Konten dari Pengguna

Menilik Upaya Pencegahan Seks Bebas Berbasis Kearifan Lokal di Desa Indramayu

Muhamad Husni Tamami
Sedang mengetik...
9 Juli 2024 22:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhamad Husni Tamami tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penulis: Delita Nur Hasanah, Ilham Ramdhani Amir, dan Tim Ngawurat PKM-RSH IPB University
Ilustrasi. (Sumber: RadarIndramayu.com)
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 yang dilakukan setiap lima tahun mengungkapkan bahwa hubungan seksual pra nikah di kalangan remaja sangat mengkhawatirkan. Data SDKI menunjukkan bahwa 59% wanita dan 74% pria melaporkan pertama kali berhubungan seksual pada usia 15–19 tahun.
ADVERTISEMENT
Temuan ini menunjukkan urgensi untuk menerapkan upaya pencegahan seksual yang komprehensif. Seks bebas didorong oleh pengaruh budaya asing, kemudahan akses informasi digital, dan kurangnya pendidikan seksual yang komprehensif.
Maraknya perilaku ini membawa dampak negatif, baik bagi kesehatan fisik maupun mental, serta menimbulkan berbagai masalah sosial.
Oleh karena itu, penerapan upaya pencegahan atau "safeguard" sangatlah krusial. Safeguard ini mencakup pendidikan seksual yang mendalam, peningkatan kesadaran tentang resiko seks bebas, dan kebijakan yang mendorong perilaku seksual bertanggung jawab.
Salah satu bentuk safeguard yang efektif adalah edukasi mengenai pentingnya menjaga kesehatan reproduksi dan menghormati nilai-nilai budaya serta norma sosial.
Wawancara Tim Ngawurat PKM-RSH IPB University dengan Kepala Desa (Kuwu) Lelea. (Dok. Pribadi)
Upacara adat Ngarot di Desa Lelea, Kabupaten Indramayu adalah contoh nyata dari upaya tersebut. Tradisi ini diadakan di Desa Lelea, terletak sekitar 19,3 km dari pusat Kabupaten Indramayu. Upacara ini selalu dilaksanakan di hari Rabu wekasan, yang dalam bahasa Jawa berarti "Rabu terakhir" di penghujung tahun.
ADVERTISEMENT
Dalam upacara adat Ngarot, terdapat mitos tentang mahkota bunga yang akan layu jika dikenakan oleh remaja perempuan yang tidak perawan. Mitos ini mengajarkan pentingnya menjaga kesucian diri sebagai bentuk penghormatan terhadap diri sendiri dan keluarga. Upacara adat Ngarot bertujuan mempererat hubungan sosial dan mengajarkan nilai-nilai kesucian, dan dapat menjadi kontraproduktif terhadap perilaku seks bebas.
“Jadi, mahkota bunga apa sih maknanya itu, menjaga harga diri sebagai seorang perempuan, harus suci, harus wangi, harus harum, biar disenangi banyak orang. Jaga dirimu pada saat bergaul, karena kalau sudah tersentuh tidak akan bisa menjadi gadis Ngarot, itu intinya, ya," ujar Raidi bin Papung, Kepala Desa (Kuwu) Lelea ketika diwawancarai oleh Tim Ngawurat PKM-RSH IPB University.
ADVERTISEMENT
Pelaksanaan tradisi upacara adat Ngarot memiliki tiga tahapan. Pertama, remaja putra dan putri memulai arak-arakan di sekitar desa Lelea dengan Kuwu memimpin barisan depan, diikuti oleh remaja putri (Cuene) yang mengenakan kebaya lengkap dengan mahkota bunga dan aksesoris tradisional, serta remaja putra (Bujang) dengan busana komboran dan ikat kepala.
Setelah mengelilingi desa, seluruh peserta masuk ke balai desa dan disambut dengan Tari Topeng, Ronggeng Ketuk, dan Ketuk Tilu sebagai bagian dari upacara penghormatan. Acara dilanjutkan dengan pembukaan resmi, pembacaan sejarah Ngarot, dan ucapan sambutan dari Kuwu.
Proses inti upacara adat ini dilakukan dengan penyerahan simbolis kepada para kasinoman (remaja putra dan putri) oleh Kuwu dengan kendi berisi air putih yang memiliki arti agar benih padi dapat ditanam dan disebar.
ADVERTISEMENT
Kemudian, dilanjutkan dengan Ibu Kuwu yang menyerahkan kendi berisi air putih dengan arti pengobatan tanaman padi, tetua desa yang menyerahkan pupuk untuk kesuburan tanah, raksa bumi yang menyerahkan alat pertanian untuk pengolahan tanah, dan Lebe (tokoh agama) yang menyerahkan sepotong bambu kuning, daun androing, dan daun pisang untuk melindungi tanaman padi dari serangan hama yang kemudian akan ditanam di sawah.
Melalui Ngarot, remaja putra dan putri di Desa Lelea diajarkan untuk menghormati adat budaya dan mematuhi nilai-nilai moral yang berperan dalam melindungi mereka dari perilaku seks bebas yang dapat merusak kesucian diri, tatanan sosial dan nilai-nilai tradisional yang telah diwariskan.