Berakhirnya Era LIBOR dan Dampaknya Terhadap Transaksi Afiliasi

Konten Media Partner
13 Oktober 2021 9:19 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Otoritas keuangan global bersepakat menghentikan penggunaan London Interbank Offered Rate (LIBOR) sebagai acuan suku bunga pinjaman antar-bank pada akhir tahun 2021. Dunia usaha perlu mengantisipasinya, terutama dampaknya terhadap transaksi keuangan antar-perusahaan terafiliasi.
Ilustrasi: transaksi afiliasi grup usaha berpotensi terdampak penghentian LIBOR sebagai acuan suku bunga (Oleg Magni)
Keputusan ini diambil Dewan Stabilitas Keuangan bentukan G20, Financial Stability Board (FSB), menyusul terbongkarnya skandal manipulasi suku bunga LIBOR yang dilakukan Barclays hampir satu dekade silam.
ADVERTISEMENT
Bank terbesar keempat dunia tersebut terbukti memanipulasi suku bunga acuan agar menguntungkannya. Parahnya, praktik kotor tersebut dilakukan saat dunia tengah dilanda krisis keuangan hebat (2007-2009).
Atas kesalahan tersebut, Barclays didenda US$450 juta. Skandal ini juga membuat Marcus Agius dipecat dari jabatannya sebagai Chairman dan memaksa Bob Diamond mengundurkan diri dari posisi CEO.
LIBOR merupakan tingkat suku bunga pinjaman antar-bank di pasar uang London, yang telah menjadi acuan transaksi keuangan global hampir empat dekade. Tepatnya, LIBOR telah dijadikan acuan suku bunga pinjaman antarbank secara resmi sejak tahun 1986.
Referensi kurs harian ini dipublikasikan oleh International Exchange Benchmark Administrator (IBA)—atas pengawasan Asosiasi Bankir Inggris—berdasarkan hasil analisa tingkat suku bunga pinjaman yang dilaporkan 16 bank raksasa, seperti Barclays, Citibank, JP Morgan, HSBC, dan UBS.
ADVERTISEMENT
Setiap hari IBA mengumumkan angka LIBOR untuk 7 jenis pinjaman yang dibedakan menurut jangka waktu pengembalian (tenor)—dari pinjaman satu hari (overnight) sampai satu tahun—dan meliputi berbagai jenis mata uang utama dunia seperti dollar AS, euro, poundsterling, yen, dan Swiss Franc.
Suku Bunga Alternatif
Berangkat dari skandal Barclays tersebut, FSB menganggap LIBOR tak lagi kredibel untuk dijadikan referensi kurs harian karena rentan terhadap praktik manipulasi.
Alasannya, selama lebih dari satu dekade terakhir penetapan LIBOR tidak lagi mengacu pada pasar aktif (active underlying market), melainkan hanya ditopang oleh persepsi atau "pertimbangan ahli" saja.
Krisis kepercayaan terhadap LIBOR juga membuat sejumlah otoritas moneter membuat suku bunga acuan alternatif.
Beberapa yang sudah diperkenalkan ke publik antara lain Secured Overnight Financing Rate (SOFR) untuk USD, Sterling Overnight Index Average (SONIA) khusus pounsterling, Euro Short‐term Rate (€STR) untuk uang euro, Swiss Average Rate Overnight (SARON) untuk franc, dan Tokyo Overnight Average Rate (TONAR) khusus yen Jepang.
ADVERTISEMENT
Bank Indonesia juga memperkenalkan Indonesia Overnight Index Average (IndoNia) sebagai benchmark rate pasar uang nasional sejak 2018.
Momen penggantian dari LIBOR menuju suku bunga acuan alternatif akan membuat dunia usaha menghadapi transisi yang signifikan, khususnya terkait transaksi keuangan.
Perjanjian Intragrup
Dalam konteks kebijakan transfer pricing, grup usaha dan perusahaan afiliasinya perlu mempertimbangkan dampak yang mungkin timbul dari transisi pergantian suku bunga LIBOR ini. Terutama terkait dengan perjanjian intragrup yang terdampak penghentian LIBOR.
Sebagai langkah awal, perusahaan dapat memulai identifikasi atas transaksi berbasis LIBOR serta melakukan revisi terhadap perjanjian terdampak guna menyelaraskan ketentuan kontrak dengan kondisi aktualnya.
Sebelum berakhirnya tahun 2021, grup usaha dan perusahaan afiliasinya perlu segera mengidentifikasi transaksi-transaksi keuangan berbasis LIBOR yang memiliki periode jatuh tempo setelah tahun 2021.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, para pihak harus merevisi ketentuan kontrak atas transaksi tersebut untuk merespon dan menyelaraskan dengan actual conduct terbaru, (misal: suku bunga terbaru, tabel pembayaran, dan lain-lain).
Dalam merespon masa transisi ini, beberapa asosiasi keuangan internasional juga telah menyiapkan rancangan teks standar (fallback texts) yang mungkin dapat digunakan oleh perusahaan dalam kontrak revisiannya.
Analisis Kewajaran
Grup usaha dan perusahaan afiliasinya juga perlu mempertimbangkan dampak transisi ini terhadap analisis kewajaran atas transaksi keuangannya. Termasuk pula bagaimana penetapan tingkat suku bunga wajar setelah tahun pajak 2021 berakhir.
Perlu menjadi catatan bahwa antara LIBOR dan suku bunga acuan alternatif memiliki perbedaan karakteristik yang signifikan dalam hal tenor, jaminan, dan perspektif waktu penetapan.
Dalam hal tenor, misalnya, LIBOR menerbitkan publikasinya ke dalam 7 jenis tenor, sedangkan suku bunga acuan alternatif hanya menerbitkan publikasi tenor dalam periode overnight saja.
ADVERTISEMENT
Perbedaan-perbedaan kesebandingan tersebut menggambarkan bahwa antara LIBOR dan suku bunga acuan alternatif tidak identik, sehingga tidak bisa secara langsung disubstitusikan.
Konsekuensinya, analisis kewajaran atas transaksi keuangan setelah tahun 2021 harus dievaluasi ulang demi menghasilkan perhitungan suku bunga wajar yang konsisten dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.
Evaluasi ulang atas analisis kewajaran dan kebijakan transfer pricing harus tetap memperhatikan ketentuan domestik. Agar tetap sejalan dengan ketentuan transfer pricing di Indonesia, grup usaha dan perusahaan afiliasinya harus memastikan revisi atas pengaturan transaksi keuangan bersifat contemporaneous dan tetap memperhatikan pengujian atas eksistensi, substansi pinjaman, serta aturan khusus terkait thin capitalization.
Tahapan perencanaan perusahaan dalam menghadapi transisi ini diharapkan dapat memitigasi risiko transfer pricing di masa depan, serta memastikan peralihan yang baik ke suku bunga acuan pengganti atau variabel pengganti lainnya.
ADVERTISEMENT
*Penulis adalah praktisi pajak internasional dan pakar transfer pricing