antara Undang-undang Cipta Kerja dengan UU PPLH

Muamar
Presiden Mahasiswa UNIS Tangerang 2006-2008, 2008-2009, Ketua DEWIL Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Indonesia (ISMAHI) Banten, Saat ini ASN pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Konten dari Pengguna
6 Maret 2021 8:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muamar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Massa dari Gabungan Serikat Buruh Indonesia menggelar unjuk rasa tolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Cika) di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (9/3).  Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Massa dari Gabungan Serikat Buruh Indonesia menggelar unjuk rasa tolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Cika) di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (9/3). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar keluar dari negara midle income trap dan memangkas perizinan sektoral yang kadangkala tidak terstandar antara satu kementerian/lembaga dengan yang lain, Presiden Joko Widodo memaparkan gagasan pada pidato pelantikan periode kedua tentang penyusunan beberapa undang-undang dalam satu kodifikasi. Gagasan ini dikenal dengan istilah Omnibus Law.
ADVERTISEMENT
Secara historis metode penyusunan omnibus lebih dikenal dalam sistem hukum common law. Pada kesempatan kali ini tentu penulis tidak akan panjang lebar membahas materi muatan dalam undang-undang Cipta Kerja, namun ingin melihat bagaimana asas-asas hukum antara undang-undang sektoral (lex specialis) dengan undang-undang cipta kerja. Menurut Sudikno Mertokusumo asas hukum bukan merupakan hukum konkret, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau merupakan latar belakang peraturan konkret yang terdapat di dalam dan di belakang, setiap sistem hukum.
Dalam undang-undang cipta kerja tidak menghapus semua ketentuan undang-undang yang bersifat sektoral, hanya menghapus beberapa pasal yang beririsan dengan bidang perizinan, penegakan hukum. Lantas timbul pertanyaan bagaimanakah kedudukan antara UU Cipta Kerja dengan UU PPLH? Apakah berlaku asas hukum lex specialis derogat legi generali? Atau asas lex posteriori derogat legi priori? Atau asas lex specialis sistematis?
ADVERTISEMENT
Inilah pentingnya penguasaan dan pemahaman terhadap asas hukum agar dapat menjadi jalan keluar atas persoalan konflik norma, bahkan salah dosen penulis pernah berujar untuk menjadi seorang yurist yang baik anda hanya cukup menguasai dan memahami asas-asas hukum.
Terkait dengan hubungan norma antara UU CK dengan UU PPLH menurut penulis kita harus melihat pada asas hukum, karena sebagian besar norma yang ada dalam UU PPLH masih berlaku dan hanya sebagian kecil yang dihapus dan digantikan oleh norma-norma yang ada dalam UU CK. Melihat hal ini jangankan orang awam, sarjana hukum pun belum mampu mengurai secara mendalam untuk relasi antara dua ketentuan yang sama.
Asas hukum yang dapat dijadikan dasar dalam kasus ini menurut penulis adalah lex posteriori generalis non derogat legi priori yang bermakna suatu undang-undang kemudian yang generalis tidak mengalahkan undang-undang terdahulu. Dalam sistem hukum dikenal dengan istilah metaprinciple. Terkait dengan asas ini hanya 2 (dua) negara yang tidak mengenal metaprinciple ini yaitu Norwegia dan Denmark (Gert Fredrik, dalam P.W. Brouwer red, h.215). Dengan demikian berdasarkan asas ini, UU PPLH masih berlaku sepanjang norma tersebut tidak diganti oleh UU Cipta Kerja
.
ADVERTISEMENT