Seandainya Diplomasi Bisa Se-Instan 'Shazam!'

Mukti Romadona Setianto
Into Tea, Digital Diplomacy and Visual Design.
Konten dari Pengguna
6 April 2019 16:01 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mukti Romadona Setianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Shazam! adalah film super hero besutan DC Extended Universe yang mengisahkan seorang remaja mendapatkan kekuatan instan dari enam dewa super kuat. Sebagai diplomat muda, film ini menggelitik saya untuk berandai-andai, bagaimana jika diplomasi bisa se-instan mengucap mantra Shazam!
Ilustrasi karakter Shazam. Instagram.com/mugteh
Shazam! (suara petir dan efek asap...) lalu tiba-tiba saya berubah menjadi seorang diplomat ulung dengan kebijaksanaan Soebandrio, kekuatan Hasjim Djalal, stamina Ali Alatas, kekuatan Zairin Zain, keberanian Achmad Soebardjo, dan kecepatan Marsudi Retno.
ADVERTISEMENT
Dengan gabungan "super powers" para diplomat ulung itu tentu akan mudah bagi saya melaksanakan tugas diplomasi, memperjuangkan kepentingan nasional Indonesia dan turut menjaga ketertiban dunia.
Melawan negosiasi akan dengan mudah saya taklukkan. Tapi sayangnya diplomasi tidak se-instan itu, baik dalam konteks pembentukan seorang diplomat, hingga pelaksanaan diplomasi itu sendiri.
Para diplomat Indonesia dibentuk oleh panjangnya ruang dan waktu, bukan dengan transfer kekuatan melalui tongkat sakti seperti dalam film Shazam! Selain harus melewati rangkaian pendidikan dengan standar tinggi, ada tiga tahap sekolah yang harus dilewati yaitu Sekdilu, Sesdilu, dan Sesparlu.
Sekdilu ditujukan untuk Diplomat Pertama yang baru masuk Kementerian Luar Negeri. Sesdilu ditujukan untuk Diplomat Muda, dan jenjang terakhir adalah Sesparlu.
ADVERTISEMENT
Para diplomat Indonesia juga tidak sedikit yang ditempa oleh sulitnya kondisi negara tempat mereka ditempatkan, misalnya di pos rawan dan berbahaya seperti di Damaskus, Baghdad, Tripoli, dan Kabul.
Lalu ada juga diplomat yang harus bertaruh nyawa menyelamatkan Warga Negara Indonesia (WNI) terancam hukuman mati di luar negeri, atau mungkin duduk beratus-ratus jam yang melelahkan bernegosiasi di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Kalau Tan Malaka bilang: terbentur, terbentur, terbentur, terbentuk.
Masih ingat momen seru nan mengharukan waktu Indonesia terpilih sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB? Keberhasilan Indonesia ini adalah salah satu capaian diplomasi Indonesia di ranah diplomasi tertinggi.
Indonesia mendapat kepercayaan dan amanah dari 144 negara anggota PBB untuk Indonesia berperan langsung menjaga perdamaian dunia.
ADVERTISEMENT
Capaian ini bukan semudah mengucap mantra Shazam! Selama lebih dari dua tahun kampanye dilakukan tanpa henti oleh seluruh elemen bangsa, utamanya pada diplomat Indonesia.
Memang lawannya hanya negara Maladewa, yang berpenduduk kurang dari 500 ribu orang, namun Indonesia tetap total football diplomacy. Meski berukuran kecil, Maladewa yang merupakan anggota Small Island Developing State (SIDS) memiliki dukungan kuat dari banyak negara kecil dan berkembang. Sebuah perjuangan diplomasi yang melelahkan.
Buat Anda yang tertarik mengetahui 4+1 prioritas utama Indonesia untuk turut menjaga perdamaian dunia, yuk simak komik strip "Cerita Damai" berikut:
Diplomasi bukan hal instan. Pada konteks diplomasi perbatasan misalnya, negosiasi yang paling cepat diselesaikan dalam waktu hanya tiga bulan adalah kesepakatan antara Indonesia dan Malaysia atas landas kontinen tahun 1969.
ADVERTISEMENT
Adapun negosiasi terlama adalah kesepakatan antara Indonesia dengan Vietnam atas landas kontinen yang memerlukan waktu tiga puluh tahun.
Dalam konteks diplomasi ekonomi dengan pasar non-tradisional, perlu waktu 63 tahun untuk mengubah dividen hubungan politik luar negeri dengan negara-negara di Kawasan Afrika.
Dimulai dari Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955, dilanjutkan dengan NAM (1965), dan NAASP (2005), lalu KAA tahun 2015. Lalu di tahun 2018, akhirnya untuk pertama kalinya Indonesia menggelar Forum Bisnis bertajuk Indonesia Africa Forum (IAF) yang menghasilkan business deals senilai USD 586.56 juta. Masih banyak lagi contoh perlunya waktu, dedikasi, dan kesabaran dalam berdiplomasi.
Lalu bagaimana dengan tantangan diplomasi saat ini? di mana semuanya instan, komunikasi sedemikian lancar, teknologi layaknya sihir yang mampu menafikan ruang dan waktu. Belum lagi tantangan dunia munculnya rivalitas, ketidakpastian, nilai-nilai multilateralisme makin tergerus.
ADVERTISEMENT
Seperti Billy Batson, anak muda yang mendapatkan kekuatan Shazam! seiring waktu makin mempelajari berbagai kemampuan terpendam dan juga tuntutan untuk bisa mengalahkan Dr. Sivana, si antagonis dengan tujuh kekuatan jahat musuh perdamaian manusia, yaitu Kesombongan, iri, keserakahan, angkara murka, kemalasan, kerakusan, nafsu jahat.
Sebenarnya kalau dianalogikan dengan kondisi sekarang, tujuh kekuatan jahat itu adalah perkara yang dilawan oleh diplomasi. Diplomasi ujungnya adalah selalu menginginkan perdamaian dunia, dan ketujuh sifat itu adalah penghalang menuju perdamaian dunia.
Diplomasi memang bukan perkara instan semudah mengucap mantra Shazam! Namun kecepatan dan membuni menjadi salah satu ciri diplomasi Indonesia saat ini.
Sebagai contoh pada saat terjadi serangan teroris di Christchurch, New Zealand. Indonesia di Dewan Keamanan PBB segera bergerak, bersama dengan Kuwait, mengusulkan DK PBB untuk mengeluarkan press statement mengutuk aksi terorisme tersebut, yang kemudian disetujui oleh semua negara.
ADVERTISEMENT
Untuk isu Palestina yang menjadi perhatian khusus Indonesia di DK PBB, keberpihakan Indonesia kepada palestina sangat jelas.
Capaian Indonesia di Dewan Keamanan PBB. Sumber: Twitter.com/Kemlu_ri
Kementerian Luar Negeri sebagai penjuru dan pelaku utama diplomasi Indonesia, selalu mengikuti perkembangan zaman.
Pastinya bukan sihir ala Shazam! jawabannya. Kemlu sadar betul bahwa adopsi teknologi yang tepat dan pengembangan Sumber Daya Manusia akan bisa memperkuat diplomasi Indonesia dan memberikan hasil yang membumi, hasil yang menyentuh langsung kepentingan nasional dan masyarakat Indonesia.
Pengelolaan big data telah dilakukan dengan Digital Command Center Kemlu, aplikasi Safe Travel, Smart Embassy, dan inovasi lainnya untuk membantu perlindungan WNI di luar negeri.
Diplomasi memang bukan perkara instan semudah mengucap mantra Shazam! Diplomasi adalah tanggung jawab seluruh elemen bangsa. Masing-masing dari kita adalah diplomat Indonesia, jadi selalu bawa nama baik Indonesia di manapun kita berada.
ADVERTISEMENT