Yusril: Perppu Ormas Lebih Kejam dari Penjajah Belanda dan Orba

14 Juli 2017 10:38 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Yusril Ihza Mahendra di Kompleks Parlemen (Foto: Antara/M. Agung Rajasa)
zoom-in-whitePerbesar
Yusril Ihza Mahendra di Kompleks Parlemen (Foto: Antara/M. Agung Rajasa)
ADVERTISEMENT
Pakar Hukum Tata Negara yang juga pengacara Hibut Tahrir Indonesia (HTI), Yusril Ihza Mahendra, terus mengkritik sikap pemerintah yang menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Ormas.
ADVERTISEMENT
Kali ini, Yusril menyebut Perppu Ormas lebih kejam daripada penjajahan Belanda, orde lama dan orde baru. Yusril memulai paparannya dengan menyebut masih banyak warga bahkan pimpinan ormas Islam yang mengira Perppu ini adalah Perppu tentang Pembubaran HTI.
Padahal, Perpu Nomor 2 Tahun 2017 ini adalah Perppu tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, yang isinya norma atau aturan tentang berbagai hal tentang organisasi kemasyarakatan. Perpu ini berlaku umum terhadap ormas apun juga di negara ini.
"Perppu No. 2 Tahun 2017 ini memberikan peluang seluas-luasnya kepada Pemerintah, khususnya Mendagri dan Menkumham untuk menilai apakah suatu ormas itu antara lain 'menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila' sebagaimana diatur dalam Pasal 59 ayat (4) huruf c Perpu ini," ucap Yusril dalam rilisnya, Jumat (14/7).
Presiden saat Sidang Kabinet di Istana Bogor. (Foto: Biro Pers Istana Kepresidenan)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden saat Sidang Kabinet di Istana Bogor. (Foto: Biro Pers Istana Kepresidenan)
Terhadap ormas yang melanggar pasal di atas, dijatuhi sanksi administratif dan/atau sanksi pidana. Jadi bisa dikenakan salah satu atau kedua-duanya. Sanksi administratif bagi ormas berbadan hukum yang terdaftar di Kemenhumkam adalah pencabutan status badan hukum oleh Menkumham. Pencabutan status badan hukum tersebut, menurut Pasal 80A Perpu ini sekaligus disertai dengan pernyataan pembubaran ormas tersebut.
ADVERTISEMENT
"Semua proses di atas berlangsung cukup dilakukan oleh Menkumham, baik sendiri ataupun meninta pendapat pihak lain. Tetapi proses pembubaran ormas tersebut dilakukan Menkumham tanpa proses pengadilan," ujarnya.
"Inilah esensi perbedaan isi Perpu ini dengan UU No. 17 Tahun 2013, yang mewajibkan Menkumham untuk lebih dulu meminta persetujuan pengadilan jika ingin membubarkan ormas. Ormas yang akan dibubarkan itu berhak untuk membela diri di pengadilan," lanjut Yusril.
"Dalam praktiknya nanti, Presiden bisa secara diam-diam memerintahkan Menkumham untuk membubarkan ormas, tanpa Menkumham bisa menolak kemauan Presiden," lanjutnya.
Selain sanksi administratif di atas, ada sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada 'setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus Ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung menganut faham yang bertentangan dengan Pancasila dan melanggar ketentuan Pasal 59 ayat (4) tadi, dapat dipidana seumur hidup atau pidana penjara penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun
ADVERTISEMENT
Dapat pula dikenai dengan pidana tambahan sebagaimana diatur peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan seperti ini sebelumnya tidak ada dalam UU No. 17 Tahun 2014 tentang Ormas.
"Jadi kalau ormas itu punya anggota 1 juta orang, maka karena organisasinya dianggap bertentangan dengan Pancasila dan melanggar ketentuan Pasal 59 ayat (4) Perpu ini, maka 1 juta orang itu semuanya bisa dipenjara seumur hidup, atau paling minimal penjara 5 tahun dan maksimal 20 tahun," terang Yusril.
"Ketentuan seperti ini sepanjang sejarah hukum di negeri kita sejak zaman penjajahan Belanda sampai zaman Orde Lama, Orde Baru dan reformasi belum pernah ada, kecuali di zaman Presiden Jokowi ini," kritiknya.
Terhadap parpol yang dibubarkan di zaman Orde Lama seperti Masyumi dan PSI, atau PKI yang dibubarkan di awal zaman Orba, ketentuan untuk memenjarakan semua anggota parpol yang bertentangan dengan dasar negara Pancasila itu, tidak pernah ada.
ADVERTISEMENT
"Kalau kepada partai yang dibubarkan saja, anggota-anggotanya tidak otomatis dipidana, apalagi terhadap anggota ormas yang dibubarkan di zaman Orla dan Orba," katanya.
Karena itulah Yusril mengingatkan ormas-ormas Islam yang sangat antusias dengan lahirnya Perpu ini, karena mengira Perpu ini adalah Perpu pembubaran HTI atau ormas-ormas Islam 'radikal', agar hati-hati dalam mengambil sikap.
Jokowi dalam Sidang Kabinet Paripurna (Foto: Kementerian Pertanian)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi dalam Sidang Kabinet Paripurna (Foto: Kementerian Pertanian)
"Sebab dengan Perpu ini, ormas manapun yang dibidik. Bisa saja diciptakan opini negatif, lantas kemudian diberi stigma sebagai ormas 'anti Pancasila' untuk kemudian secara sepihak dibubarkan oleh Pemerintah," sebut Yusril.
Ormas-ormas Islam dan juga ormas-ormas lain, termasuk yayasan dan LSM, justru kata Yusril, harus bersatu melawan kehadiran Perpu yang bersifat otoriter ini, dengan tetap menggunakan cara-cara yang sah dan konstitusional.
ADVERTISEMENT
"Kepada partai-partai politik yang punya wakil di DPR, saya berharap mereka akan bersikap kritis terhadap Perpu ini. Telaah dengan mendalam isi beserta implikasi-implikasinya jika Perpu ini disahkan DPR menjadi undang-undang," tutupnya.
Sebelumnya, Menkopolhukam Wiranto menolak anggapan pemerintah dalam menindak ormas sehingga perlu menerbitkan Perppu. Wiranto juga heran ada masyakarat yang menolak Perppu.
"Ada yang bilang pemerintah diktator ini. Diktator itu final, berhenti, enggak boleh hidup kamu, kan begitu. Ini kan enggak," kata Wiranto di Galeri Nasional, Jakarta Pusat, Kamis (13/7).