Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.6
24 Ramadhan 1446 HSenin, 24 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Tanggung Jawab Anak Sulung: Dari Sekadar Kakak Menjadi Role Model
23 Maret 2025 10:01 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muhaimin Yasin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dalam sebuah keluarga, anak sulung sering kali memegang peran lebih dari sekadar kakak bagi adik-adiknya. Bukan hanya sekadar anggota keluarga yang lebih tua, namun juga menjadi contoh, pelindung, dan bahkan motivator bagi saudara-saudaranya.
ADVERTISEMENT
Perannya sebagai role model ini acap kali muncul secara alami, terutama ketika adik-adiknya melihat dan meniru perilaku serta keputusan yang telah diperbuatnya dalam kehidupan sehari-hari.
Sejak usia belia saja, anak sulung selalu menerima didikan lebih keras untuk menjadi mandiri lebih awal. Ia harus bisa menjaga adik-adiknya, membantu orang tua, dan bahkan kadang-kadang harus mengalah dalam banyak hal.
Terlebih lagi, kebanyakan anak sulung lahir ke dunia dengan bertemu orang tuanya yang belum mapan. Sehingga ia juga ikut serta dalam perjuangan keluarga membangun kehidupan.
Selanjutnya, secara sadar atau tidak, adik-adik yang dimiliki oleh anak sulung cenderung menjadikannya sebagai seorang panutan yang dapat ditiru dalam segala hal. Caranya berbicara, bertindak dan mengambil keputusan. Bahkan di tengah pergulatan dengan hidup yang cukup kompleks sekalipun.
ADVERTISEMENT
Dengan alasan ini, anak sulung dituntut secara tidak langsung untuk harus bijak dalam bersikap. Jika ia menunjukkan ketekunan dalam belajar dan bekerja keras, misalnya, tentu saja adik-adiknya kemungkinan besar akan terdorong untuk melakukan hal yang sama.
Sebaliknya, jika ternyata ia menunjukkan sikap malas, mudah menyerah dan bertindak tidak menyenangkan, maka hal itu juga bisa berpengaruh dan dapat ditiru oleh adik-adiknya.
Namun kadang kala tanggung jawab ini bisa menjadi beban tersendiri. Sebab, Tidak semua anak sulung merasa siap dan mampu untuk menjalani peran sebagai seorang teladan.
Ada saat mereka merasa lelah dan ingin hidup lebih bebas tanpa harus menjadi contoh yang baik bagi orang lain. Setidaknya, tidak terlalu merasa tertekan dengan sematan itu.
ADVERTISEMENT
Dalam banyak keluarga juga, anak sulung selalu diharapkan untuk dapat membantu secara finansial maupun emosional, terutama di saat kondisi perekonomian keluarga yang kurang stabil.
Setelah dewasa dan bekerja, tidak jarang anak sulung harus ikut menopang biaya pendidikan adik-adiknya, membantu keuangan orang tua, dan tetap harus mengurus kehidupannya sendiri.
Fenomena ini di era sekarang sering disebut sebagai sandwich generation atau generasi roti lapis. Entah mengapa pemilihan diksi tersebut bisa berkembang di masyarakat digital. Terutama di kalangan anak muda.
Akan tetapi, apabila ditinjau lebih dalam, penyebutan generasi roti lapis ini sangat cocok secara pemaknaan. Karena orang-orang yang termasuk anggota generasi tersebut, terjepit di antara dua tanggung jawab besar. Satu, tanggung jawab atas dirinya sendiri dan sisanya harus menopang kebutuhan orang lain.
ADVERTISEMENT
Dengan keadaan yang sedemikian rupa, membuat posisi anak sulung seolah dituntut untuk menguasai berbagai elemen kehidupan, harus pintar mengatur segalanya. mengelola waktu, tenaga, dan bahkan keuangan.
Jika sampai dikelola dengan tidak hati-hati, tentu saja bisa menimbulkan beban lelah secara mental maupun fisik.
Banyak pula ditemukan dalam lingkungan sekitar, anak sulung harus menunda keinginan pribadi seperti melanjutkan pendidikan atau menikah, demi memastikan adik-adiknya mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Apalagi tekanan emosional yang timbul dan diterima langsung oleh anak sulung yang sewaktu-waktu bisa menjadi tantangan besar. Sebab sering kali merasa harus tampil kuat, tidak boleh menunjukkan kelemahan, dan harus selalu siap membantu keluarga.
Padahal, kalau dipikirkan secara normal, dalam diri anak sulung, bisa muncul perasaan rapuh dan cenderung membutuhkan dukungan orang lain di sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Karena meskipun memiliki tanggung jawab yang besar, anak sulung tetaplah manusia biasa yang juga memiliki keterbatasan.
Agar tidak merasa terlalu terbebani, sangat penting bagi anak sulung untuk senantiasa menjaga kewarasan. Dengan mengenali batasan diri, mengelola finansial dengan baik, tetap mengejar impian dan mencari dukungan dari orang lain adalah cara sederhana untuk menjaga stabilitasnya.
Perlu diingat, Menjadi anak sulung adalah sebuah anugerah tuhan yang patut disyukuri. Pemberian ini bukanlah sekadar takdir yang terwujud dalam kehidupan, tetapi juga tentang tanggung jawab besar yang dipercayakan Tuhan.
Mungkin dari sekadar kakak yang tumbuh menjadi role model bagi adik-adiknya dan bahkan banyak yang menjadi tulang punggung bagi keluarga, percayalah bahwa di balik itu semua, ada keberkahan yang tercipta atas kemahaluhuran Tuhan terhadap hambaNya.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, bagi anak sulung yang sedang berjuang di luar sana, tetaplah fokus pada tanggung jawab sebagai kakak dan anggota keluarga yang baik, namun jangan pernah lupa untuk menjaga kesejahteraan diri sendiri.
Karena ketika tidak bisa menjalani hidup dengan baik dan bahagia, bagaimana bisa menjadi role model yang lebih kuat dan inspiratif bagi adik-adiknya. Semangat.