Konten dari Pengguna

Museum Prasasti: Jejak Sejarah Tokoh di Nisan Tua

Muhamad Ardiyansyah
Mahasiswa Jurnalistik Politeknik Negeri Jakarta
22 Januari 2024 12:03 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhamad Ardiyansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Salah satu koleksi nisan tua yang ada di Museum Taman Prasasti (Foto: Muhamad Ardiyansyah)
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu koleksi nisan tua yang ada di Museum Taman Prasasti (Foto: Muhamad Ardiyansyah)
ADVERTISEMENT
Empat puluh tujuh tahun semenjak diresmikannya Museum Taman Prasasti oleh Gubernur Ali Sadikin pada 9 Juli 1977, menjadi titik awal tempat ini menjadi museum yang menyajikan berbagai nisan dari orang-orang penting di masa pemerintahan Kolonial Hindia Belanda di Batavia mulai dari tahun 1600-an sampai 1900-an.
ADVERTISEMENT
Bangunan ini menjadi bangunan cagar budaya tipe A yang mana bangunan di Museum Taman Prasasti dari awal dibangun hingga sekarang memiliki bentuk yang sama tidak ada perubahan besar. Museum Taman Prasasti memiliki luas 1,3 hektare yang didominasi oleh koleksi nisan tua.
Museum Taman Prasasti dahulunya merupakan pemakaman untuk orang asing yang tinggal di Batavia, masyarakat sekitar mengenalnya dengan nama Kebun Jahe Kober dan orang-orang Belanda mengenalnya dengan nama Kerkhoflaan. Pemakaman dibuka pada 28 September 1975 dengan luas 5,5 hektare.
Disebut Kebun Jahe Kober karena dulunya merupakan wilayah yang ditanami Jahe dan Kober berasal dari kepanjangan Kuburan Bersama, nama Kerkhoflaan diambil dari Gereja karena sebelumnya kuburan-kuburan berada di bawah Gereja ‘de oude Hollandsche Kerk’ yang sekarang menjadi museum wayang.
ADVERTISEMENT

Jejak Awal Memasuki Museum

patung Pastor Van Der Grinten (Foto: Muhamad Ardiyansyah)
Saat masuk gerbang Museum Taman Prasasti terlihat sebuah bangunan tua dengan koleksi batu nisan yang terpampang di dinding kanan dan kiri teras museum, batu nisan itu terlihat berwarna coklat dengan sebuah informasi nama, lahir, dan meninggal.
Memasuki Museum Taman Prasasti akan terlihat jelas banyaknya koleksi batu nisan tua zaman Hindia Belanda tersebar luas di sekeliling Taman Prasasti. Langkah awal ada patung wanita yang sedang menangis atau biasa disebut The Crying Lady yang merupakan karya Antonio Carminati, pematung asal Italia yang dibuat tahun 1907.
Saat langkah berikutnya terlihat dua peti jenazah yang berdampingan, yaitu peti jenazah presiden dan wakil presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno dan Moh. Hatta yang masih terawat di Museum Taman Prasasti ini.
ADVERTISEMENT
Bergeser ke bagian kiri museum, akan terlihat bangunan tua yang merupakan rumah makam keluarga A.J.W Van Delden. Saat memasuki bangunan itu terdapat susunan batu menyerupai meja yang sangat unik. Makam ini diisi oleh Ambrosius Johannes Willebrordus van Delden, Geerlof Wassink, Ambrosius Wassink, dan ada beberapa nama yang tidak terbaca.
Tidak jauh dari bangunan makam keluarga A.J.W Van Delden, terdapat sebuah kereta pengantar peti jenazah zaman Hindia Belanda. Kereta itu masih amat terawat hingga sekarang.
Setelah berkeliling mencapai belakang Museum Taman Prasasti. Terlihat menara Johan Jacob Perrie yang mana karena jasa dan pengorbanan yang ia berikan, pemerintah Hindia Belanda membuatkan monumen dan diberikan nama sesuai dengan nama Jendral Johan Jacob Perrie.
ADVERTISEMENT
Menuju pintu utama melewati jalan tengah, akan terlihat patung coklat gelap yang mana merupakan patung Pastor Van Der Grinten yang merupakan kepala Gereja Katolik pertama di Batavia. Patung itu dibuat karena Pastor sangat dihormati oleh para pengikutnya.
Sepanjang perjalanan berkeliling Museum Taman Prasasti, terlihat banyaknya patung wanita yang merepresentasikan malaikat. Beberapa patung sudah terlihat rusak karena termakan oleh usia.

Nama-nama Besar

Nisan Soe Hok Gie, seorang aktivis tahun 1960-an (Foto: Muhamad
Berbagai macam bentuk batu nisan zaman Hindia Belanda bisa ditemukan di berbagai sisi Museum Taman Prasasti ini. Semasa masih adanya VOC, nisan terbuat dari batu granit atau batu gunung biru yang berasal dari India Selatan. Pasca keruntuhan VOC, pilihan bahan nisan berubah menjadi marmer.
Banyak ditemukan nama-nama dari tokoh ternama di zaman Hindia Belanda, seperti Pendiri STOVIA yang sekarang menjadi Fakultas Kedokteran UI Hermanus Frederik Roll, Ambrosius Johannes Wilerordus Van Delden yang menulis buku kisah perjalanan dia membuka jalur perdagangan kapal uap dari Batavia ke Australia.
ADVERTISEMENT
Kapitein Jas yang mana makamnya dianggap menjadi makam keramat pada saat itu, Olivia Mariamne Raffles dan John Casper Leyden yang merupakan istri dan sahabat dari Thomas Stamford Raffles Gubernur Hindia Belanda (1811-1816).
Terdapat juga nisan seorang arsitek yang merancang Gereja Katedral Ir MJ Hulswit, Johan Hendrik Horst seorang arsitek yang membuat Gereja Immanuel Jakarta dan merupakan kepala pegadaian di Batavia, Andreas Victor Michiels tokoh Belanda di perang Jawa, perang Sumatra dan Perang Bali.
Arkeolog yang merupakan ahli batu bernama Willem Frederik Wertheim, Dr. Jan Laurens Andries Brandes merupakan arkeolog dibidang naskah karena memahami ilmu filolog, Pieter Gerardus Van Overstraten Gubernur VOC terakhir.
Johan Herman Rudolf Kohler yang merupakan Panglima Angkatan Perang Belanda dalam agresi terhadap Kesultanan Aceh ada 1873 dan membawa tiga ribu pasukan, Jendral Kohler terbunuh dalam Perang Aceh karena berhasil ditembak oleh penembak jitu pasukan Aceh.
ADVERTISEMENT
Nisan yang mengundang perhatian bagi yang tau kisah seorang aktivis gerakan mahasiswa tahun 1960-an atau masa pemerintahan Ir. Soekarno dan juga pencetus awal berdirinya Mapala (Mahasiswa Pecinta Alam) Universitas Indonesia, yaitu Soe Hok Gie.