Konten dari Pengguna

Witing Tresno Jalaran Saka Kulino: Pepatah Tua Sebelum Teori Psikologi Cinta

Muhamad Ibnurachman Razan
Mahasiswa S1 Psikologi Universitas Sebelas Maret
12 Oktober 2022 6:25 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhamad Ibnurachman Razan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Wayang Kulit (Sumber: Freepik)
zoom-in-whitePerbesar
Wayang Kulit (Sumber: Freepik)
ADVERTISEMENT
Ketika individu sering berhadapan dengan individu lain, maka mereka akan mengembangkan perasaan yang positif terhadap individu tersebut. “Witing tresno jalaran saka kulino” yang artinya rasa suka muncul kepada seseorang karena terbiasa dengan kehadiran seseorang yang lain memperkuat pernyataan tersebut. Pepatah ini terlahir dari pribumi yang lahir di tanah Jawa atau bisa disebut sebagai suku bangsa Jawa. Suku bangsa jawa adalah orang-orang yang mendiami pulau Jawa bagian tengah dan timur. Daerah kebudayaan Jawa meliputi bagian tengah dan timur dari pulau Jawa, sedangkan Yogyakarta dan Surakarta dapat dinyatakan sebagai pusat dari kebudayaannya (Koentjaraningrat, 1999).
ADVERTISEMENT
Baron dan Byrne (2000) mengatakan bahwa cinta adalah kombinasi atau gabungan dari emosi atau perasaan, kognisi, serta perilaku yang terdapat dalam hubungan intim. “Witing tresno jalaran saka kulino” mengajarkan bahwa rasa cinta akan muncul di dalam hati seseorang apabila kita terbiasa mengimplementasikannya, sehingga dari kebiasaan tersebut akan menimbulkan rasa sadar bahwa kita telah mencintai seseorang. Pepatah ini tidak hanya dijalankan oleh seseorang yang mulai mencintai pasangannya saja. Melainkan, dapat terjadi pada hubungan dengan orang tua, kakak-adik, ataupun teman dekat.
Pepatah ini juga diperkuat dengan Triangular Theory of Love dari Sternberg (1986) bahwa terdapat keputusan seseorang untuk mencintai seseorang (jangka pendek) lalu mempertahankan cinta tersebut (jangka panjang) yang disebut dengan komponen commitment (komitmen). Menurut Sternberg, dalam suatu hubungan penting bagi kita untuk tidak mengabaikan commitment karna dalam menjalani hubungan romantis pasti terjadi “naik-turun” yang membutuhkan komponen commitment untuk mempertahankan hubungan tersebut.
ADVERTISEMENT
Selain commitment, Sternberg (1986) membagi cinta kepada beberapa komponen lain seperti intimacy serta passion. Intimacy mengarah pada perasaan dari kedekatan, keterkaitan, serta kelekatan dalam hubungan romantis. Sedangkan, passion berarti dorongan yang mengarah pada percintaan, ketertarikan fisik, penyempurnaan seksual, serta fenomena lain yang berhubungan dengan hubungan romantis. Kombinasi dari ketiga komponen cinta akan menyebabkan tingginya kepuasan hubungan seseorang (Sternberg dalam Anindyojati, 2022)
Dalam hubungan, terkadang terdapat ketidakseimbangan dalam ketiga komponen cinta yang dikemukakan oleh Sternberg (Anindyojati, 2022). Terdapat variasi dalam intensitas dan keseimbangan, begitu pula dengan segitiga cinta yang bervariasi dalam ukuran serta bentuknya. Maksudnya, dengan mengetahui ukuran dan bentuk dari segitiga cinta pada seseorang, maka akan dapat terlihat gambaran dan perasaan yang dirasakan individu terhadap orang lain (Sternberg dan Barner, 1988). Pepatah Jawa inilah yang memiliki peran penting dalam pembiasaan diri dan ketertarikan terhadap seseorang yang dicintai.
ADVERTISEMENT
Pepatah Jawa mengajarkan tugas moral untuk menjaga keselarasan dengan tata tertib universal. Manifestasi pepatah ini sudah lahir dan teruji ratusan tahun yang lalu yang dikutip dari buku “Membangun Gerakan Moral di Sekolah” oleh Muaddab (2011). Berdasarkan pernyataan di atas, “Witing tresno jalaran saka kulino” yang merupakan pepatah Jawa berusia ratusan tahun telah lebih dulu membuktikan bahwa kedekatan seseorang akan menimbulkan perasaan cinta karena terbiasa. Pepatah ini memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat Jawa yang diturunkan secara turun-temurun hingga generasi sekarang.