Permukiman Kumuh Perkotaan Indonesia Masih Jadi PR di Hari Habitat Dunia

Muassis Andang
Mahasiswa S3 Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
20 Oktober 2023 7:56 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muassis Andang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kondisi pemukiman kumuh di kawasan Manggarai, Jakarta, Selasa (5/11). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi pemukiman kumuh di kawasan Manggarai, Jakarta, Selasa (5/11). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bulan Oktober ini merupakan bulan spesial, di mana pada bulan ini Hari Habitat Dunia dicanangkan oleh PBB yaitu setiap Senin pertama di bulan Oktober. Umat manusia di zaman modern sekarang lebih banyak bermukim di perkotaan, daripada di pedesaan.
ADVERTISEMENT
Diperkirakan dua-pertiga dari penduduk dunia akan bermukim di perkotaan di 2050, meningkat pesat dari sebelumnya hanya sepertiga di tahun 1950. Bagaimana potret permukiman di perkotaan Indonesia? Menurut laporan UN Habitat, jumlah orang Indonesia yang tinggal di daerah kumuh perkotaan ada sebanyak 29,929 juta jiwa pada 2020.
Contoh kasus di kota Jakarta saja, menurut data BPS, terdapat 450 RW kampung kumuh di Jakarta. Apa kriterianya?
Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni yang ditandai dengan ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Sarana dan prasarana terutama terkait akses air bersih dan sanitasi tidak layak.
Kondisi pemukiman kumuh di kawasan Manggarai, Jakarta, Selasa (5/11). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Bila di Jakarta sebagai ibu kota dan barometer perkembangan ekonomi saja terdapat sedemikian banyak permukiman kumuh, bagaimana di daerah-daerah perkotaan lainnya di Indonesia?
ADVERTISEMENT
Tentu ini menjadi PR besar bagi pemerintah dan semua pemangku kepentingan terkait. Namun ironisnya, kelas menengah di Indonesia atau netizen yang aktif di media sosial, lebih banyak menyoroti pembangunan infrastuktur yang terlihat modern, seksi, dan membanggakan, seperti contohnya pembangunan MRT, LRT, sebagai bagian dari potret kemajuan kota.
Masalah akses infrastruktur dasar seperti sanitasi layak untuk permukiman kumuh sering kali kurang terdengar gaungnya di media sosial.
Diperlukan peran proaktif netizen dalam mendorong pemerintah, pembuat anggaran, dan badan legislatif agar pembangunan dan penataan permukiman kumuh di perkotaan mendapat fokus perhatian lebih—demi mewujudkan perkotaan sebagai habitat manusia modern yang nyaman dan manusiawi untuk semua kalangan masyarakat.