Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
Konten dari Pengguna
Di Antara Cinta dan Realita: Mengapa Banyak Pernikahan Tak Bertahan Lama?
17 Maret 2025 12:06 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muhaimin Yasin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Setiap pasangan yang menikah pasti berharap akan hidup bersama hingga akhir hayat. Pernikahan dinyatakan bukan hanya sekadar penyatuan dua individu, tetapi juga dua keluarga, dua pemikiran, dan dua harapan yang kadang tidak selalu berjalan seiring. Namun, realitas sering kali berbanding terbalik dengan ekspektasi.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia saja, angka perceraian masih cukup tinggi. Meskipun mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2022, terdapat 516.344 kasus perceraian, lalu turun menjadi 463.654 kasus di tahun 2023, dan kembali menurun menjadi 408.347 kasus pada tahun 2024.
Angka tersebut menunjukkan bahwa meskipun banyak pasangan yang masih berusaha mempertahankan pernikahan mereka, tetap saja ada ratusan ribu rumah tangga yang berakhir di pengadilan setiap tahunnya.
Jika menyoroti permasalahannya lebih dalam, sebagian besar perceraian ini disebabkan oleh faktor yang sudah lama menjadi pemicu utama, yaitu perselisihan yang terus-menerus (61,7%) dan tekanan ekonomi (20%).
Namun, belakangan ini muncul faktor baru yang semakin sering terdengar, yaitu kecanduan judi online. Banyak suami yang terjerumus ke dalam dunia perjudian digital dengan berharap mendapatkan keuntungan instan, namun justru berakhir dengan kehilangan stabilitas keuangan dan kepercayaan dalam rumah tangga.
ADVERTISEMENT
Bagi sebagian istri, kondisi ini menjadi pukulan telak. Mereka yang awalnya berharap suaminya menjadi pemimpin keluarga justru mendapati pasangannya lebih sibuk mengejar keberuntungan semu daripada membangun kehidupan bersama.
Tak sedikit yang akhirnya memilih berpisah karena merasa tidak lagi memiliki harapan dalam rumah tangga yang sudah dihancurkan oleh hutang dan ketidakpedulian.
Namun, perceraian bukan hanya soal dua orang yang berpisah saja, tetapi ada dampak yang lebih luas yang sering kali luput dari perhatian, terutama pada anak-anak.
Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang tidak harmonis atau mengalami perceraian orang tua cenderung menghadapi tantangan psikologis dan sosial di kemudian hari.
Mereka mungkin kesulitan membangun kepercayaan dalam hubungan, mengalami kecemasan, atau bahkan membawa luka emosional yang memengaruhi kehidupan mereka di masa depan.
ADVERTISEMENT
Dari sudut pandang sosial, angka perceraian yang tinggi juga menunjukkan adanya tantangan dalam membangun ketahanan rumah tangga. Masyarakat yang sebelumnya memandang perceraian sebagai sesuatu yang tabu, kini lebih menerima bahwa tidak semua pernikahan bisa dipertahankan. Namun, apakah perceraian benar-benar satu-satunya jalan keluar?
Mungkin sebelum hubungan mencapai titik perpisahan, masih banyak usaha yang dapat dilakukan. Bisa jadi, masalahnya bukan hanya soal cinta yang memudar, namun kurangnya pemahaman tentang bagaimana membangun dan menjaga rumah tangga.
Banyak pasangan yang menikah tanpa persiapan mental, emosional, atau finansial yang cukup. Mereka mengira bahwa pernikahan hanya soal menjalani hidup bersama, tanpa sadar bahwa di dalamnya ada tanggung jawab besar yang harus dipikul.
ADVERTISEMENT
Bagi suami yang menghadapi tekanan ekonomi, seharusnya mencari jalan keluar yang sehat melalui langkah yang jauh lebih baik dibandingkan memilih perjudian sebagai solusi instan. Meningkatkan keterampilan, mencari pekerjaan tambahan, atau belajar mengelola keuangan dengan lebih baik bisa menjadi pilihan yang lebih bijak.
Di sisi lain, istri juga perlu membangun kemandirian, baik secara emosional maupun finansial. Memiliki penghasilan sendiri atau keterampilan yang dapat digunakan untuk mencari nafkah bukan hanya berguna untuk membantu ekonomi keluarga, tetapi juga memberi rasa aman jika suatu saat keadaan tidak berjalan sesuai rencana.
Peran masyarakat dan pemerintah juga tidak bisa diabaikan. Edukasi pranikah harus lebih diperkuat agar calon pasangan benar-benar memahami bahwa membangun rumah tangga tidak hanya membutuhkan cinta, tetapi juga kesiapan mental, spiritual, dan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Kesadaran tentang literasi keuangan juga harus lebih ditingkatkan lagi, mengingat banyak pasangan muda yang masih kesulitan dalam mengatur pengeluaran dan tabungan mereka.
Di samping itu, konseling pernikahan bisa menjadi salah satu solusi sebelum pasangan memutuskan untuk berpisah. Banyak pasangan yang memilih bercerai bukan karena mereka tidak saling mencintai lagi, tetapi karena merasa tidak punya jalan keluar.
Dengan adanya ruang untuk berbicara, memahami sudut pandang satu sama lain, dan mencari solusi yang lebih baik, bukan tidak mungkin ada pernikahan yang bisa diselamatkan sebelum terlambat.
Pada akhirnya, setiap pernikahan punya ujiannya sendiri. Tidak semua pasangan bisa bertahan, dan tidak semua perceraian bisa dihindari. Namun, membangun rumah tangga bukan hanya tentang bertahan dalam kebahagiaan, tetapi juga tentang bagaimana menghadapi kesulitan bersama tanpa kehilangan arah.
ADVERTISEMENT
Sebab, pernikahan yang kuat bukanlah yang tanpa masalah, melainkan yang mampu melewati setiap badai dengan lebih dewasa dan bijaksana.