Aturan Belum Jelas, Waspada Investasi Bodong Ala Ponzi!

Konten Media Partner
24 Februari 2021 13:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini, kemunculan TikTok Cash menjadi perhatian dan perbincangan publik. Situs baru yang mendompleng popularitas aplikasi TikTok ini menjanjikan keuntungan finansial menggiurkan hanya dengan sedikit modal dan pekerjaan yang terbilang mudah. Namun, dibalik kesuksesannya yang relatif cepat, TikTok Cash ditengarai sebagai platform yang menerapkan Skema Ponzi. Meskipun praktik bisnis ini diharamkan di Indonesia, tetapi belum ada regulasi yang secara khusus dan tegas melarang investasi bodong ala Carlo Ponzi ini.
Ilustrasi waspada investasi bodong ala Ponzi. Foto: Andreas Fitri Atmoko/ANTARA FOTO
Untuk mendapatkan keuntungan berupa sejumlah uang tunai yang dijanjikan TikTok Cash, pengguna TikTok harus melakukan sejumlah tugas yang diatur berdasarkan level. Semakin tinggi level maka semakin besar potensi keuntungan yang didapat. Untuk naik kelas pengguna TikTok harus membayar biaya keanggotaan TikTok Cash dan didorong untuk mengundang pengguna TikTok lain menjadi anggota baru untuk mendapatkan bonus tambahan. Nah, praktik bisnis semacam inilah yang terindikasi menerapkan skema Ponzi.
ADVERTISEMENT
Skema Ponzi diambil dari nama pencetusnya, Carlo Ponzi. Imigran asal Italia ini untuk pertama kalinya menerapkan skema bisnis ini di Amerika Serikat pada medio 1900-an. Ponzi menjanjikan keuntungan investasi dengan tingkat pengembalian (rate of return) mencapai 50% dalam waktu sekitar 45 hari atau 100% hanya dalam waktu 90 hari.
Dalam menjalankan bisnisnya, Ponzi memutar dana nasabah baru untuk membayar bonus nasabah yang menanam modal lebih awal, dan begitu seterusnya. Untuk meyakinkan calon nasabah, Ponzi meminta nasabah-nasabah awal yang telah menerima pengembalian dana untuk menceritakan pengalaman investasi yang menguntungkan bersamanya. Testimoni positif tersebut seolah menjadi bukti nyata pengembalian dana investasi yang dijanjikan Ponzi dan memicu herd mentality di kalangan masyarakat. Terutama mereka yang mudah percaya iming-iming keuntungan besar dalam waktu singkat dan akhirnya ikut bergabung menjadi nasabah.
ADVERTISEMENT
Akhir dari skema bisnis Ponzi terjadi ketika nasabah yang bergabung paling akhir tidak lagi mendapatkan pengembalian dana seperti yang dijanjikan. Pada titik inilah nasabah baru menyadari bahwa mereka telah ditipu Ponzi.
Modus Haram
Pada prinsipnya, model bisnis ala Ponzi diharamkan di mana pun, termasuk di Indonesia. Hanya saja belum ada aturan hukum yang secara khusus melarang penerapan modus investasi bodong semacam ini di Indonesia.
Memang ada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan yang melarang penerapan Skema Piramida dalam kegiatan usaha di Indonesia. Skema piramida adalah mekanisme bisnis yang mencari keuntungan bukan dari menjual barang melainkan dengan memanfaatkan peluang keikutsertaan mitra usaha, terutama dari biaya partisipasi investor yang akan dan/atau telah bergabung.
ADVERTISEMENT
Skema piramida memang identik dengan skema Ponzi. Tujuannya hampir sama, yakni mengumpulkan uang dan melakukan rekrutmen anggota atas suatu program yang telah dirancang. Perbedaannya, skema piramida hanya berfokus pada kegiatan perekrutan anggota. Bonus atau komisi baru akan didapat jika anggota merekrut anggota baru. Skema piramida pun sering kali dimanipulasi melalui transaksi jual-beli atas suatu barang dan/atau jasa. Sedangkan dalam skema Ponzi, anggota hanya diwajibkan untuk berinvestasi. Semakin tinggi nilai investasi maka semakin besar pula potensi keuntungan yang bisa diperoleh anggota. Perekrutan anggota dalam skema Ponzi tidak bersifat wajib, namun setiap anggota yang melakukannya dijanjikan bonus tambahan, serupa dengan model bisnis TikTok Cash.
Artinya, UU Perdagangan hanya sebatas melarang praktik bisnis yang menggunakan skema piramida, bukan skema Ponzi.
ADVERTISEMENT
Perlindungan Hukum
Meskipun belum ada regulasi yang jelas dan sanksi yang tegas, rekayasa investasi dengan skema Ponzi tidak serta merta terbebas dari unsur perbuatan melanggar hukum. Setiap korban skema Ponzi tetap dapat memperjuangkan keadilan atas haknya dan memperoleh perlindungan hukum dari pemerintah.
Dalam hal ini investasi dengan skema Ponzi jelas-jelas merupakan investasi yang bersifat illegal dan merupakan suatu tindak pidana perbankan. Sayangnya, belum ada regulasi yang sifatnya preventif atau mencegah melainkan lebih pada penindakan di akhir jika sudah ada yang melapor dirugikan.
Dalam sosialiasinya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) seringkali mengingatkan masyarakat jangan sampai terjebak investasi bodong yang mayoritas menggunakan skema Ponzi. Artinya, OJK sebenarnya telah menyadari akan bahaya skema Ponzi.
ADVERTISEMENT
OJK berprinsip tidak akan pernah memberikan izin usaha terhadap badan hukum yang terang-terangan menerapkan skema Ponzi. Dengan demikian, perusahaan investasi dengan skema Ponzi sudah pasti tidak memiliki izin usaha dan tidak terdaftar di OJK. Tanpa izin usaha, pelaku skema Ponzi diancam pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar sebagaimana diatur dalam Pasal 30 jo. Pasal 103 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Selain itu, investasi bodong dengan skema Ponzi juga merupakan tindak pidana perbankan sesuai dengan Pasal 46 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Beleid ini menegaskan setiap orang yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Bank Indonesia merupakan tindak pidana dengan ancaman penjara sekurang-kurangnya lima tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling rendah Rp Rp10 miliar dan paling banyak Rp200 miliar.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, skema Ponzi juga termasuk tindakan penipuan dan penggelapan uang yang berkedok investasi yang dapat dijerat pidana penjara paling lama empat tahun sesuai Pasal 372 dan 378 UU KUHP.
Sayangnya, semua ketentuan di atas bersifat parsial dan sektoral. Belum ada regulasi khusus yang benar-benar secara tegas melarang praktik skema Ponzi. Di sinilah lagi-lagi terjadi kekosongan hukum yang mengakibatkan legalitas atas suatu rekayasa bisnis menjadi bias. Kekosongan hukum ini yang sering dijadikan celah oleh para mafia investasi untuk tetap meliarkan praktik skema Ponzi di Indonesia. Waspadalah!