Konten dari Pengguna

Putusan MK Nomor 15/PUU-XIX/2021 dan Masa depan Penyidikan TPPU

Muamar
Presiden Mahasiswa UNIS Tangerang 2006-2008, 2008-2009, Ketua DEWIL Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Indonesia (ISMAHI) Banten, Saat ini ASN pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
19 Agustus 2021 15:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muamar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Latar Belakang
Uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang dilakukan oleh Pemohon yang kesemuanya merupakan Aparatur Sipil Negara didasarkan atas pengalaman dalam melaksanakan penyidikan tindak pidana di bidang lingkungan hidup, kehutanan dan kelautan yang tidak dapat melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang karena adannya perbedaan antara norma pasal Pasal 74 dengan penjelasannya.
ADVERTISEMENT
Pasal 74 UU No.8 Tahun 2010:
“Penyidikan tindak pidana Pencucian Uang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain menurut Undang-Undang ini”
Penjelasan Pasal 74 UU No.8 Tahun 2010:
Yang dimaksud dengan “penyidik tindak pidana asal” adalah pejabat dari instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan, yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Penyidik tindak pidana asal dapat melakukan penyidikan tindak pidana Pencucian Uang apabila menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana Pencucian Uang saat melakukan penyidikan tindak pidana asal sesuai kewenangannya.
ADVERTISEMENT
Dilihat dari ketentuan Pasal 74 tersebut di atas, dimaknai bahwa apabila Penyidik suatu Kementerian atau lembaga melaksanakan penyidikan Tindak pidana pencucian uang maka hal tersebut dilakukan oleh Penyidik tindak pidana asal. Misalnya PPNS LHK melakukan penyidikan tindak pidana kebakaran lahan dan dalam proses tersebut diduga ada tindak pidan pencucian uang, maka hal tersebut dilakukan oleh PPNS LHK.
Namun hal ini menjadi tidak dapat dilakukan karena dalam penjelasam Pasal 74 UU No.8 Tahun 2010 membatasi institusi yang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang yaitu Kepolisian, Kejaksaan, KPK, BNN dan Dirjen Pajak serta Dirjen Bea Cukai.
Selain itu ketentuan Pasal 2 UU No.8 Tahun 2010 (1) menyatakan bahwa : Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang
ADVERTISEMENT
diperoleh dari tindak pidana: a. korupsi; b. penyuapan; c. narkotika; d. psikotropika; e. penyelundupan tenaga kerja; f. penyelundupan migran; g. di bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j. kepabeanan; k. cukai; l. perdagangan orang; m. perdagangan senjata gelap; n. terorisme; o. penculikan; p. pencurian; q. penggelapan; r. penipuan; s. pemalsuan uang; t. perjudian; u. prostitusi; v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan; x. di bidang lingkungan hidup; y. di bidang kelautan dan perikanan; atau z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 dan Pasal 74 tersebut di atas, maka segala jenis tindak pidana asal yang diduga terdapat pencucian uang dapat melakukan penyidikan. Oleh karena itu limitasi kewenangan penyidikan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 74 justru kontroproduktif dengan tujuan awal pembentukan UU ini.
Putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan inkonstitusional bersyarat dengan menyatakan bahwa penjelasan Pasal 74 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Yang dimaksud dengan ‘penyidik tindak pidana asal’ adalah pejabat atau instansi yang oleh peraturan perundang-undangan diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan” memberikan angin segar dalam penyidikan tindak pidana pencucian uang.
Tantangan di masa depan
ADVERTISEMENT
Putusan MK Nomor 15/PUU-XIX/2021 yang membuka peluang penyidik tindak pidana asal untuk melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang tidak hanya memberikan kepastian hukum bagi penyidik PPNS namun juga terdapat tantangan untuk mengaktualisasikannya. Ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh PPNS dalam melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang, antara lain: Pertama, substansi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, sebagai suatu tindak pidana khusus memuat beberapa ketentuan yang berbeda dengan KUHAP. Penerapan pembuktian terbalik (omkering van bewijslaast) dimana terdakwa diberi hak untuk menjelaskan dakwaan yang disampaikan kepadanya. Hal ini bertentangan dengan Pasal 66 KUHAP yang mengatur bahwa Jaksa adalah pihak satu-satunya yang diberi kewajiban dalam pembuktian.
Walaupun secara normatif bahwa pembuktian terbalik terdapat dalam UU tindak pidana pencucian uang namun terdapat kelemahan bahwa UU ini tidak mengatur lebih lanjut bagaimana jika terdakwa bisa membuktikan bahwa harta kekayaan yang dimiliki bukan hasil kejahatan, jika dalam pembuktian terbalik yang sempurna jika terdakwa bisa membuktikan bahwa kekayaan yang diperoleh bukan hasil kejahatan, maka tidak otomatis dibebaskan.
ADVERTISEMENT
Kedua, praktek pembuktian terbalik relatif baru,apalagi belum banyak putusan di bidang tindak pidana pencucian uang sehingga aparat penegak hukum khususnya PPNS akan mengalami kesulitan dalam mengimplementasikan ketentuan mengenai pembuktian terbalik.
Ketiga, pembuktian terbalik berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia jika tidak dilakukan secara prudent dan cermat. Sebab hal ini dapat merusak reputasi terdakwa apabila aparat penegak hukum melaksanakan wewenangnya secara absolut.
Untuk mencegah ketiga hal tersebut di atas, menurut penulis perlu ada langkah-langkah konkret yaitu PPNS perlu melakukan studi dokumen untuk menelaah putusan-putusan terdahulu yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang, hal ini penting agar ada suatu pemahaman yang sama terkait dengan tata cara penyidikan tindak pidana pencucian uang. Selanjutnya adalah meningkatkan koordinasi sesama aparat penegak hukum agar ada transfer of knowledge sehingga dapat lebih profesional dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
ADVERTISEMENT