Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Konten dari Pengguna
Perjalanan Menghapus Luka
31 Oktober 2022 8:58 WIB
Tulisan dari Muhamad Fadlulloh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Melupakanmu adalah sesuatu yang paling tidak masuk akal untuk di pikirkan. Apakah aku akan menemukan jawaban dari setiap kegelisahan yang menghantuiku selama ini? Ataukah aku akan kalah dalam pertarungan kali ini?
ADVERTISEMENT
Selepas Ujian Akhir Semester Perkuliahanku, keseharianku hanya diisi oleh kekosongan, raut wajahmu masih terbayang di dalam kepalaku, entah mengapa. Masa lalu yang membuat semua yang ada dunia ini tidak menarik. Bayangkan, beberapa perempuan yang bertemu denganku tidak mampu menggantikan singgasanamu di dalam hatiku. Terbesit di kepalaku bahwa aku harus melupakanmu karena menghambat semua mimpi mimpiku, pergi ke suatu tempat yang sepi adalah solusi.
Gunung, Gunung adalah jawaban dan jalan yang aku pilih untuk mendapatkan suatu ketenangan. segera aku berkemas untuk menuju ke daerah Jawa Tengah. Wonosobo tujuanku, gerbang para pendaki yang ingin mendaki ke gunung yang ada di daerah itu, banyak pilihan ketika kita sudah sampai ke Wonosobo.
ADVERTISEMENT
Tiket sudah aku kantongi, Bis adalah transportasi yang aku gunakan untuk menuju ke Wonosobo dan hari biasa yang aku pilih karena dengan itu kemungkinan Gunung akan tidak banyak pengunjungnya. Aku berangkat sendiri dengan tujuan yang belum pasti aku akan naik Gunung apa, dengan keberanian untuk melangkahkan kaki, dengan hati yang masih layu dan perasaan yang masih sama tujuanku adalah melupakanmu. Tiba hari di mana aku akan melangkahkan kakiku menuju kesunyian, barang barang yang di perlukan sudah aku siapkan, aku bawa kertas yang kau berikan dulu saat kau memilih untuk berpisah.
Jam sudah menunjukkan pukul Tujuh malam, Bis sudah siap untuk berangkat, aku sudah duduk manis menunggu keberangkatan bis ini, bis yang akan membawaku pada kehidupan yang baru. Akhirnya, bis jalan dengan penumpang yang tidak begitu banyak, terlihat beberapa pendaki yang ingin mendaki juga dan beberapa kali aku di ajak bicara, beberapanya juga ada yang mengajak aku berbincang dan bertanya aku berangkat berapa orang, tentu aku menjawab sendiri dan beberapa dari mereka mengajakku untuk bergabung dengan mereka, dan jawabku adalah aku mau mencoba untuk melakukan pendakian seorang diri.
ADVERTISEMENT
Di bis aku banyak berdiam diri, melihat sekeliling dengan tatapan kosong, membaca buku, atau menonton film. Beberapa jam berlalu dan akhirnya sampai juga di terminal Bis Mendolo Wonosobo, para penumpang turun dan mengambil barang bawaan mereka, aku diam menunggu semuanya turun agar menjadi yang terakhir mengucapkan terimakasih kepada pak supir bis tersebut.
Terminal ini tidak begitu ramai, tidak seperti saat terakhir kali aku berkunjung kesini, hanya terlihat beberapa kelompok pendaki dan kernet bis yang menawarkan bis kecil mengantarkan para pendaki menuju ke tujuan mereka. Aku mencari warung yang sepi sekedar untuk singgah makan dan duduk duduk sekaligus memikirkan Gunung mana yang akan aku kunjungi.
Tidak lama aku berdiam diri di warung, beberapa pendaki sudah berangkat menggunakan Bis kecil ataupun ojek motor, ada juga yang masih berkemas mempersiapkan barang barang yang ingin dibawa mendaki. Sementara aku? Masih berdiam diri dengan tujuan yang belum pasti, tetapi di antara banyaknya pilihan yang ada di dalam kepalaku, Gunung Prau adalah Gunung yang paling menarik, karena jalur pendakiannya terbilang mudah dan seperti yang para pendaki bicarakan, Gunung Prau memiliki view yang istimewa, belakangan ini Gunung Prau adalah salah satu gunung favorit bagi para pendaki. Keputusanku sudah bulat, aku akan ,mendaki ke Gunung Prau seorang diri, segera aku menaiki Bis yang akan menuju Desa Patakbanteng. Bis terbilang cukup sepi tetapi apakah kepalaku sama seperti kondisi Bis ini? Ah, bayangmu masih saja bersemayam di dalam kepalaku.
ADVERTISEMENT
Tibalah aku di Desa Patakbanteng, jalur yang aku pilih karena terbilang cukup mudah dengan jarak tempuh yang tidak memakan waktu cukup lama. Segera aku membeli tiket masuk lalu mengeluarkan surat-surat yang diperlukan, sesudah itu aku memasuki tempat peristirahatan terakhir untuk memeriksa kembali barang bawaanku dan membeli apa yang kurang untuk aku bawa ke atas.
Waktunya telah tiba saat aku akan melangkahkan kaki untuk melupakanmu, gerbang menuju kekebasan sudah terlihat di depan mataku langkahku agak sedikit gemetar ketika aku berdoa sebelum melakukan pendakian dan menyebut namamu mungkin untuk terakhir kalinya, mungkin. Aku beranikan diri untuk berjalan dengan perasaan yang campur aduk. Aku melangkahkan kaki dengan perlahan menuju ke atas.
Aku menikmati perjalanan ini, setiap Langkah kaki adalah jawaban dari setiap kegelisahanku selama ini, aku memilih untuk banyak berhenti dan merokok hanya untuk memperhatikan sekitar. Orang-orang sibuk berbincang dengan kawan ataupun kekasihnya, tetapi aku masih saja tenggelam dalam kesunyian, merasa sepi di tempat keramaian dan bayangmu adalah sesuatu yang sangat menakutkan di dalam kepalaku.
ADVERTISEMENT
Sekitar 4 jam, tibalah aku di puncak gunung prau yang langsung menghadap ke Gunung Sindoro dan juga Sumbing, keindahannya membuatku tertegun dan diam sejenak melihat keindahan yang begitu indah yang Tuhan sajikan. Tidak lama aku langsung mencari tempat untuk membuka tenda, kubuka peralatan yang sudah aku bawa dan setelah tenda siap aku langsung masak untuk mengisi perut kosong.
Bisingnya area perkemahan membuatku tak nyaman, aku melihat sudut sudut yang aku rasa bisa menemani kesendirianku, bukit di sisi kiriku adalah tempat yang paling ideal untuk meminum kopi sembari membaca buku, memperhatikan orang sekitar yang baru datang dan ingin pulang dengan perasaan yang berbeda. Lama aku berada di bukit itu, tidak terasa hari sudah mulai gelap, senja tidak menunjukkan Eksistensinya dikarenakan cuaca yang begitu buruk, segera aku melangkahkan kakiku menuju perkemahan.
ADVERTISEMENT
Hari semakin gelap, dinginnya malam membuatku harus menggunakan penghangat ekstra untuk menghindari terjadinya hipotermia, semakin malam semakin sunyi dan orang-orang mulai menikmati tidurnya sementara aku? Bayangmu makin menghantui pikiranku, semakin malam semakin aku gelisah, aku mencoba untuk membaca buku tetapi itu tidak mengobati kegelisahanku. Semakin aku teringat tentang kenangan-kenangan kita dulu semakin aku merindukanmu. Tiba-tiba aku teringat secarik kertas yang kau berikan saat kita berpisah, saat di mana terakhir aku melihatmu di hadapanku. Aku ambil kertas itu di dalam dompetku, kubuka kertas itu dengan perlahan, mengingat kenangan manis kita saat kita masih bersama. Lalu, kubaca surat itu ditengah kesunyian malam di Gunung Prau;
“kekasihku, untuk hubungan kita yang telah sampai pada ujungnya. Berhentilah mencari alasan dan berhentilah saling menyalahkan. Untukmu kekasihku, berhentilah untuk membawa serta luka dan duka. Karena kini,segala hal yang kita pernah lakukan telah berakhir.
ADVERTISEMENT
Kita pada akhirnya memilih untuk mengakhiri segalanya. Kau atau mungkin aku, akan terus menerus merasa bersalah atas perpisahan ini. Tapi kita sama-sama lupa bahwa setiap Langkah yang kita pilih adalah bagian dari perjalanan hidup kita.
Kita lupa bahwa setiap hal yang kita jalani di dalam hidup ini pada akhirnya akan berlalu dan memberikan banyak pertanyaan baru. Mungkin untuk membuat diri kita lebih kuat untuk menghadapi perjalanan dan kejadian yang ada di depan sana.
Oleh karenanya, berhentilah saling menyalahkan atau menyalahkan diri masing-masing. Dan kekasihku, perlu kau ingat bahwa setiap yang berkaki akan pergi dan setiap yang bernyawa pasti akan mati. Berbiasalah, berbahagialah.”
Serasa hancur hatiku ketika membaca surat yang kau berikan padaku, aku hanya bisa terdiam meratapi kesendirianku, tidak ada harapan untuk aku memilikimu lagi, aku masih bertanya tanya apakah kejadian ini adalah kenyataan yang harus aku hadapi. Lama aku terdiam lalu meneteskan air mata, kepergianmu adalah jawaban dari kehidupan yang aku jalani, tidak ada yang peduli dengan perasaanku, aku dipaksa untuk menghadapi semua ini sendirian. Perasaanku masih tetap sama dan bayanganmu semakin nyata di dalam kepalaku. Aku harus apa? Di dalam pikiranku hanya ada kau, aku tersungkur dengan hati yang sudah hancur berkeping keping.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, aku mati di hujani rinduku sendiri, aku mati dengan perasaan-perasaan bersalah, aku mati. Aku mati dalam keadaan memeluk surat darimu, aku mati dalam dekapan Gunung Prau. Terimakasih Prau, jaga aku di dalam pelukanmu. Sampaikan pada dunia bahwa aku kalah dalam pertarungan kali ini.