Istana Jelaskan soal Pegiat Medsos yang Disebut Fadli Buzzer Jokowi

30 Agustus 2017 16:55 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jokowi Bukber dengan Pegiat Media Sosial (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi Bukber dengan Pegiat Media Sosial (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, mengkritik Presiden Joko Widodo yang kerap mengundang para pegiat media sosial ke Istana, untuk meminta masukan tentang isu-isu terkini, maupun cara mengelola medsos. Fadli menyebut mereka buzzer yang bisa menjadi masalah bagi negara.
ADVERTISEMENT
“Terkait dengan hal itu saya ingin mengkritik Presiden yang berkali-kali mengumpulkan buzzer-buzzer politik di Istana. Di tengah wabah ‘hoax’, ‘hate speech’, dan eksploitasi isu SARA di kalangan pengguna media sosial kita, mengumpulkan para buzzer pendukung pemerintah adalah bentuk komunikasi politik yang bermasalah dari seorang kepala negara," ucap Fadli dalam pesan singkat, Rabu (30/8).
"Kegiatan semacam itu sebaiknya disudahi, karena hanya akan merusak wibawa negara dan kontraproduktif dengan usaha Polri yang sedang membongkar mafia penyebar hoax dan kebencian di media sosial," imbuh Fadli.
Fadli Zon dan Setya Novanto (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Fadli Zon dan Setya Novanto (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Menurut Fadli, tindakan Presiden yang sering mengundang buzzer ke Istana itu hanya memperkuat kesan di masyarakat, pemerintah sebenarnya menerapkan standar ganda dalam urusan ‘hoax’ dan ujaran kebencian ini.
ADVERTISEMENT
Sebab, jika menyangkut para ‘buzzer istana’, tidak pernah ada tindakan hukum terhadap mereka, meskipun misalnya cuitan atau posting mereka di media sosial kerap kali meresahkan dan melahirkan perselisihan di tengah masyarakat,” ujar Fadli.
"Ini adalah tantangan bagi Polri. Mereka harus menyadari posisinya jika Polri adalah alat negara, dan bukan alat kekuasaan. Untuk itu mereka tidak boleh menerapkan standar ganda dalam pengusutan kasus ‘hoax’, ‘hate speech’, dan SARA di media sosial," imbuhnya.
Juru Bicara Presiden, Johan Budi, saat dimintai tanggapan, menolak istilah buzzer yang diberikan politikus Gerindra itu bagi para pegiat media sosial yang diundang ke Istana. Mereka diundang untuk berdiskusi dengan Jokowi.
"Bukan (buzzer). Itu kan banyak itu ada 80-an (orang). Ya itu netizen saja," kata Johan di Komplek Istana, Jakarta.
ADVERTISEMENT
"Di situ Presiden menyampaikan imbauan untuk tidak saling maki-memaki di media sosial kepada siapapun. Yang santun menggunakan media sosial. Di dalam pertemuan itu ya," tegas mantan pimpinan KPK itu.
Pertemuan Jokowi dengan pegiat media sosial sudah berlangsung beberapa kali. Terakhir pada hari Kamis, 24 Agustus 2017. Mereka yang diundang ke Istana Negara adalah selebgram dan selebtweet. Antara lain Chico Hakim, Agung Hapsah, Chandra Liow, Arief Muhammad, Tiara Pangestika, dan Nita Kartikasari.
Dalam itu, Presiden Jokowi mengingatkan untuk tidak ikut menyebarkan berita hoax itu. Hal itu disampaikan salah satu pegiat media sosial Cyril Raoul Hakim atau biasa disapa Chico Hakim.
"Pesan khususnya adalah hati-hati (jangan sebar berita hoax). Pada saatnya nanti kalian akan ditangkap. Jangan melakukan hal-hal yang menebar kebencian, hoax, dan lain-lain" kata Chico Hakim usai pertemuan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (24/8).
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi juga menginginkan agar pertemuan itu digelar rutin dua bulan sekali.
Jokowi Bukber dengan Pegiat Media Sosial (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi Bukber dengan Pegiat Media Sosial (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
Sebelumnya, komentar Fadli itu disampaikan terkait dengan pengungkapan kasus penyebar hoax di media sosial, Saracen. Menurut Fadli, pengungkapan kasus itu harus dilakukan terbuka dan tuntas, agar tak mengundang spekulasi dan fitnah.
“Kita mengapresiasi kerja kepolisian dalam pengungkapan kasus bisnis hoax dan isu-isu SARA. Tak bisa disangkal, hal-hal semacam itulah yang selama ini telah membuat demokrasi kita jadi tidak sehat," ucap Fadli.
“Hoax dan ujaran kebencian memang telah memperkeruh perpolitikan nasional, sekurang-kurangnya dalam lima tahun terakhir. Jika dibiarkan, hal itu bisa jadi bumerang bagi kehidupan kebangsaan kita yang plural dan majemuk. Untuk itu harus ada upaya penegakkan hukum yang tegas untuk mengatasinya. Dan tidak boleh ada tebang pilih di dalamnya," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Reporter: Ferio Pristawan