Gedung KBRI Washington DC: Si Cantik Mistis di Jantung Ibu Kota AS

Mukti Romadona Setianto
Into Tea, Digital Diplomacy and Visual Design.
Konten dari Pengguna
24 Februari 2019 2:50 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mukti Romadona Setianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gedung KBRI Washington DC di Amerika Serikat. Foto: instagram.com/christianarya
zoom-in-whitePerbesar
Gedung KBRI Washington DC di Amerika Serikat. Foto: instagram.com/christianarya
ADVERTISEMENT
Buku Washington’s Most Famous Ghost Stories karya John Alexander bukan tanpa alasan ketika memasukkan Gedung KBRI Washington DC sebagai salah satu rumah yang dianggap paling berhantu. Buku itu menceritakan seramnya kutukan the hope diamond yang membawa kemalangan bagi pemiliknya, Evalyn Walsh, gadis sosialita pemilik rumah termahal di Kota Washington DC. Rumah mewah itu kemudian menjadi milik Indonesia sejak tahun 1951 dan difungsikan sebagai gedung Kedutaan Besar Republik Indonesia di Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Gedung KBRI Washington DC berdiri megah di area Dupont Circle, sebuah kawasan di jantung Ibu Kota Amerika Serikat yang juga menjadi lokasi deretan berbagai kantor kedutaan asing, hingga orang menyebutnya dengan Embassy Row. Kawasan yang letaknya sekitar 1.5 km dari Gedung Putih ini dipadati juga oleh berbagai kafe unik, hotel, toko buku dan pojok-pojok lain yang instagramable.
Karena penasaran, pada pertengahan 2017, saya dan beberapa teman kemudian melakukan riset dan membuat sebuah video dokumenter cerita dan sejarah Gedung Kedutaan Besar RI di Washington DC. Video berdurasi 17 menit 15 detik ini berisikan data, fakta, dan juga kisah misteri dari berbagai sumber literatur, dan juga wawancara dengan berbagai pihak. Simak videonya sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Gedung Cantik nan Mistis
Gedung ini awalnya adalah rumah pribadi yang dibangun pada tahun 1901 oleh Thomas Walsh, seorang imigran keturunan Amerika-Irlandia yang kaya raya karena menemukan tambang emas di Colorado. Gedung dengan arsitektur cantik ini dirancang oleh Henry Anderson. Arsitek ini mengambil gaya Beaux Arts yang menggabungkan pengaruh Louis XV dan Art Nouveau, dan menghabiskan US$835.000 untuk membangunnya.
Beberapa penjaga malam mengaku sering melihat penampakan perempuan di area tangga gedung. Termasuk adanya kepercayaan jika kita menginap di kamar tertentu di Hotel di seberang gedung, maka akan dapat melihat pesta mistis di dalam gedung KBRI pada dini hari. Tapi bisa jadi itu hanya trik pemasaran hotel tersebut saja supaya menarik orang untuk menginap.
ADVERTISEMENT
Jika diamati, rumah ini memiliki unsur simetri yang dominan. Terlihat dari simetrinya fasat luar gedung, dan juga tangga utama (grand staircase) yang terbelah dua pada bagian atas yang menegaskan keseimbangan sisi kanan dan kiri interior dengan ornamen kaca patri yang sangat indah pada langit-langitnya. Rumah yang memiliki 60 kamar dan biasa disebut Mansion 2020 ini kemudian dimiliki oleh anak Thomas Walsh bernama Evalyn Walsh. Evalyn adalah pemilik terakhir dari the hope diamond, berlian biru 45.5 karat penuh sejarah yang konon selalu membawa nasib buruk bagi para pemiliknya.
The Hope Diamond
Berlian biru terbesar di dunia ini konon selalu membawa petaka bagi yang memilikinya. Diantaranya Jean Baptiste Tavernier (pedagang berlian asal perancis) yang mati terbunuh oleh anjing, Sultan Hamid II Turki yang kehilangan Kekaisaran Ottoman, dan Henry Philip Hope yang kehilangan anak semata wayangnya. Evalyn Walsh juga mengalami runtutan kemalangan setelah membeli the Hope Diamond senilai US$180.000,- dari Pierre Cartier di Inggris. Putra Evalyn meninggal di usia 9 tahun karena kecelakaan mobil, suaminya selingkuh dan menjadi gila. Evalyn juga akhirnya bangkrut dan kehilangan banyak hartanya.
ADVERTISEMENT
The Hope Diamond kini disimpan di Smithsonian National Museum of Natural History di dalam sebuah wadah kaca anti bom.
Bagi anda yang ingin mengunjungi Gedung KBRI Washington, DC, maka saat yang tepat adalah pada Hari Sabtu pada minggu pertama di Bulan Mei. Pada tanggal tersebut, dari tahun ke tahun Indonesia berpartisipasi pada kegiatan Around the World Embassy Tour yang diselenggarakan oleh Cultural Tourism DC. Pada hari itu, hampir semua kedutaan asing di kota Washington DC membuka kantornya untuk publik, termasuk Indonesia. Tidak hanya pengunjung dapat menikmati keindahan dan sejarah gedung, namun biasanya juga terdapat berbagai acara menarik lainnya termasuk icip-icip makanan dan minuman dari berbagai negara.
ADVERTISEMENT
Di gedung itu saya bertugas sebagai Diplomat Pertama selama tiga tahun. Tempat yang menyenangkan dan penuh kenangan, saya juga senang menceritakan sejarah Gedung KBRI Washington DC kepada siapapun yang baru pertama berkunjung, termasuk saat suatu hari anak saya yang kebetulan libur menemani saya bekerja hingga petang.
“Ayah, itu ada Om!” pekik anakku yang saat itu berusia 3 tahun, sembari menunjuk ke arah ruang tempat duta besar biasa berkantor. Seingatku, duta besar sudah kembali ke kediamannya, tapi tidak ada salahnya jika saya cek ruangan besar yang penuh ukiran kayu bergaya eropa itu, siapa tahu memang beliau masih bekerja di ruangan itu. Mataku menyapu ke semua sudut ruangan itu, tidak ada siapapun, lampu ruangan utama tiba-tiba redup, seketika itu jantungku berdegub kencang. “Tidak ada siapa-siapa nak” kataku sambil memegang erat tangan anak perempuanku, ”yuk kita pulang saja” bisikku.
ADVERTISEMENT