Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kiprah Sudirman Said, Ketua Tim Sinkronisasi Anies-Sandi
10 Mei 2017 13:09 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT
Mantan Menteri ESDM Sudirman Said, ditunjuk sebagai Ketua Tim Transisi Anies Baswedan-Sandiaga Uno, yang bertugas menyinkronkan program yang digagas Anies-Sandi, dengan program Pemprov DKI yang sudah ada.
ADVERTISEMENT
Tim ini diumumkan setelah rapat tertutup PKS dan Partai Gerindra malam tadi, guna menghadapi kepemimpinan Anies-Sandi di DKI. Sudirman yang sudah disiapkan sejak awal sebagai ketua tim, menyatakan kesiapannya.
"Kalau soal public service kita tidak pernah berhenti," ucap Sudirman Said kepada kumparan (kumparan.com), Rabu (10/5).
Bagaimana kiprah Sudirman Said hingga menjadi Ketua Tim Sinkronisasi?
Sudirman Said lahir di Brebes, Jawa Tengah pada 16 April 1963. Ia mengawali kariernya dengan menjadi lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) di tahun 1990. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya dengan mengambil master di Bidang Administrasi Bisnis dari George Washington University, Washington, DC, Amerika Serikat pada tahun 1994.
Sebelum menjadi Menteri ESDM, Sudirman Said bukanlah orang baru di sektor ESDM. Ia pernah menjabat sebagai Direktur Keuangan & Admin di PT. Petrokimia Nusantara Interindo tahun 2003-2005. Kemudian melanjutkan kariernya sebagai Staf Ahli Direktur Utama PT Pertamina di tahun 2007-2008. Sebelum diangkat menjadi Menteri ESDM, Sudirman Said tercatat menjadi Direktur Utama di PT. Pindad.
ADVERTISEMENT
Selain berkarier di pemerintahan, Sudirman Said juga pernah menjabat sebagai Wakil Dirut PT Petrosea Tbk dan juga Group Chief of Human Capital and Corporate Services di PT Indika Energy Tbk. Kedua perusahaan terbuka tersebut bergerak di bidang energi dan pertambangan.
Suara vokal Sudirman Said dalam menolak korupsi diwujudkannya dengan mendirikan dan menjadi ketua Badan Pelaksana Masyarakat Transparansi Indonesia bersama dengan Erry Riana (Mantan Pimpinan KPK), Kuntoro Mangkusubroto (Kepala UKP4), Sri Mulyani (Mantan Menteri Keuangan), dan beberapa tokoh lainnya.
Beberapa kasus yang pernah didorong untuk diselesaikan oleh badan ini, di antaranya Transparansi Anggota Kabinet tahun 2001, Korupsi Penyelewengan Dana Pemilu oleh Anggota KPU tahun 2004, serta Penyelesaian Kasus Bibit Chandra (Cicak versus Buaya). Untuk kasus terakhir ini, Sudirman bersama Rhenald Kasali dan Bambang Harimurti mendorong agar dua pimpinan KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah tidak dikriminalisasi.
ADVERTISEMENT
Selain mendirikan organisasi tersebut, Sudirman Said juga membentuk Indonesia Institute for Corporate Governance (IICG) pada 2 Juni 2000 untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan sehat.
Di kancah perpolitikan, yang paling fenomenal adalah saat dirinya ditunjuk Presiden Joko Widodo sebagai Menteri ESDM pada tahun 2014. Sebagai menteri ESDM, Sudirman dinilai banyak pihak memiliki terobosan program untuk kepentingan kedaulatan energi dan sumber daya Indonesia yang begitu kaya.
Apalagi Kementerian ESDM sempat dipersepsikan sebagai institusi lumbung korupsi berjemaah dan manipulasi uang negara berskala triliunan rupiah. Kementerian ini seperti menista prinsip good governance atau tata laksana pemerintahan yang baik dan benar.
Persepsi ini kemudian terbukti lewat beberapa kasus yang menyentakkan publik. Antara lain kasus korupsi yang melibatkan mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini, mantan Sekjen Kementerian ESDM Waryono Karno, juga mantan Menteri ESDM Jero Wacik.
ADVERTISEMENT
Rudi Rubiandini, Waryono Karno, dan Jero Wacik adalah korban praktik persekongkolan bisnis yang sudah membudaya di lingkungan Kementerian ESDM.
Budaya itu pula yang membuat kekuatan dan wibawa kementerian tersebut sebagai institusi negara tereliminasi akibat dikooptasi oleh sejumlah kelompok kepentingan. Mereka itulah yang mengendalikan atau mendikte dinamika kerja pemerintah di Kementerian ESDM.
Hal itu tidak bisa dipungkri, ada kelompok-kelompok kepentingan itu sangat powerful karena di belakang mereka ada godfather berjubah penguasa. Kalau kemauan kelompok itu tidak dipenuhi para birokrat di kementerian ESDM, mereka mengadu kepada sang godfather. Ujung-ujungnya, siapa saja yang melawan kelompok kepentingan itu diganti atau dirotasi.
Maka, butuh nyali ekstra besar untuk mewujudkan good governance di Kementerian ESDM ini. Bahkan ekstremnya, butuh nyawa cadangan. Ini yang kemudian menjadi tantangan tersendiri bagi Sudirman.
ADVERTISEMENT
Ia sadar dan dia tidak punya pilihan lain karena harus mengaktualisasi revolusi mental di Kementerian ESDM. Dia pun menabuh gong pembenahan ke dalam dan ke luar, tanpa kompromi.
Sudirman mengajak karyawan menjadikan kasus Jero Wacik dan Waryono Karno sebagai pembelajaran. Pada saat bersamaan, Sudirman juga merotasi dan memensiundinikan “raja-raja kecil” di Kementerian ESDM. Selain bertujuan memperbaiki kinerja institusi, itu juga sebagai efek kejut (shock therapy) bagi semua elemen di Kementerian ESDM.
Sudirman juga berupaya menumbuhkan semangat cinta negara dan semangat bela negara di sanubari karyawan Kementerian ESDM. Semua langkah pembenahan itu ternyata mendapatkan dukungan solid dari semua elemen di kementerian itu. Di sisi lain, pembenahan keluar dilakukan Sudirman dengan mencoret puluhan rekanan.
ADVERTISEMENT
Mereka dicoret, karena identitas mereka tidak jelas, termasuk kompetensi dan kredibilitas mereka tak bisa dipertanggugjawabkan. Mereka yang dicoret itu tak lebih dari kumpulan pemburu rente yang menjadikan Pertamina sebagai sapi perah, sehingga keuangan negara selama ini banyak dirugikan. Pembenahan internal dan eksternal itu terbukti berisiko.
Kamis (10/9) sekitar pukul 12.00 WIB, kantor Sudirman di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, ditembaki orang. Penembakan itu bisa dimaknai sebagai pesan atau refleksi kemarahan pihak tertentu terhadap langkah-langkah Sudirman.
Saat penembakan itu terjadi, pembenahan internal Kementerian ESDM masih berproses. Tetapi, beberapa bulan sebelumnya, tepatnya Mei 2015, Sudirman merampungkan satu pekerjaan besar dan sensitif. Dia membubarkan Pertamina Energy Trading Limited (Petral), anak perusahaan Pertamina yang selama ini berperan mengimpor bahan bakar minyak (BBM).
ADVERTISEMENT
Petral dibubarkan karena menjadi benalu. Kini Pertamina bisa menghemat Rp 250 miliar per hari karena kerja impor BBM tidak lagi dilaksanakan oleh Petral. Kini, 80 persen impor BBM dikerjakan sendiri oleh Pertamina, sementara sisanya oleh rekanan tepercaya.
Sudirman juga tidak merespons permintaan perpanjangan kontrak yang diajukan PT Freeport Indonesia. Dia minta Freeport fokus menyelesaikan kontrak terkini yang baru berakhir pada tahun 2021. Bagi dia, negosiasi perpanjangan kontrak baru dilakukan setelah pemerintah merampungkan penataan peraturan perundang-undangan di sektor migas dan pertambangan umum.
Sudirman meminta dewan pimpinan Freeport mengubah metode pendekatan. Ekstremnya, dia minta Freeport bermain bersih. Dalam sebuah kesempatan berdiskusi dengan Chairman of Board of Freeport McMoran Copper & Gold Inc, Jim Bob Moffet, Sudirman menegaskan bahwa Freeport jangan berasumsi bisa “bermain” dengan pola lama.
ADVERTISEMENT
Freeport sudah mengamini pendirian pemerintah, dan negosiasi perpanjangan kontrak baru dilakukan pada tahun 2019.
Namun segala hal yang terkait prestasinya tersebut sirna setelah Jokowi mencopotnya sebagai menteri pasca kasus Papa Saham yang melegenda itu. Ia kemudian digantikan dengan Arcandra Tahar pada Juli 2016.
Sudirman saat itu sosok yang pertama kali membongkar kasus dugaan pencatutan nama Presiden Jokowi oleh Setya Novanto dan Riza Chalid terkait penyelesaian tentang kelanjutan kontrak PT Freeport Indonesia. Diduga, Novanto cs meminta agar PTFI memberikan saham yang disebutnya akan diberikan kepada Presiden RI Joko Widodo dan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla. Novanto juga meminta agar diberi saham suatu proyek listrik yang akan dibangun di Timika, dan meminta PTFI menjadi investor sekaligus off taker (pembeli) tenaga listrik yang dihasilkan dari proyek tersebut.
ADVERTISEMENT
Setelah kejadian itu, Novanto sempat diganti sebagai ketua DPR karena diduga melanggar kode etik. Namun sayangnya, Sudirman juga belakangan dicopot, padahal bertindak sebagai whistleblower. Lewat berbagai manuver hukum dan politik, Novanto kemudian bisa duduk kembali sebagai ketua DPR. Sudirman? Tidak.
Kini Sudirman punya amanah untuk mengantarkan Anies-Sandi ke panggung pelantikan gubernur dan wakil gubernur pada Oktober 2017. Bersama 7 orang lainnya, tim sinkronisasi harus memastikan program Anies-Sandi sudah matang, sehingga pasca pelantikan langsung lari bekerja.