Jalan Panjang Pejuang KUHP

muammar yahya
Dosen Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh
Konten dari Pengguna
13 Desember 2022 15:43 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari muammar yahya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Muammar (penulis Dosen Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh) bersama Profesor Barda Nawawie Arief (Guru Besar Luar Biasa UNDIP dan Salah Satu Penyusun KUHP Baru)
zoom-in-whitePerbesar
Muammar (penulis Dosen Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh) bersama Profesor Barda Nawawie Arief (Guru Besar Luar Biasa UNDIP dan Salah Satu Penyusun KUHP Baru)
ADVERTISEMENT
Melalui pesan whatsApp, saya mengucapkan selamat kepada Profesor Barda Nawawie Arief perihal sudah disahkannya RKUHP menjadi Undang-Undang. Prof Barda begitu ia akrab di sapa, dalam berbagai Seminar Nasional, Internasional dan berbagai karya tulis ilmiahnya banyak sekali mencurahkan ide dan gagasan terkait urgentisitas untuk dilakukan sebuah pembaharuan untuk Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang telah lebih dari satu abad kita gunakan di bumi Indonesia yang sebenarnya secara kultur memiliki ciri khas sendiri.
ADVERTISEMENT
Gagasan pembaharuan KUHP pada hakikatnya merupakan suatu upaya pembaharuan/rekonstruksi/restrukturisasi keseluruhan sistem hukum pidana substantif yang terdapat dalam KUHP peninggalan zaman kolonial Belanda. Restrukturisasi bermakna menata kembali dan dalam hal ini sangat dekat dengan makna rekonstruksi yaitu membangun kembali. Jadi RKUHP yang baru saja disahkan menjadi undang-undang ini merupakan produk politik hukum yang bertujuan melakukan penataan ulang bangunan sistem hukum pidana nasional.
Kemudian, Prof Barda menyampaikan melalui pesan WhatsApp bahwa sebenarnya kita memang sudah sepatutnya berbangga karena akhirnya Indonesia memilki KUHP sendiri yang tidak lagi diwariskan dari negara Belanda. Jika di hitung dari mulai berlakunya KUHP Belanda di Indonesia tahun 1918, sebenarnya kita sudah 104 tahun sampai saat ini. Akan tetapi, semangat pembaharuan untuk KUHP itu sendiri sudah lama muncul dalam diri dan jiwa para sarjana dan ahli hukum di Indonesia sejak tahun 1963, sehingga ini semakin memperkuat ketidakrelevanan lagi dengan kondisi serta kebutuhan hukum pidana di Indonesia yang semakin mendorong agar Indonesia mempunyai KUHP dengan jiwa keIndonesiaan.
ADVERTISEMENT
Pengesahan RKUHP menjadi Undang-Undang bukanlah hal yang tidak mendapatkan pertentangan dari berbagai kalangan, banyak kalangan menilai masih sangat banyak Pasal-Pasal dalam KUHP baru yang benar-benar perlu mendapatkan perhatian, mulai dari Pasal 2 yang mengatur menyangkut hukum yang hidup di dalam masyarakat yang dapat di jadikan sebagai salah satu dari sumber hukum pidana. Padahal secara filosofis sebenarnya pengadopsian hukum yang hidup dalam masyarakat ke dalam KUHP yang baru merupakan sebuah kemajuan yang luar biasa di hukum pidana Indonesia. Dalam konteks kekinian, pluralisme menjadi isu masyarakat internasional, kehadiran tata nilai tradisional memperoleh tempat dalam berbagai forum ilmiah, karena itu penguatan secara teoritis atas kontribusi hukum yang hidup dalam masyarakat dalam pembaharuan hukum pidana nasional nampak dari adanya pengakuan dari berbagai teori, yaitu teori segitiga Pluralisme Hukum (triangular Concept of Law) yang dipopularkan oleh Werner Menski, dalam teorinya Werner mengemukakan bahwa tidak ada satu sistem hukum pun yang dapat berdiri sendiri tanpa pengaruh dari sistem hukum lain, jadi positivistik, legalistik dan formalistik adalah sebuah keharusan dengan kata lain pluralism hukum adalah keniscayaan.
ADVERTISEMENT
Kedua, teori cermin (mirror Thesis) yang dikembangkan oleh Brian Z. Tamanaha dalam adagium hukum nya yang sangat popular, yakni hukum pada hakikatnya adalah pantulan dari masyarakatnya, hukum haruslah dibuat dengan merefleksi cita, kehendak dan keinginan dari masyarakat. Cita, kehendak dan keinginan masyarakat itulah yang seringkali telah melembaga dalam hukum yang hidup dalam masyarakat, oleh karena itu hukum juga harus berbasis pada nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Sehingga tidaklah berlebihan apabila kita menyampaikan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru adalah produk hukum yang lahir dari roh dan jiwa keindonesiaan yang kental walau di beberapa pasal lainnya masih terdapat kekurangan.