RUU Penyiaran Larang Jurnalisme Investigasi, Apakah Efektif?

Nurul Mubin
Mahasiswa UIN KH Abdurahman Wahid Pekalongan angkatan 2023
Konten dari Pengguna
2 Juni 2024 0:48 WIB
·
waktu baca 1 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nurul Mubin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Dokumentasi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Dokumentasi pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pekalongan, 23 Mei 2024 - Kritik terhadap RUU Penyiaran yang melarang jurnalisme investigasi terus meningkat. Pengamat media Ignatius Haryanto menilai larangan ini bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Menurutnya, jurnalisme investigasi penting untuk mengungkap isu-isu yang merugikan publik.
ADVERTISEMENT
Pasal 50B ayat (2) huruf c dalam draf RUU tersebut dianggap aneh oleh Ignatius karena hanya sedikit media yang mampu melakukan investigasi mendalam. Dia juga menekankan pentingnya keberagaman isi dan kepemilikan dalam penyiaran, sehingga aturan larangan ini harus ditolak.
RUU Penyiaran ini dikritik oleh berbagai pihak, termasuk KPK dan Kejaksaan Agung, yang menilai jurnalisme investigasi penting untuk memberantas korupsi dan mengungkap kasus hukum. Mereka menegaskan bahwa media adalah mitra strategis dalam mengungkap fakta sosial.
Larangan penayangan liputan investigasi dalam draf RUU Penyiaran dapat mengganggu peran pers sebagai pengawas, menghambat pemberantasan korupsi, mengancam kebebasan pers, mengurangi transparansi dan akuntabilitas pemerintah, serta menghambat demokrasi Indonesia.
Komisi I DPR RI mengklaim bahwa pasal ini bertujuan mencegah monopoli penayangan investigasi oleh satu media. Namun, desakan untuk meninjau ulang dan menghapus pasal-pasal problematik dalam RUU ini terus di gemakan oleh organisasi seperti LBH Pers dan AJI Jakarta.
ADVERTISEMENT