Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Melestarikan Warisan Budaya: Desa Adat Penglipuran Sebagai Desa Wisata Edukasi
15 Mei 2024 18:15 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Pendidikan Sejarah 4A Universitas Negeri Semarang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jika berbicara tentang Bali, nama Desa Adat Penglipuran tentu sudah tak terdengar asing di telinga kita. Julukan ‘Desa terbersih di dunia’ yang disandang bukanlah isapan jempol semata, melainkan sebuah fakta yang dapat dilihat oleh mata. Kebersihan Desa Adat Penglipuran dapat terlihat dari jalanannya yang bebas dari sampah serta selokan yang bersih tanpa sumbatan sehingga tak heran jika Desa Adat Penglipuran dijuluki sebagai desa terbersih di Asia pada tahun 2023. Gambaran sekilas tentang gaya hidup masyarakat adat yang dinamis dan teratur menjadikan Desa Adat Penglipuran banyak dikunjungi oleh para pelancong lokal ataupun manca negara.
ADVERTISEMENT
Desa Adat Penglipuran berlokasi di Kecamatan Bangli, Provinsi Bali. Desa ini dulunya merupakan kawasan dari hutan bambu yang para pendahulunya berasal dari Desa Bayung Gede. Dahulu masyarakat Bayung Gede merupakan orang-orang yang ahli dalam kegiatan agama, adat dan pertahanan (Cahyani dkk., 2023). Ketua Adat Desa Penglipuran, I Wayan Budiarta menyatakan bahwa nama Penglipuran sendiri berasal dari kata ‘pangeling’ yang artinya pengingat dan ‘pura’ yang merupakan tempat leluhur. Selain itu, banyak juga masyarakat yang menyebutkan bahwa Penglipuran diartikan sebagai ‘Penglipur Lara’ yang berarti menenangkan jiwa.
Ketika melangkah ke Desa Adat Penglipuran, sensasi perjalanan waktu seketika menghampiri. Suasana alam yang tenang dikelilingi tanaman hijau subur dengan dentingan musik tradisional yang sesekali terdengar seolah membawa kita kembali ke masa lalu. Desa Adat Penglipuran merupakan Desa Adat di Bali yang masih menerapkan tradisi Bali kuno. Hal ini dapat dilihat dari struktur tata pemerintahan atau aturan yang disebut awig-awig. Awig-awig merupakan sekumpulan norma-norma yang mencakup aturan baik tertulis maupun tidak tertulis beserta konsekuensi yang menggiringinya (Ristini & Citra, 2022). Dalam wawancara, I Wayan Budiarta selaku Ketua Adat menyebutkan bahwa aturan tersebut dibuat oleh pemerintah dan disesuaikan dengan kondisi dari desa itu sendiri. Bahkan para pengunjung yang datang di Desa Adat Penglipuran juga tak luput dari aturan menjaga kebersihan. Mereka dihimbau untuk membuang sampah pada tempatnya dan menjaga kedamaian desa.
ADVERTISEMENT
Desa Adat Penglipuran memiliki keunikan yang membedakannya dari desa-desa lain di Bali. Desa ini masih teguh menjaga adat istiadat dan tradisi leluhur. Tata ruang desa yang rapi dan asri dengan rumah-rumah tradisional bertembok batu kapur dan atap jerami menjadi daya tarik utama bagi wisatawan. Keunikan Penglipuran terletak pada tata ruang dan arsitekturnya yang tradisional. Desa ini ditata sedemikian rupa sesuai dengan konsep "Tri Hita Karana" yang menekankan keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam. Kearifan lokal dari desa ini juga dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti menjaga kebersihan lingkungan, melestarikan hutan bambu, dan menerapkan sistem ‘subak’ dalam bercocok tanam. Mengutip Lestari, Tri Hita Karana sendiri merupakan gagasan hidup yang sangat erat dalam kehidupan masyarakat Bali yang memiliki tiga nilai penting didalamnya yaitu akhlak terhadap Tuhan Yang Maha Esa (Parhyangan), akhlak terhadap manusia (Pawongan), dan akhlak terhadap lingkungan (Palemahan).
ADVERTISEMENT
Konsep Tri Hita Karana mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang realitas dengan menanamkan nilai religius, nilai sosial, nilai keadilan, nilai kejujuran, dan saling menghargai (Jaya, 2019). Dengan gagasan ini Tri Hita Karana kemudian dijadikan sebagai acuan dalam proses pendidikan terutama untuk anak-anak sekolah dasar dalam membentuk karakter diri. Melalui gagasan Tri Hita Karana peserta didik diharapkan mampu membentuk karakter diri yang cerdas, memiliki akhlak yang mulia, memiliki sikap religius, memiliki rasa kepedulian terhadap ligkungan, dan kepedulian antar sesama.
Desa Adat Penglipuran menawarkan gambaran menyeluruh tentang cara hidup dan adat istiadat masyarakat tradisional Bali. Rutinitas sehari-hari penduduk desa berakar kuat pada tradisi budaya dan komitmen melestarikan tradisi tersebut untuk generasi mendatang. Mereka yakin bahwa gaya hidup tersebut merupakan aset yang sudah selayaknya dihargai dan dibagikan pada dunia. Pelestarian nilai-nilai adat istiadat dapat terlihat dengan keaktifan penduduk desa dalam melakukan berbagai ritual dan upacara sebagai bentuk permohonan berkah dan penghormatan pada leluhur. Desa ini menjunjung tinggi filosofi Hindu yang mengedepankan hubungan damai antara Tuhan, umat manusia, dan lingkungan hidup (Jayanti dkk., 2022). Berdasarkan keunikannya itu, Desa Adat Penglipuran kemudian menjadi landasan pengembangan pariwisata berkelanjutan dan berhasil meningkatkan taraf hidup warganya dan menciptakan lapangan kerja melalui pemberdayaan masyarakat lokal.
ADVERTISEMENT
Desa Adat Penglipuran tidak hanya mengandalkan keindahan pemandangannya saja dimana untuk menampung wisatawan dilakukan perbaikan infrastruktur wisata seperti jalan menuju tempat wisata populer, pilihan tempat makan, dan penginapan sebagai prioritas utama. Bahkan beberapa penduduk desa juga menjadikan halaman rumah mereka sebagai tempat menjual cenderamata dan penyewaan baju tradisional Bali. Pengunjung juga dapat menikmati kehangatan dan keaslian kehidupan desa melalui kegiatan tradisional yang diselenggarakan di balai adat dan tempat wisata yang membawa kembali tradisi leluhur. Penglipuran dilengkapi dengan penataan ruang yang terencana dengan baik, rumah-rumah penduduk yang ditata dengan taman-taman indah di depannya dan satu jalan utama yang sejajar dengannya memberikan pengalaman istimewa dan mempesona bagi para tamu. Dengan melestarikan konstruksi asli saat merenovasi bangunan tua, keaslian desa dan pesona budaya tetap terjaga.
ADVERTISEMENT
Lebih dari sekadar desa wisata biasa, Desa Penglipuran menawarkan pengalaman edukasi bagi para pengunjung. Pengunjung dapat belajar tentang berbagai aspek budaya Bali, seperti arsitektur tradisional, sistem kekerabatan, adat istiadat, dan berbagai ritual keagamaan. Dengan demikian, dijadikannya Desa Adat Penglipuran sebagai desa wisata edukasi memberikan manfaat bagi berbagai pihak, antara lain:
1. Bagi masyarakat desa: Meningkatkan pendapatan ekonomi melalui sektor pariwisata, melestarikan budaya dan tradisi, serta memperkuat rasa persatuan dan kesatuan masyarakat.
2. Bagi wisatawan: Memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru tentang budaya Bali, menikmati keindahan alam dan arsitektur tradisional, serta mendapatkan edukasi tentang nilai-nilai budaya yang luhur.
3. Bagi pemerintah: Mendukung pengembangan pariwisata budaya di Bali, melestarikan warisan budaya nasional, dan mempromosikan citra positif Indonesia di mata dunia.
ADVERTISEMENT
Desa Adat Penglipuran di Bali merupakan sebuah contoh nyata bagaimana warisan budaya dapat dilestarikan dan dipadukan dengan modernitas. Desa ini tidak hanya menawarkan keindahan alam dan arsitektur tradisional yang menawan, tetapi juga berperan sebagai desa wisata edukasi yang memperkenalkan budaya Bali kepada para pengunjung. Oleh karena itu sudah sepatutnya keunikan serta kebudayaan di Desa Adat Penglipuran terus dilestarikan.
Referensi:
Cahyani, I., Irfananda, O., Anggraini, M. S., Zaini, A., Prasetya, E. A. N., & Fatih, S. A. (2023). Efektifitas Peraturan Desa (Awig-Awig) Bagi Masyarakat Desa Adat Penglipuran. In Adat Bali dalam Diskursus Generasi Z (135-143). Malang: Inara Publisher.
Jaya, K. A. (2019). Membangun Mutu Pendidikan Karakter Siswa Melalui Implementasi Ajaran Tri Hita Karana. Jurnal Penjaminan Mutu, 5(1), 57-67.
ADVERTISEMENT
Jayanti, I. G., Rupa, I. W., Setyananda, I. M., Putra, I. K., Rema, I. N., Sumarja, I. M., & Sumerta, I. M. (2022). Nilai Kearifan Lokal Dalam Upaya Pelestarian Kebudayaan Di Bali. Jurnal Ilmu Agama & Kebudayaan, 113.
Lestari, N. A. P., Sutajaya, I. M., & Suja, I. W. (2024). Membentuk Karakter Siswa Di Sekolah Dasar Dengan Menerapkan Konsep Tri Hita Karana. Jurnal Ilmiah Pendidikan Citra Bakti, 11(1), 139-151.
Ristini, N. K., & Citra, M. E. A. (2022). Peranan Desa Adat Dalam Pengembangan Desa Wisata Di Desa Penglipuran. Jurnal Hukum Mahasiswa, 2(02), 444-457.
Mahasiswa Pendidikan Sejarah 4A, Universitas Negeri Semarang