Kepastian Jangka Waktu Perubahan Surat Dakwaan Beserta Implikasi Hukumnya

Dr Muh Ibnu Fajar Rahim
Doktor Usia 27th. Berprofesi sebagai Dosen President University. Member of Criminal Law and Criminology Teaching Association (ASPERHUPIKI)
Konten dari Pengguna
26 Mei 2024 11:36 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dr Muh Ibnu Fajar Rahim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Surat dakwaan merupakan mahkota penuntut umum yang memiliki peran yang sangat fundamental dalam hukum acara pidana. Surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan persidangan sebagaimana dinyatakan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 47K/Kr/1955 tanggal 28 Maret 1957 yang menyatakan bahwa “yang menjadi dasar pemeriksaan oleh pengadilan ialah surat tuduhan (surat dakwaan) dan bukan tuduhan yang dibuat oleh polisi (berkas perkara)”. Begitupun secara expresive verbis dinyatakan dalam Pasal 182 ayat (4) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang pada pokoknya menyatakan “musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan harus didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang”.
Ilustrasi pembacaan surat dakwaan. Foto: shutterstock
Terdapat beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang surat dakwaan. Bagi penulis sendiri, surat dakwaan merupakan 1) akta otentik; 2) yang dibuat hanya oleh penuntut umum; 3) memuat identitas terdakwa, status penangkapan dan/atau penahanan, serta rumusan tindak pidana dan ketentuan pidana yang dilakukan oleh terdakwa; 4) muatan tersebut disusun berdasarkan hasil pemeriksaan penuntut umum sendiri termasuk hasil penelitian penuntut umum (pra penuntutan) terhadap hasil penyidikan (bukan hasil penyidikan oleh penyidik); 5) muatan tersebut disusun secara cermat, jelas dan lengkap; dan 6) dijadikan dasar bagi hakim untuk memeriksa dan mengadili, penuntut umum untuk menuntut, serta tersangka/terdakwa untuk mempelajari surat dakwaan dan mempersiapkan pembelaan.
ADVERTISEMENT
Contradictio In Terminis dan Kekosongan Hukum
Salah satu pokok hukum acara pidana yang berkaitan dengan surat dakwaan ialah perubahan surat dakwaan yang akan menjadi objek penulisan pada kesempatan kali ini. Perubahan surat dakwaan diatur dalam Pasal 144 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berbunyi "(1) Penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum pengadilan menetapkan hari sidang, baik dengan tujuan untuk menyempurnakan maupun untuk tidak melanjutkan penuntutannya; (2) Pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu kali selambat-lambatnya tujuh hari sebelum sidang dimulai; (3) Dalam hal penuntut umum mengubah surat dakwaan ia menyampaikan turunannya kepada tersangka atau penasihat hukum dan penyidik."
Hemat penulis, terdapat contradictio in terminis terhadap materi pengaturan dalam Pasal 144 KUHAP, yakni jangka waktu perubahan surat dakwaan. Dalam Pasal 144 ayat (1) KUHAP menyatakan perubahan surat dakwaan dapat dilakukan sebelum pengadilan menetapkan hari sidang, sedangkan Pasal 144 ayat (2) KUHAP menyatakan perubahan surat dakwaan dilakukan sebelum sidang dimulai. Selain itu, terdapat kekosongan hukum terhadap materi perubahan surat dakwaan. Berikut penjelasannya:
Ilustrasi persidangan. Foto: shutterstock
Pertama, perubahan surat dakwaan dapat dilakukan sebelum pengadilan menetapkan hari sidang. Secara sistematis, frasa “sebelum pengadilan menetapkan hari sidang” harus dibaca dalam perspektif Pasal 152 ayat (1) KUHAP yang berbunyi “Dalam hal pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dan berpendapat bahwa perkara itu termasuk wewenangnya, ketua pengadilan menunjuk hakim yang akan menyidangkan perkara tersebut dan hakim yang ditunjuk itu menetapkan hari sidang.” Dengan demikian, frasa “sebelum pengadilan menetapkan hari sidang” bermakna sebelum hakim yang memeriksa perkara mengeluarkan surat penetapan hari sidang.
ADVERTISEMENT
Kedua, perubahan surat dakwaan dilakukan sebelum sidang dimulai. Secara sistematis, frasa “sebelum sidang dimulai” harus dibaca dalam perspektif Pasal 153 ayat (1) dan ayat (3) KUHAP yang berbunyi “(1) Pada hari yang ditentukan menurut Pasal 152 pengadilan bersidang; (3) Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.” Dengan demikian, frasa “sebelum sidang dimulai” bermakna sebelum hakim ketua sidang membuka sidang atau setelah keluarnya surat penetapan hari sidang. Kata “sidang” tersebut bermakna sidang pertama, sehingga sekalipun sidang pertama ditunda karena ketidakhadiran penuntut umum, terdakwa/penasihat hukum, maupun hakim maka sidang yang ditunda tersebut tetap disebut sidang pertama dan pada saat itulah berakhirnya kesempatan untuk merubah surat dakwaan.
ADVERTISEMENT
Ketiga, kekosongan hukum terhadap materi perubahan surat dakwaan. Meskipun Pasal 144 ayat (1) mengatur bahwa perubahan surat dakwaan bertujuan untuk menyempurnakan surat dakwaan namun apakah yang dimaksud dengan kata “menyempurnakan” pun masih membutuhkan penjelasan. Singkatnya, Pasal 144 KUHAP belum mengatur secara jelas materi perubahan surat dakwaan. Secara futuristik, rumusan yang sama masih ditemukan dalam Rancangan KUHAP, yakni Pasal 51 yang berbunyi: "(1) Penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum pengadilan menetapkan hari sidang, dengan tujuan untuk menyempurnakan atau untuk tidak melanjutkan penuntutannya; (2) Pengubahan untuk menyempurnakan surat dakwaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan hanya 1 (satu) kali dan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari sebelum tanggal sidang dimulai; (3) Dalam hal penuntut umum mengubah surat dakwaan, maka penuntut umum menyampaikan turunan atau salinannya kepada terdakwa atau kuasanya, penasihat hukum, dan penyidik."
ADVERTISEMENT
Singkatnya, Pasal 144 KUHAP khususnya pada ayat (1) dan ayat (2) disusun tidak berdasarkan pada asas-asas pembentukan ketentuan hukum pidana, yakni lex scripta yang bermakna harus tertulis, lex certa yang bermakna harus jelas dan lex stricta yang bermakna harus tegas, tidak dimaknai lain selain apa yang tertulis dengan jelas, sehingga menimbulkan ketidakpastian mengenai jangka waktu dan materi perubahan surat dakwaan yang tentunya berpotensi melanggar hak konstitusional para pihak yang berperkara khususnya terdakwa/penasihat hukum. Mengingat kedudukan surat dakwaan yang sangat fundamental dalam hukum acara pidana maka ketentuan jangka waktu dan materi perubahan surat dakwaan perlu dirumuskan secara pasti.
Ilustrasi gedung Kejaksaan Agung. Foto: shutterstock
Jangka Waktu Perubahan Surat Dakwaan
Meskipun M. Yahya Harahap berpendapat bahwa antara Pasal 144 ayat (1) KUHAP dan Pasal 144 ayat (2) KUHAP tidak terdapat kontradiksi sepanjang keduanya dimaknai sebagai "alternatif" atau "pilihan" rumusan namun penulis berpendapat tidak demikian. Bagi penulis sendiri, untuk menentukan jangka waktu perubahan surat dakwaan harus dimaknai secara filosofis, yakni perubahan surat dakwaan tidak boleh keluar dari tujuan surat dakwaan. Sebagaimana tujuan surat dakwaan yang telah dijelaskan sebelumnya, perubahan surat dakwaan yang dilakukan oleh penuntut umum harus memberikan kesempatan bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan (pendahuluan), khususnya bagi tersangka/terdakwa untuk mempelajari surat dakwaan dan mempersiapkan pembelaan. Meskipun terdakwa memiliki kesempatan mempersiapkan pembelaan dalam rentang waktu antara sidang pertama (pembacaan dakwaan) dengan sidang (pembacaan keberatan/eksepsi) namun terdapat hak bagi tersangka/penasihat hukumnya untuk mempelajari surat dakwaan dan mempersiapkan pembelaan sebelum sidang dimulai, khususnya dalam hal terdakwa/penasihat hukumnya akan mengajukan pembelaan secara lisan.
ADVERTISEMENT
Hemat penulis, pengaturan jangka waktu perubahan surat dakwaan sebaiknya dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang (pertama) dimulai dan perubahan surat dakwaan tersebut harus diterima tersangka/penasihat hukumnya pada hari yang sama dengan diterimanya perubahan surat dakwaan oleh pihak pengadilan. Secara sistematis, pengaturan yang demikian dapat dijumpai dalam Pasal 131 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang berbunyi “Oditur dapat mengubah surat dakwaan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang Pengadilan pada tingkat pertama/Pengadilan tingkat pertama dan terakhir dimulai dengan tujuan untuk menyempurnakan dan hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali”. In casu, berdasarkan penalaran yang wajar, jangka waktu 7 (tujuh) hari sebelum sidang (pertama) dimulai merupakan waktu yang layak bagi tersangka/penasihat hukumnya untuk mempelajari surat dakwaan dan mempersiapkan pembelaan.
ADVERTISEMENT
Materi Perubahan Surat Dakwaan
Perubahan surat dakwaan merupakan bagian dari proses penuntutan yang telah menjadi perbincangan pada tahun 1969 sampai dengan 1971. Pada tahun tersebut, Mahkamah Agung mengeluarkan Putusan Nomor 15 K/Kr/1969 tanggal 13 Pebruari 1971 yang menyatakan dengan tegas bahwa “perubahan tuduhan yang dimaksud oleh Pasal 282 HIR adalah perubahan yang tidak mengakibatkan timbulnya perbuatan pidana lain”. In casu perubahan surat dakwaan tidak boleh merubah ketentuan pidana yang didakwakan atau menambah ketentuan pidana lainnya. Namun demikian, Putusan Mahkamah a quo yang mendasari pada Pasal 282 HIR (Herzien Inlandsch Reglement) merupakan putusan yang tidak relevan lagi dengan pengaturan hukum acara pidana yang telah diatur melalui KUHAP sebagai pengganti HIR. Melalui Pasal 141 ayat (1) KUHAP, tujuan perubahan surat dakwaan ditegaskan dan dibatasi, yakni untuk menyempurnakan surat dakwaan dan untuk tidak melakukan penuntutan.
ADVERTISEMENT
Penulis berpandangan bahwa kata “menyempurnakan” tersebut dapat dimaknai 1) menyempurnakan isi surat dakwaan apabila terdapat kekurangan atau kekeliruan, baik identitas, status penangkapan dan/atau penahanan, rumusan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa atau pasal yang didawakan ataupun hal-hal teknis lainnya (format surat dakwaan, tanggal, tanda tangan dan jumlah penuntut umum); 2) menghapus pasal dakwaan lainnya yang tidak diperlukan; dan/atau 3) menambahkan pasal dakwaan yang baru. Bagi penulis, pemaknaan yang demikian tidak menyalahi tujuan perubahan surat dakwaan yaitu untuk menyempurnakan surat dakwaan sehingga surat dakwaan menjadi surat dakwaan yang cermat, jelas dan lengkap, yang tidak dapat dibatalkan ataupun batal demi hukum, dan dapat dibuktikan oleh penuntut umum.
Ilustrasi hukum dan keadilan. Foto: shutterstock
Menentukan siapakah yang harus dituntut maupun tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka merupakan otoritas penuh yang dimiliki penuntut umum berdasarkan asas dominus litis. Konsep tersebut pun telah diputuskan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor: 96K/Kr/1960 tanggal 3 Januari 1961 yang menyatakan “siapakah yang harus dituntut tergantung dari jaksa yang bersangkutan, hal mana merupakan suatu kebijaksanaan penuntutan, yang dipertanggungjawabkan kepada atasannya oleh jaksa tersebut” dan Putusan Makamah Agung Nomor: 241K/Kr/1957 tanggal 14 Januari 1958 yang menyatakan “tentang mengajukan seseorang dimuka pengadilan atau tidak adalah melulu tergantung kepada kebijaksaan Penuntut Umum”. Singkatnya, penuntut umum sebagai pejabat yang dibebani kewajiban pembuktian dalam perkara pidana sebagaimana postulat actori incumbit onus probandi yang bermakna siapa yang mendakwa maka ia wajib membuktikan maka penuntut umum memiliki tanggungjawab terhadap pembuktian surat dakwaannya.
ADVERTISEMENT
Implikasi Perubahan Surat Dakwaan Yang Melanggar Hukum Acara Pidana
Perubahan surat dakwaan sebagai bagian dari proses penuntutan harus dilaksanakan berdasarkan hukum acara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 KUHAP yang menyatakan “peradilan dilakukan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”. Meskipun ketentuan Pasal 144 KUHAP merupakan lex imperfecta, yakni kaidah hukum yang tidak disertai dengan sanksi, namun asas legalitas dalam Pasal 3 KUHAP tersebut membawa implikasi yuridis apabila perubahan surat dakwaan tidak dilakukan menurut cara yang diatur dalam KUHAP maka surat dakwaan dapat dinyatakan tidak dapat diterima. Implikasi tersebut telah ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2105K/Pid/2006 yang menyatakan “penuntut umum telah mengubah surat dakwaan a quo tidak menurut cara dan waktu yang secara tegas ditentukan oleh Pasal 144 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP” sehingga surat dakwaan tidak dapat diterima.
ADVERTISEMENT
Kepastian hukum mengenai jangka waktu perubahan surat dakwaan tersebut sebaiknya diatur dalam Peraturan, Pedoman ataupun Surat Edaran Jaksa Agung atau Ketua Mahkamah Agung yang kemudian dapat menjadi bahan penyempurnaan RUU KUHAP kedepannya. Bagaimanapun, surat dakwaan merupakan instrumen penuntut umum untuk melindungi kepentingan umum, mewujudkan keadilan, serta jaminan pelindungan hak asasi manusia.
Dr. Muh. Ibnu Fajar Rahim, S.H., M.H., (Kasubag Tata Laksana pada Biro Perencanaan Kejaksaan Agung/Dosen President University)