Konten dari Pengguna

DENGAN PEPATAH JAWA INI, SUDIRMAN SAID KRITIK PEMIMPIN MENCLA-MENCLE

21 Februari 2018 14:38 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muammar Khadafi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
DENGAN PEPATAH JAWA INI, SUDIRMAN SAID KRITIK PEMIMPIN MENCLA-MENCLE
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Dalam istilah Jawa, ungkapan “Sabda pandita ratu, tan kena wola wali” sangat terkenal. Ungkapan tersebut merupakan filsafat kepemimpinan Jawa yang mengajarkan tentang keharusan seorang pemimpin bersikap konsisten dalam tutur katanya. Ungkapan tersebut berarti bahwa seorang pemimpin tidak boleh berganti-ganti ucapan atau keputusan. Sebab, ucapan seorang pemimpin akan menjadi rujukan, pedoman, dan putusan hukum.
ADVERTISEMENT
Ungkapan tersebut mengajarkan bahwa seorang pemimpin harus berani menanggung resiko dari segala ucapan atau keputusan yang telah dibuatnya. Karena itu, seorang pemimpin tidak boleh bersikap mencla-mencle ketika ucapan atau keputusannya bermasalah di kemudian hari. Ini juga dapat berarti bahwa keputusan yang dikeluarkan oleh seorang pemimpin harus dilakukan dengan bijaksana, sebab konsekuensi dari keputusannya menyangkut rakyat banyak.
Sayangnya, hari ini ajaran luhur tersebut tidak lagi dihiraukan oleh pemimpin negeri ini. Buktinya, ketika beberapa keputusan yang dibuatnya dahulu, ternyata terbukti bermasalah saat ini, pemimpin negeri ini banyak berkilah atau dalam istilah orang Jawa suka mencla-mencle. Sebut saja masalah terbaru terkait dengan reklamasi teluk Jakarta, tidak ada pemimpin negeri ini yang berani mengakui bahwa kebijakan atau keputusan tersebut berasal darinya.
ADVERTISEMENT
Karena itu, kita mendengar hari ini Presiden Indonesia, Joko Widodo, yang sebelumnya menjabat Gubernu DKI Jakarta membantah dirinya pernah mengeluarkan izin terkait reklamasi, padahal beberapa keputusan terbukti keluar di zaman pemerintahannya. Pengelakan ini sangat ironis mengingat reklamasi adalah persoalan besar yang menarik perhatian luas publik.
Sebab itu, Sudirman Said menyebut bahwa mencla-mencle adalah sikap yang sangat dibenci dalam tradisi kepemimpinan Jawa dan di semua tradisi yang lain. Pasalnya, mencla-mencle menandakan bahwa seseorang pemimpin tidak konsisten dan tidak bertanggungjawab dengan apa yang menjadi keputusannya.
Bagi Sudirman Said, sikap semacam itu juga menandakan bahwa seorang pemimpin tidak sepenuhnya menyadari posisi dan tanggungjawab yang ia miliki. Sebab, ucapan seorang pemimpin tidak lah sama dengan ucapan orang biasa. Ucapan seorang pemimpin memiliki konsekuensi hukum, dan menjadi rujukan atau pedoman dalam roda pemerintahan.
ADVERTISEMENT
Menurut Sudirman Said, merefleksikan ungkapan “sabda pandhita ratu, tan kena wola wali” tersebut sangatlah penting dalam situasi kepemimpinan saat ini. Banyak pemimpin yang tidak lagi memahami bahwa jabatannya adalah tanggungjawab besar. Karena itu, ucapan dan perilaku seringkali tidak sesuai. Demikian pula, keputusan yang telah mereka tetapkan tidak dipertanggungjawabkan dengan semestinya.