Konten dari Pengguna

Kepuasan Diri Gen Z: Apakah Media Sosial Untuk Validasi atau Self-Disclosure?

Muhamad Arya Putra
Saya adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jakarta.
4 Desember 2023 13:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhamad Arya Putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Generasi Z yang lahir di tahun 2000an, merupakan generasi yang dapat disebut sebagai generasi yang hidup berdampingan dengan teknologi, terutama internet dan media sosial. Kita dapat memastikan bahwa setiap bagian dari mereka pasti menggunakan media sosial, Seperti yang kita tahu, generasi Z menggunakan teknologi digital dan internet untuk mencari informasi, berkomunikasi, dan mengakses berbagai jenis media, termasuk edukasi, berita, dan sebagai media hiburan.
Ilustrasi Generasi Z. Foto: RDNE Stock project/pexels
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Generasi Z. Foto: RDNE Stock project/pexels
Sejalan dengan itu, kemajuan teknologi yang terdapat di media sosial sangatlah mempengaruhi cara manusia berinteraksi dengan orang lain, berkomunikasi secara efektif, dan menyampaikan informasi penting. serta membuat kehidupan manusia menjadi lebih modern, seiring berjalannya waktu media sosial merambah menjadi platform untuk mencari kepuasan diri.
ADVERTISEMENT
Salah satu media yang menjadi “top of mind” bagi gen Z adalah Instagram, yang menjadi platform yang sangat popular beberapa tahun kebelakang. Aplikasi Instagram menawarkan banyak fitur yang modern yang memungkinkan penggunanya terkesan berinteraksi lebih dekat walaupun secara virtual. Fitur like, comment, story, reels, dan close friend di Instagram memiliki peran yang berbeda dalam merepresentasikan diri di media sosial.
Ilustrasi media sosial Instagram. Foto: Pixabay/pexels
Fitur like dan comment memungkinkan user untuk berinteraksi dengan unggahan orang lain, yang merepresentasikan tanggapan terkait konten yang diunggah dapat berupa apresiasi maupun celaan. Selanjutnya, fitur story memungkinkan user untuk berbagi momen harian dalam bentuk video ataupun foto dengan format 24 jam. Fitur reels memungkinkan user untuk menguploud video pendek, yang dapat digunakan untuk memperlihatkan hobi, karakter, dan pencapaian. Terakhir, fitur close friend memungkinkan pengguna untuk membuat boundary terhadap sekelompok tertentu terkait unggahan yang lebih private.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi fitur likes media sosial Instagram. Foto: cottonbro studio/pexels
Dari berbagai kecanggihan fitur tersebut yang berhubungan dengan pengekspresian diri, muncul pandangan yang berbeda mengenai tujuan seseorang menggungah sesuatu di media sosial, apakah sebenarnya media sosial digunakan untuk mencari validasi atau hanya sebagai platform untuk Self Disclosure?
Ilustrasi unggahan media sosial. Foto: energepic.com/pexels
Beberapa kasus menunjukkan bahwa pengguna media sosial terutama Instagram seringkali menggunakan platform tersebut untuk mencari validasi dari orang lain. Hal ini dapat dilihat dari tendensi terkait user untuk memposting sesuatu hal yang menunjukkan kehidupan yang kaya raya, seperti memposting rumah mewah, mobil sport dan bahkan saldo rekening. Itu semua mereka lakukan dengan harapan mendapatkan pujian atau pengakuan dari banyak orang. Dengan kata lain mereka akan melakukan apapun agar terlihat lebih berhasil dibandingkan orang lain, bahkan sampai muncul istilah “Pura-Pura Kaya”. Selain itu, user media sosial yang memposting unggahan tersebut biasanya akan mengedepankan jumlah like, komentar, atau eksposure yang didapat dari unggahan mereka sebagai bukti keberhasilan atau popularitas. Contohnya kasus yang dialami oleh IndraKenz dan Donny Salmanan.
Ilustrasi kehidupan crazy rich. Foto: cottonbro studio/pexels
Namun, pandangan lain mengatakan bahwa media sosial juga dapat digunakan sebagai platform untuk Self Disclosure, yaitu sebagai sarana untuk pengekspresian diri. Memang konteks postingan tersebut bisa saja sama dengan user yang mencari validasi, yaitu memposting pencapaian dan kekayaannya, seperti memposting , mobil sport, prestasi dan bahkan saldo rekening, Namun perbedaannya, user media sosial yang tendensi sebagai Self Disclosure mereka cenderung menggungah postingan tetapi tidak terlalu mementingkan jumlah like atau komentar yang diterima, melainkan lebih fokus pada proses mengekspresikan diri dan kepuasan mereka untuk mengeluarkan energi sosial berupa berinteraksi dengan orang lain, dengan kata lain mereka memposting apapun yang ingin mereka posting tanpa latar belakang bahwa mereka ingin di pandang ataupun dilihat sebagai orang yang sukses dan berhasil.
Ilustrasi pengekspresian diri Self Disclosure. Foto: Kampus Production/pexels
Dalam kenyataannya, pengguna media sosial dapat memiliki tujuan dan konteksasi yang berbeda-beda dalam menggunakan platform tersebut. Ada yang menggunakan media sosial untuk mencari validasi terkait kehidupan dan pencapaiannya yang secara signifikan mempengaruhi Image seseorang, ada juga yang menggunakan hanya sebagai sarana untuk Self Disclosure yaitu mencurahkan apa yang dia rasakan. Oleh karena itu, penting bagi setiap user media sosial untuk memahami tujuan dan impact dari unggahan mereka, serta tidak mengesampingkan etika dalam penggunaannya.
Ilustrasi pengguna media sosial. Foto: Samson Katt/pexels
Kaitannya dengan etika dan norma yang berlaku di khalayak luas, penggunaan media sosial untuk mencurahkan ekspresi diri perlu memperhatikan batasan-batasan yang etis, baik dalam konteks validasi ataupun self-diclosure. Hal ini termasuk dalam hal privasi, penggunaan tata bahasa, dan konten yang di unggah. Selain itu, cara pandang orang lain terhadap postingan kita juga perlu diperhatikan. Hal ini dapat memengaruhi persepsi orang lain terhadap diri kita. Dengan demikian, penggunaan media sosial dalam konteks kepuasan diri generasi Z melibatkan dualitas peran, yaitu sebagai alat untuk validasi diri dan sebagai wadah self-disclosure tergantung dari pribadi setiap individu yang mengaplikasikannya.
Ilustrasi berinteraksi dengan khalayak luas. Foto: Matheus Bertelli/pexels