Konten dari Pengguna

Antitesa Lebaran

MUH FHAJAR FEBRYAN
Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
8 April 2024 12:06 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari MUH FHAJAR FEBRYAN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ontoh Bacaan Doa Silaturahmi Bahasa Indonesia, foto:unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ontoh Bacaan Doa Silaturahmi Bahasa Indonesia, foto:unsplash
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri menjadi salah satu momen yang ditunggu-tunggu oleh para umat muslim di dunia. Hari yang dikatakan sebagai hari kemenangan, hari kegembiraan bagi setiap orang. Bukan hanya orang muslim saja, bahkan orang non-muslim pun bisa ikut merasakan kegembiraan di hari lebaran. Mudik, berkumpul bersama keluarga, saling bertukar cerita dan pengalaman, bersenda gurau, makan berbagai macam kue dan hidangan berat Lebaran, mencari THR, bahkan mungkin ada yang mendapatkan cinta ketika sedang sibuk di Hari Lebaran untuk merayakannya.
ADVERTISEMENT
Tapi ternyata dibalik semua momen kegembiraan itu, tersimpan antitesa. Ya benar, antitesa. Antitesa secara singkat adalah kebalikan, yang berarti di sini, kebalikan dari seluruh momen kegembiaraan di Hari Lebaran. Bahkan mungkin esensi dari hari Lebaran itu tidak mereka dapatkan, yaitu momen silaturahmi. Hal ini bukan sekedar dugaan dan hasil dari pikiranku semata, tapi aku dapatkan dari berbagai cerita atau curhatan pendek dari orang-orang yang ada di sosial media dan lingkugan sekitar.
Sebelum kalian baca lebih lanjut, saya pikir akan lebih menyentuh hati ketika dibarengi dengan instrumen karena audio visual mampu menambah rasa kedalaman kita ketika membaca artikel ini. Kalian bisa klik link ini untuk menuju ke playlist Spofity yang sudah saya ciptakan, atau kalian bisa mendengarkan lagu mellow versi kalian sendiri. Terima kasih.
ADVERTISEMENT
Salah satu postingan Tiktok yang diunggah oleh akun bernama @sihadyn menjadi inspirasiku menulis tulisan ini. Pada video berbentuk slidephoto yang diunggah pada tanggal 7 April 2024 itu, berisi tentang bagaimana ternyata tidak semua orang merasa excited ketika Lebaran. Ada 35 slide foto yang bisa kalian temui di unggahan tersebut, dan berisi 35 cerita di mana ternyata banyak sekali orang-orang yang tidak merasakan kegembiraan di Hari Lebaran. Tidak hanya sampai di situ, kalian juga bisa membuka komentar dari unggahan tersebut dan akan mendapati lebih banyak curhatan pendek tentang antitesa Lebaran.
Di slide pertama sudah berhasil membuat saya termenung, di mana salah satu akun bercerita bagaimana bapaknya ketika setelah melaksanakan salat ied, langsung berangkat ke sawah karena tidak memiliki duit untuk merayakan Lebaran, dan itu sudah terjadi bertahun-tahun. Lalu di slide selanjutnya berisi ketakutan seorang ibu karena anaknya yang autis. Ada juga yang bercerita kalau setiap lebaran tidak apa-apa mereka kebagian cuci piring di belakang dan bantu-bantu, karena mereka tidak punya uang tapi setidaknya mereka bisa menyumbang tenaga.
ADVERTISEMENT
Ada yang sudah ditahun keempat tidak dikaruniai keturunan. Yang mengalah Lebaran di kosan, membiarkan suami pulang kampung untuk Lebaran di rumah mertua, karena ingin menjaga mental menjadi pejuang garis 2 (saya pikir ini sedang hamil) guna agar suami tetap berbakti kepada ibunda. Lalu di akhir tulisannya dia mengatakan bahwa dia, si istri, yatim piatu, yang berarti dia merasa tidak ada tempat untuk pulang. Yang merasa sebagai orang yang tidak penting di keluarga suami, karena bagi keluarga suami, kehadiran si istri tidak penting, maka dari itu dia memilih untuk pergi ke kantor tiap kali Lebaran karena memang sedang sepi, memutar musik dengan kencang sambil memakan KFC.
Momen kali ini mungkin sebagian dari kita merasakan, tapi hal ini saya pikir memang lebih membuat saya termenung. Akun ini bercerita suaminya rela ambil cuti di Lebaran ketiga, karena dia sadar mereka miskin, dan sudah tahu akan dibandingkan dengan adek si suami yang kerja di luar negeri. Ada pula yang ketika salat ied selesai, hanya pergi berziarah ke kuburan, pulang dan tidak inign kemana-mana. Lanjut ada yang bercerita bahwa sahabatnya memilih untuk tetap kerja di hari Lebaran karena sosok ibu sudah meninggal dunia, sosok ayah sudah pergi meninggalkan si anak ketika dia masih kecil. Alhasil si pencerita ini ingin mengajak sahabatnya tadi Lebaran bersama, tapi ditolak karena takut akan sakit hati.
ADVERTISEMENT
Ada yang tidak pernah merasakan kegembiraan di Hari Lebaran, karena sedari dia kecil, Hari Lebaran akan diisi oleh keributan dari orang tuanya yang selalu bertengkar. Dan ada pula yang merayakan Hari Lebaran pertama tanpa sosok ibu, bapak, nenek, kakek, sahabat, saudara dan kerabat lainnya. Cerita yang saya sampaikan di sini, hanya sebagian kecil dari keseluruhan cerita sedih yang ada di seluruh dunia. Tapi saya berharap tulisan ini bisa membuat kita semua sadar, paham dan mencoba untuk melakukan refleksi bahwa ternyata tidak selamanya Hari Lebaran menjadi suatu hari yang penuh dengan kegembiraan, kemenangan dan waktu silaturahmi yang baik.
Semua cerita yang ada di sini saya harap mampu untuk meningkatkan rasa atau refleksi kemanusiaan kita. Kita tidak usah terlalu jauh dulu untuk berbicara tentang kemanusiaan pada mereka yang sedang dalam keadaan konflik di wilayah Timur Tengah. Tapi mari kita belajar tentang rasa kemanusiaan yang ada di dekat kita. Jika itu berhasil, maka tentu akan berhasil pula meningkatkan rasa kemanusiaan kita kepada keseluruhan manusia tanpa memandang dia berasal dari mana.
ADVERTISEMENT
Mari coba kita hindari segala macam tindakan dan pertanyaan yang memungkinkan seseorang mampu kehilangan esensi dari Hari Lebaran. Bukankah kita harus memperkuat tali persaudaraan atau silaturahmi kita kepada sesama umat muslim? Maka bagaimana mungkin hal tersebut bisa dicapai ketika Hari Lebaran orang lain kita rusak dengan tindakan-tindakan dan pertanyaan-pertanyaan yang bisa membuat orang lain kehilangan esensi dari silaturahmi tersebut. Mungkin di sini akan terjadi tabrakan nilai moral, apalagi berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan ketika sedang berkunjung. Maka solusi dari saya adalah dengan menjadi orang yang lebih bijaksana, bungkuslah pertanyaan-pertanyaan kalian dengan lebih lembut, yang sekiranya tidak akan membuat orang lain merasa tidak nyaman.
Atau kalian bisa memberikan penjelasan lebih lanjut ketika jawaban kalian sudah dijawab oleh lawan bicara kalian. Sebagai contoh kalian ingin bertanya “sudah nikah?” ketika lawan bicara menjawab “belum” maka kalian bisa memberikan respon dengan “Iya, tidak perlu dipaksa, hidup ini bukan tentang menikah, dan menikah juga bukan tentang ajang untuk pamer. Baiknya menyiapkan mental, ekonomi dan ilmu terlebih dahulu. Jika dirasa sudah siap, tinggal mencari calon atau menunggu Tuhan mempertemukan kalian sembari berikhtiar. Kalau mau menikah semoga dicepatkan kesiapannya ya, kalau memutuskan tidak mau, ya sudah saya doakan yang terbaik buat kamu dan kita semua”
ADVERTISEMENT
Saya yakin lawan bicara pun akan merasa sangat senang mendengar respon semacam itu, dan akan membuat Hari Lebaran sangat berkesan di benaknya. Maka dari itu, saya ingin mengajak kita semua untuk meningkatkan rasa kemanusiaan dan kebijaksanaan ketika sedang menjalankan Hari Lebaran. Ajak mereka tanpa memandang dari mana mereka, kunjungi rumahnya, dan jadikan Hari Lebaran bukan sekedar hari untuk makan setelah berpuasa selama sebulan, tapi jadikan itu hari untuk meningkatkan rasa kemanusiaan, kebijaksanaan dan mempererat tali silaturahmi. Jangan rusak Hari Lebaran seseorang karena ketidakpekaan dan ketidakpedulian kita kepada orang lain. Jadilah bijaksana karena ikatan batin itu yang terpenting, bukan hanya ikatan fisik.
Selamat Hari Lebaran Idul Fitri
Salam hangat, Muh. Fhajar Febryan
ADVERTISEMENT