Scientific Evidence dalam Pembuktian Tindak Pidana Lingkungan Hidup

Muamar
Presiden Mahasiswa UNIS Tangerang 2006-2008, 2008-2009, Ketua DEWIL Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Indonesia (ISMAHI) Banten, Saat ini ASN pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Konten dari Pengguna
17 Maret 2021 7:38 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muamar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tindak pidana lingkungan hidup merupakan kejahatan yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi dan biasanya dilakukan oleh korporasi. Sejalan dengan pembangunan yang semakin meningkat maka kejahatan yang dilakukan oleh korporasi mempunyai kecenderungan meningkat. Hal ini dikatakan oleh Edwin Sutherland sebagai white collar crime pada pidatonya dalam pertemuan American Sociological Society tahun 1959 untuk menentang teori-teori stereotip yang konvensional (Hiariej, 2014: 156).
ADVERTISEMENT
Istilah white collar crime bertujuan untuk membedakan antara kejahatan yang dilakukan oleh profesional dan kalangan status sosial yang tinggi (biasanya menggunakan kemeja putih berkerah dan berdasi) dengan kejahatan biasa atau street crimes seperti perampokan, pembunuhan atau penyerangan.
Ilustrasi palu hakim Foto: Pixabay
Karena dilakukan oleh korporasi yang mempunyai struktur organisasi yang bertingkat-tingkat maka tindak pidana yang dilakukan seringkali sulit untuk dibuktikan. Oleh karena itu kemampuan aparat penegak hukum untuk membuktikan suatu perbuatan memerlukan kemampuan khusus tidak hanya berkaitan dengan aspek hukum (formil maupun materiil) namun juga berkenaan pengumpulan barang bukti dan alat bukti.
Pembahasan
Pembuktian dalam tindak pidana lingkungan hidup telah dimulai sejak proses pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) sampai pada tahap penyidikan. Sebagai kejahatan white collar crime alat bukti yang dikumpulkan oleh penyidik seringkali tidak dapat langsung membuktikan suatu perbuatan (direct evidence) namun berbentuk rangkaian alat bukti yang saling berhubungan dan menjelaskan satu sama lain (circumstantial evidence).
ADVERTISEMENT
Menurut Phyllis B. Gerstenfeld circumstantial evidence adalah bukti yang membutuhkan pembuktian lebih lanjut sebelum menarik kesimpulan atas bukti tersebut, sedangkan menurut Max M Houck, circumstantial evidence adalah bukti yang didasarkan pada suatu kesimpulan dan bukan dari suatu pengetahuan atau observasi. Oleh karena itu circumstantial evidence harus disesuaikan dengan bukti-bukti lainnya. Oleh karena itu bisa saja satu bukti mempunyai kedudukan lebih penting dari bukti yang lainnya (Hiariej, 2012: 53).
Dalam perkara tindak pidana lingkungan hidup (pencemaran dan/atau perusakan) eksistensi circumstantial evidence berperan penting. Aparat penegak hukum sulit menemukan bukti langsung (direct evidence) oleh karena itu perencanaan kegiatan untuk menemukan bukti-bukti sangat penting. Alat bukti yang utama dalam tindak pidana lingkungan hidup menurut hemat penulis adalah hasil laboratorium pengujian sampel yang masuk sebagai bukti surat dan keterangan ahli. Oleh karena itu beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengambilan sampel meliputi:
ADVERTISEMENT
Pertama, perencanaan pengambilan sampel, ini penting karena akan menentukan biaya pengambilan sampel, parameter uji, tipe sampel;
Kedua, persiapan pengambilan sampel antara lain, petugas pengambil sampel, persiapan peralatan, persiapan pengawetan;
Ketiga, lokasi dan titik pengambilan sampel lingkungan meliputi penentuan lokasi dan titik pengambilan sampel dan yang terakhir berkaitan dengan penjaminan dan pengendalian mutu pengambilan sampel lingkungan.
Terkait dengan hukum pembuktian, kegiatan pengambilan sampel ini masuk dalam kategori bewijsvoering. Bewijsvoering sendiri bermakna penguraian cara bagaimana menyampaikan alat-alat bukti kepada hakim di pengadilan (Hiariej, 2012: 20).
Dalam due process model perolehan barang bukti atau alat bukti dengan cara tidak sah (unlawful legal evidence) dapat berakibat dibebaskannya terdakwa. Tindak pidana lingkungan hidup sendiri merupakan bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang berada di luar KUHP. Salah satu penyebabnya adalah berkaitan dengan karakteristik pembuktian yang memerlukan kompetensi khusus
(scientific evidence) dan tidak banyak dipunyai oleh setiap orang.
ADVERTISEMENT