Konten dari Pengguna

Menceritakan Pohon

Muhamad Fadlulloh
Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Pamulang
11 November 2022 7:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhamad Fadlulloh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber : dokumen pribadi
zoom-in-whitePerbesar
sumber : dokumen pribadi
ADVERTISEMENT
Langit menjelaskan rasanya melalui hujan yang ia dapat dari lautan yang menguap, laut meluapkan perasaannya lewat debur ombak di sore hari dibalut sinar senja, senja memaparkan perasaannya lewat perasaan manusia yang melihat keindahannya, dan aku mengisyaratkan rindu dengan doa. Doa doa yang melangit diantar lautan dengan suara kesunyiannya ditemani cahaya senja yang membawaku pada ketenangan jiwa.
ADVERTISEMENT
Tapi, perasaan ini bukan menceritakan tentang awan yang menjatuhkan kesedihan , atau suara debur ombak yang membawanya pada kegelisahan, atau senja yang berpikir bahwa sinarnya tidak selalu memberikan kebahagiaan untuk seluruh makhluk hidup. Tetapi, pohon yang bercerita tentang kesepiannya karena burung sudah tidak lagi menghinggapinya, daun dan batang yang meninggalkannya, dan perihal waktu untuk apa masih diberi umur panjang hingga saat ini.
Daun yang memesona dan batangnya yang kokoh tidak menarik para burung yang melintas untuk menghinggapinya. Padahal, pohon sudah menunggu kehadiran para burung yang melintas untuk hinggap di tubuhnya. Daun yang selalu bernyanyi mengisyaratkan kebahagiaan ada dalam dirinya, dan batang yang menunjukkan kekuatannya lewat angin yang selalu menghantamnya.
Si pohon mulai putus asa, anggota tubuhnya mulai mempertanyakan mengapa para burung enggan hinggap di tubuhnya, langit mulai redup. Daun dan batang mulai saling menyalahkan, mengutuk pohon yang dianggap gagal menuntunnya memberikan kebahagiaannya kepada para burung. Daun dan batang mengeluarkan lantunan kesedihan, mereka saling membenci di atas manusia yang sedang tertawa.
ADVERTISEMENT
Daun dan batang mulai mempertanyakan untuk apa mereka tetap di sini, di atas manusia yang mereka pikir sedang menertawakannya. Mereka berpikir bahwa lebih baik mereka memberhentikan waktu, menuju keabadian yang sesungguhnya. Dengan cara apa pun mereka harus pergi dari tubuh yang tidak berguna.
Langit kembali cerah, tetapi pohon terus menangis setelah ditinggalkan oleh anggota tubuhnya. Sudah tidak terdengar suara daun yang menandakan kebahagiaan, dan batang sudah tidak lagi menunjukkan kekuatannya kepada angin. Sudah tidak terdengar kepakkan sayap burung bersama angin yang membawanya melintasi si pohon.
Pohon mulai menunjukkan kerapuhannya, sudah tidak ada gairah lagi untuk ia tetap hidup, tidak ada lagi yang menemaninya berjuang untuk menarik para burung menghinggapinya. Akhirnya, pohon itu jatuh dan mati dengan kesedihannya, menimpa kepala manusia yang sedang tertawa. Manusia bergumam seakan ia tahu bahwa pohon itu mati membawa kesedihan, manusia itu pun berkata bahwa “kesepian lebih menyakitkan daripada rasa sakit”.
ADVERTISEMENT