Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Ini yang Terjadi Setelah Hak Angket KPK Disahkan Fahri Hamzah
29 April 2017 1:22 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
Aksi Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, yang mengesahkan usulan hak angket KPK di tengah interupsi paripurna DPR, menuai polemik dan kritik. Apa sebetulnya yang akan terjadi setelah hak angket itu disetujui DPR?
ADVERTISEMENT
Pengusulan hak angket itu berangkat dari rapat komisi III dengan pimpinan KPK pada 17-18 April di Gedung DPR. Rapat itu salah satunya mempersoalkan kesaksian kader Hanura Miryam S Haryani, yang mencabut BAP di persidangan kasus megakorupsi e-KTP.
Miryam menyebut BAP itu dibuat di bawah tekanan penyidik KPK. Namun penyidik KPK Novel Baswedan, membantah. Novel justru menyebut Miryam yang mengaku ditekan teman-temannya di Komisi III, yaitu agar tak mengungkap nama-nama anggota DPR yang tersangkut e-KTP.
Komisi III lalu meminta rekaman kesaksian Miryam ke KPK saat rapat di DPR, tapi pimpinan KPK menolak. Itulah alasan paling mendasar diusulkannya hak angket, agar DPR bisa mengusut keterangan Miryam dan Novel.
ADVERTISEMENT
Hal lain yang juga jadi dasar hak angket adalah pemberian Surat Peringatan (SP)2 dari pimpinan KPK kepada Novel Baswedan, yang akhirnya dibatalkan karena menuai kritik.
Hak angket yang ditandatangani oleh 25 orang dari fraksi berbeda akhirnya disahkan dalam sidang paripurna. Jumlah itu memang sedikit dari 560 anggota DPR, tapi sudah memenuhi ketentuan UU No 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Sebagaimana diketahui, hak angket adalah hak DPR untuk menyelidiki pelaksanaan undang-undang atau kebijakan pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini dugaan itu menyasar soal penyalahgunaan UU KPK.
Setelah disahkan dalam paripurna lewat ketokan palu Fahri Hamzah, maka DPR tahapan berikutnya akan menggelar rapat Badan Musyawarah (Bamus) yang berisikan pimpinan DPR dan pimpinan fraksi, untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) hak angket.
ADVERTISEMENT
Tapi rapat Bamus itu baru akan digelar sekitar 3 minggu lagi, karena paripurna tadi sekaligus penutupan masa sidang. DPR sejak Sabtu (29/4) ini mulai memasuki masa reses.
"Pembentukan angket tentu akan dilakukan setelah 17 Mei, dan tentu kita melihat ada Bamus. Kalau fraksi tidak mengirimkan anggotanya (di rapat Bamus) maka Pansus tidak ada. Kita tunggu saja," ujar Fahri usai paripurna, Jumat (29/4).
Jika Pansus hak angket KPK ternyata terbentuk dalam rapat Bamus, UU MD3 memberi kewenangan tim itu untuk melakukan penyelidikan meminta keterangan dari pemerintah, saksi, pakar, organisasi profesi, atau pihak terkait lainnya.
Dalam hal ini, Miryam dan Novel bisa dipanggil Pansus Hak Angket KPK.
"Dalam melaksanakan tugasnya, panitia angket dapat memanggil warga negara Indonesia atau orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia untuk memberikan keterangan," bunyi Pasal 180 UU MD3.
ADVERTISEMENT
Mereka yang mendapat panggilan, wajib memenuhi panggilan panitia angket. Jika tidak memenuhi panggilan setelah dipanggil 3 kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, panitia angket dapat memanggil secara paksa dengan bantuan Polri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Panitia angket melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada rapat paripurna DPR paling lama 60 hari sejak dibentuknya panitia angket," bunyi Pasal 181 masih UU MD3.
Anggota Fraksi PDIP yang ikut meneken hak angket KPK, Masinton Pasaribu, menyebut hasil angket itu tergantung pada pendalaman masalah di Pansus. Tapi wujud akhirnya adalah rekomendasi.
Kesimpulan hak angket yang didapat setelah 60 hari bekerja itu, akan dibacakan dalam rapat paripurna DPR agar mendapat persetujuan dan ditindaklanjuti oleh KPK.
ADVERTISEMENT
Tapi tak sampai situ, pasal berikutnya masih di UU MD3 memberi jalan bagi upaya lebih jauh atas hak angket, yaitu Hak Menyatakan Pendapat (HMP). Hak ini menjadi 'senjata menakutkan' karena bahkan bisa memanggil Presiden dan Wapres.
"Apabila rapat paripurna DPR memutuskan bahwa pelaksanaan suatu undang-undang atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, DPR dapat menggunakan hak menyatakan pendapat," bunyi ayat 1 Pasal 182 UU MD3.
"Tapi hak angket tidak selalu berlanjut ke HMP (Hak Menyatakaan Pendapat). Kami tak sejauh itu," kata Masinton.
"Apabila rapat paripurna DPR memutuskan bahwa pelaksanaan suatu undang-undang atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, usul hak angket dinyatakan selesai dan materi angket tersebut tidak dapat diajukan kembali," bunyi ayat 2 Pasal 182 UU MD3.
ADVERTISEMENT
Baca juga: Kronologi Ricuh Paripurna Hak Angket KPK