Konten dari Pengguna

Merasionalkan Tuhan: Pendekatan Kosmologis dalam Sains dan Sudut Pandang Agama

Muhamad Faizin
Mahasiswa UIN PROF. KH. H. SAIFUDDIN ZUHRI
23 Februari 2025 12:08 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhamad Faizin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi gambar alam semesta oleh Wikilmages dalam https://pixabay.com/id/photos/galaksi-langit-berbintang-bintang-11139/
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi gambar alam semesta oleh Wikilmages dalam https://pixabay.com/id/photos/galaksi-langit-berbintang-bintang-11139/
ADVERTISEMENT
Pertanyaan tentang bagaimana cara merasionalkan tuhan telah menjadi pembahasan yang panjang baik dalam ranah filsafat, teologi, ataupun ilmu pengetahuan.
ADVERTISEMENT
Rasionalisasi tuhan berarti kita mencoba memahami keberadan-Nya dengan menggunakan akal dan logika. Dalam Ilmu Filsafat misalnya, para filsuf merumuskan beberapa pendekatan untuk membuktikan atau memahami keberadaan tuhan secara rasional. Pendekatan seperti ontologis, kosmologis, teleologis (argumen desain), moral, dan pengalaman spritual merupakan cara para filsuf untuk membuktikan bahwa tuhan itu ada dan bisa di rasionalkan.
dalam artikel ini penulis mencoba menjabarkan salah satu pendekatan yang paling gampang dipahami dan dipakai oleh banyak filsuf yaitu pendekatan kosmologis.
Pendekatan kosmologis adalah salah satu argumen rasional yang digunakan untuk membuktikan bahwa tuhan itu ada. Pendekatan ini berangkat dari prinsip sebab-akibat. Aristoteles dan Thomas Aquinas mengembangkan gagasan bahwa segala sesuatu di dunia memiliki penyebab. Jika ditelusuri, harus ada penyebab pertama yang tidak disebabkan oleh apa pun, yaitu Tuhan. Tanpa keberadaan penyebab pertama ini, rangkaian sebab-akibat akan terus berlanjut tanpa batas, yang dianggap tidak logis.
ADVERTISEMENT
Hemat Penulis, pendekatan ini dapat dikaji dari dua sisi: nalar ilmiah dan spritualitas (pandangan agama)

Pendekatan Kosmologis dari Segi Ilmiah

Secara ilmiah, pendekatan kosmologis dapat dikaitkan dengan beberapa konsep dalam ilmu fisika dan kosmologi modern, seperti Big Bang, hukum sebab-akibat, dan prinsip keteraturan alam.

Teori Big Bang dan Awal Mula Alam Semesta

Ilmuwan sepakat bahwa alam semesta memiliki awal mula yang dikenal sebagai Teori Big Bang. Teori ini menyatakan bahwa sekitar 13,8 miliar tahun yang lalu, alam semesta berasal dari suatu titik singularitas (keadaan tanpa ruang dan waktu) yang pada akhirnya mengalami ledakan besar dan mengalami ekspansi hingga sekarang. Jika alam semesta memiliki permulaan, maka sesuatu pasti telah menyebabkan keberadaanya atau dalam bahasa filsafat disebut "Prime Mover" atau penyebab pertama. Dalam konteks agama, Penyebab Pertama ini dapat diidentifikasi sebagai Tuhan.
ADVERTISEMENT

Hukum Sebab-Akibat dalam Sains

Dalam ilmu fisika, hukum sebab-akibat (causality) menyatakan bahwa setiap efek memiliki penyebab. Jika kita menelusuri kembali rantai sebab-akibat dalam alam semesta, kita akan sampai pada pertanyaan: Apa yang menjadi penyebab pertama dari segala sesuatu?
Fisikawan seperti Stephen Hawking dan Albert Einstein membahas konsep ruang-waktu yang muncul dari singularitas, tetapi mereka tidak dapat menjelaskan apa yang menyebabkan singularitas itu sendiri.
Oleh karena itu, pendekatan kosmologis menyatakan bahwa harus ada entitas yang "tak disebabkan" yang menjadi sumber awal dari segala sesuatu.

Keteraturan Alam Semesta

Alam semesta memiliki hukum-hukum fisika yang sangat presisi, seperti gravitasi, kecepatan cahaya, dan konstanta kosmologis atau ketetapan sebab-akibat. Jika nilai-nilai tersebut berubah, maka tidak mungkin ada kehidupan. Hal ini menunjukan adanya bukti kejeniusan dalam keteraturan alam semesta yang oleh para filsuf dan teolog diidentifikasi sebagai Tuhan.
ADVERTISEMENT

Pendekatan Kosmologis dari Segi Spiritualitas atau Pandangan Agama

Jauh sebelum para ilmuwan merumuskan adanya Teori Big Bang, hukum kausalitas, dan keteraturan alam, Al-Qur'an sebagai kitab suci umat muslim telah menerangkan konsep Tuhan sebagai pencipta, diantaranya pada Qs. Al-anbiya ayat 30-33:
اَوَلَمْ يَرَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اَنَّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنٰهُمَاۗ وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاۤءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّۗ اَفَلَا يُؤْمِنُوْنَ
وَجَعَلْنَا فِى الْاَرْضِ رَوَاسِيَ اَنْ تَمِيْدَ بِهِمْۖ وَجَعَلْنَا فِيْهَا فِجَاجًا سُبُلًا لَّعَلَّهُمْ يَهْتَدُوْنَ
ADVERTISEMENT
وَجَعَلْنَا السَّمَاۤءَ سَقْفًا مَّحْفُوْظًاۚ وَهُمْ عَنْ اٰيٰتِهَا مُعْرِضُوْنَ
وَهُوَ الَّذِيْ خَلَقَ الَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَۗ كُلٌّ فِيْ فَلَكٍ يَّسْبَحُوْنَ
Dari ayat-ayat diatas Tuhan seakan memberi perhatian kepada manusia atas kekuasaan-Nya dalam menciptakan alam semesta dan masing-masing beredar pada garis edarnya dalam ruang cakrawala yang amat luas dan hanya Tuhanlah yang mengetahui batas-batasnya.
Inilah yang dalam Ilmu Tasawuf, alam semesta dipandang sebagai refleksi dari keberadaan Tuhan. Segala sesuatu di alam semesta mengikuti hukum-Nya, yang menunjukkan tanda-tanda kebesaran-Nya. Manusia yang merenungkan alam semesta akan sampai pada kesadaran spiritual tentang adanya kekuatan Maha Kuasa dan membuktikan bahwa tuhan bisa dirasionalkan.
ADVERTISEMENT
inilah pendekatan kosmologis, pendekatan yang menawarkan cara rasional untuk memahami keberadaan Tuhan melalui prinsip sebab-akibat.
Merasionalkan Tuhan bukanlah upaya untuk membatasi-Nya dalam logika manusia, namun untuk menunjukan bahwa kepercayaan akan keberadaa-Nya dapat dijelaskan melalui berbagai argumen rasional.