Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
Relasi Negara Terhadap Bantuan Hukum : Kewajiban atas Pemenuhan Hak Fakir Miskin
13 Januari 2025 10:00 WIB
·
waktu baca 10 menitTulisan dari Muhamad Khoerul Umam tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hak atas bantuan hukum termasuk hak asasi manusia. Perkembangan bantuan hukum tidak hanya dalam konteks pembelaan korban pelanggaran hak-hak sipil dan politik, namun juga menjadi salah satu metode dalam promosi dan pembelaan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Indonesia telah meratifikasi Kovenan Internasional tentang hak-hak sipil dan politik yang pada pasal 16 dan pasal 26 dalam Konvensi tersebut menjamin persamaan kedudukan dihadapan hukum (equality before the law). Semua orang berhak atas perlindungan hukum serta harus dihindarkan adanya diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik berbeda, atau status-status lainnya (A. Patra M. Zen; Daniel Hutagalung; Abdul Rahman Saleh; Adnan Buyung Nasution; Stewart Fenwick 2006).
ADVERTISEMENT
Hak untuk memperoleh bantuan hukum adalah hak mendasar bagi seseorang yang terkena masalah hukum. Memperoleh banntuan hukum adalah salah satu upaya untuk memberikan akses keadilan bagi mereka yang berurusan denga masalah hukum. Memperoleh bantuan hukum juga merupakan implementasi daripada prinsip equality before the law bahwa semua orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Pemberian bantuan hukum juga sebagai sarana penunjang bagi penegakan hukum untuk memberikan usaha perlindungan hak-hak asasi manusia dari tindakan kesewenang-wenangan aparat penegak hukum. Selain itu, bantuan hukum juga instrumen utama dalam memberikan perlindungan hak asasi manusia, khususnya terhadap hak atas kebebasan dan hak atas jiwa raga tersangka atau terdakwa. Bila tidak mendapatkan bantuan hukum, hak-hak warga ini tidak ada artinya apabila secara sewenang-wenang negara melalui aparatnya membunuh, menangkap, menahan, menyiksa, menggeledah, dan menyita barang warga negara dengan serampangan.
ADVERTISEMENT
Saat berhadapan dengan hukum, tidak semua masyarakat memiliki kemampuan pembiayaan bantuan hukum. Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh instansi atau lembaga terkait sebagai pemberi bantuan hukum bagi masyarakat miskin diantaranya adalah sulitnya memperoleh Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), atau adanya intervensi agar tidak didampingi oleh penasehat hukum karena ketakutan dengan hukuman yang justru lebih berat apabila didampingi dan lain sebagainya. Selain itu, belum konkrit tentang kualifikasi masyarakat yang dikatakan miskin sehingga menimbulkan berbagai macam interpretasi tentang masyarakat yang dikategorikan miskin. Keterbatasan anggaran juga menjadi faktor dalam pemberian bantuan hukum kepada masyarakat miskin. Terbatasnya anggaran penyelenggaraan bantuan hukum yang dialokasikan kepada kantor wilayah Kemenkumham sangat membutuhkan peran serta dari pemerintah daerah. Perlu adanya dukungan dari pemerintahan daerah untuk mendukung anggaran bantuan huku nagi masyarakat yang tidak mampu untuk dapat dialokasikan dalam APBD sebagaimana diatur dalam UU Bantuan Hukum passal 19 ayat (1) dan ayat (2) bahwa daerah dapat mengalokasikan dana penyelenggaraan bantuan hukum dalam APBD dan ditetapkan dengan Perda.
ADVERTISEMENT
Kewajiban Negara Dalam Memberikan Bantuan Hukum Untuk Mewujudkan Kesjahteraan
Berkaitan dengan bantuan hukum penulis menyoroti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 88/PUU-X/2012 tanggal 19 Desember 2013, perkara yang diajukan oleh pemohon Dominggus Maurits Luitnan, S.H, dkk. Pada putusan tersebut, pertimbangan hukum Mahkamah menyatakan bahwa Undang-Undang Bantuan Hukum adalah berbeda dengan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang kemudian selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang Advokat. UU Bantuan hukum mengatur tentang pemberian bantuan hukum yang diberikan oleh negara kepada orang atau kelompok orang miskin, sedangkan pemberian bantuan hukum secara Cuma-Cuma yang dilakukan oleh advokat adalah bentuk pengabdian yang diwajibkan oleh Undang-Undang kepada para advokat untuk klien yang tidak mampu. Adapun cara negara memberikan bantuan hukum tersebut dengan menyediakan dana kepada pemberi bantuan hukum, yaitu melalui lembaga bantuan hukum, organisasi kemasyarakatan, perguruan tinggi, dan lain sebagainya yang telah ditentukan oleh Undang-Undang. Oleh karena pemberian bantuan hukum adalah kewajiban negara, maka negara dapat juga untuk menentukan syarat-syarat bagi pemberi dan penerima bantuan hukum, termasuk advokat sebagai pemberi bantuan hukum dalam UU Bantuan Hukum. Apabila advokat memberikan bantuan hukum sebagaimana dalam UU Bantuan Hukum, maka pemberian bantuan hukum yang diberikan adalah pelaksanaan bantuan hukum oleh negara, bukan merupakan pengabdian advokat dengan memberikan bantuan hukum cuma-cuma sebagaimana yang diatur dalam UU Advokat (Mahkamah Konstitusi 2012).
ADVERTISEMENT
Dengan demikian keterlibatan negara dalam semua sektor kehidupan dan penghidupan dalam rangka menciptakan kesejahteraan umum itu mutlak harus dipenuhi. Manusia sebagai makhluk individu yang bebas dan merdeka yang senantian harus saling menghormati setip haknya dan tidak boleh di langgar. Setiap orang mempunyai tanggung jawab untuk memastikan sejauh mungkin hak orang lain itu bisa dihormati. Thomas Paine dalam bukunya Rights of Man (Binziad Kadafi 2001) yang menyatakan bahwa hak asasi manusia secara universal secara fundamental terbagi kedalam tiga kerangka besar yaitu hak sipil dan politik, hak ekonomi, sosial dan budaya, serta hak manusia sebagai suatu bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri. Hak sipil dan politik mencakup juga hak asasi dalam bidang hukum yaitu mendapatkan persamaan dibidang hukum dan hak untuk dibela advokat atau penasehat hukum. Hal ini juga diperkuat dalam Universal Declaration of Human Rights dalam pasal 6 yang menyatakan bahwa dijamin hak setiap orang untuk mendapatkan pengakuan dan persamaan di hadapan hukum (everyone has the right to recognition everywhere as a person before the law).
ADVERTISEMENT
Persamaan dihadapan hukum dan hak untuk dibela oleh advokat atau penasehat hukum adalah hak asasi manusia yang perlu dijamin dalam kerangka mencapai keadilan sosial, hal tersebut juga merupakan salah satu upaya untuk mengentaskan kemiskinan khususnya pada bidang hukum. Karena tidak semua masyarakat mempunyai kemampuan untuk menggunakan jasa advokat atau penasehat hukum untuk membela kepentingan mereka dalam memperoleh keadilan. Sebagian besar masyarakat masih hidup dibawah garis kemiskinan dan kurangnya pengetahuan mereka akan hukum ditambah lagi dengan rendahnya budaya hukum dan tingkat kesadaran hukum. Pelaksanaan bantuan hukum sangat diperlukan untuk menjamin dan mewujudkan persamaan dihadapan hukum bagi setiap orang terutama fakir miskin. Hal ini juga merupakan dalam rangka mewujudkan prinsip fair trial dimana bantuan hukum yang dilaksanakan oleh advokat dalam rangka proses penyelesaian suatu perkara, baik pada tahap penyidikan hingga pada tahap pemeriksaan di persidangan. Hal demikian juga dimaksudkan untuk mengawal proses hukum agar sesuai dengan aturan yang berlaki, terlebih lagi ia dapat memberikan argumentasi hukum dipersidangan dalam rangka mewakili klien yang dibelanya. Bantuan hukum ini akan sangat terasa ketika anggota masyarakat masuk kedalam rangkaian proses hukum yang dimana ia memiliki hak untuk mendapatkan pembelaan dari advokat untuk menjamin terciptanya proses hukum yang adil (due process of law) dan mencegah terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak individu oleh negara ketika berhadapan dengan kepentingan negara dalam suatu perkara hukum. Karena hal demikianlah perlu adanya jaminan negara kepada warganya untuk mendapatkan bantuan hukum.
ADVERTISEMENT
Selain sebagai kewajiban bagi negara, bantuan hukum juga berorientasi pada perwujudan kesejahteraan dengan menyediakan bantuan hukum dalam APBN melalui tanggung jawab konstitusionalnya yaitu mendanai seluruh program yang berkaitan dengan bantuan hukum. Hal demikian sebagai perwujudan tanggung jawab negara terhadap fakir miskin yang diatur dalam konstitusi negara yaitu pasal 34 ayat 1 UUD 1945. Hak-hak mereka (fakir miskin) yang telah diakui oleh konstitusi menjadi sangat relevan untuk mendapatkan dukungan dengan dana yang diperoleh dari negara ataupun masyarakat untuk memastikan kesejahteraanya termasuk mendapatkan bantuan hukum secara gratis.
Bantuan Hukum adalah Hak Konstitusional
Dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 88/PUU-X/2012 penulis melihat bahwa para pihak yang dapat memberikan bantuan hukum kepada warga negara miskin dan tidak mampu yang menjadi hak konstitusional diperluas, hal ini termaktub didalam pertimbangan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa UU Bantuan Hukum menjelaskan dan memperluas para pihak yang dapat memberikan bantuan hukum. Bukan hanya terbatas pada advokat saja melainkan paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum termasuk mahasiswa fakultas syariah, perguruan tinggi militer, dan perguruan tinggi kepolisian yang direkrut sebagai pemberi bantuan hukum.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan putusan tersebut telah jelas bahwa pelayanan pemberian bantuan hukum oleh dosen dan mahasiswa fakultas hukum adalah tindakan yang harus diwujudkan dan merupakan perwujudan dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pengabdian kepada masyarakat. Oleh karena itu, Mahkamah berpendapat bahwa penanganan persoalan hukum dimasyarakat termasuk pemberian bantuan hukum kepada warga negara miskin dan tidak mampu dapat dilakukan oleh paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum dan tunduk pada hukum acara yang sama.
Dalam pemberian bantuan hukum, perlu diperhatikan bahwa yang harus memperoleh bantuan hukum adalah fakir miskin dan bantuan tersebut diberikan secara Cuma-Cuma. Memberikan bantuan hukum secara Cuma-Cuma adalah fungsi dari peranan advokat dalam rangka memperjuangkan hak asasi manusia. Berdasarkan konstitusi pasal 1 ayat 3 Indonesia merupakan negara hukum, prinsip dasar negara hukum dibagi menjadi tiga yaitu supremasi hukum, persamaan dihadapan hukum, dan penegakan hukum dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum. Konstitusi juga memberikan amanat kepada negara melalui pasal 34 ayat 1 bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Dengan demikian negara mengakui adanya hak ekonomi, sosial, budaya, sipil, dan politik masyarkat yang digolongkan tidak mampu. Mereka juga berhak untuk mendapatkan bantuan hukum baik didalam maupun diluar pengadilan (legal aid) sama seperti orang yang mampu mendapatkan bantuan hukum dari advokat. Dengan demikian, bantuan hukum adalah tugas dan tanggung jawab negara dan merupakan hak konstitusional setiap warga negara termasuk warga negara yang tidak mampu.
ADVERTISEMENT
Dalam konsep ini, penulis menyebutnya sebagai konsep bantuan hukum konstitusional. Pada konsep bantuan hukum konstitusional ini adalah bantuan hukum yang diperuntukan untuk rakyat miskin dalam kerangka usaha dan tujuan yang lebih luas, seperti menyadarkan hak-hak masyarakat miskin sebagai subjek hukum, penegakan dan pengembangan nilai-nilai hak asasi manusia sebagai sendi utama bagi tegaknya negara hukum. Bantuan hukum konstitusional ini memiliki sifat yang lebih proaktif dalam memberikan bantuan hukum, bukan saja menyasar pada kepentingan individual namun juga menyasar pada kelompok-kelompok masyarakat secara kolektif. Cara pendekatan yang dilakukannya bukan hanya legal formal melainkan melalui jalan politik dan negosiasi karena permasalahan hukum tidak hanya berkutat pada jalur hukum yang berlaku namun juga dapat ditempuh melalui jalan politik dan negosiasi. Oleh karenanya, kampanye penghapusan ketentuan hukum yang membatasi ruang gerak dmokratis dan hak asasi, melakukan controlling terhadap birokrasi pemerintahan, memberikan pendidikan hukum menjadi bagian paling esensial dalam bantuan hukum konstitusional ini.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, orientasi bantuan hukum ini cukup luas bukan hanya terbatas pada pelayanan hukum didalam maupun diluar persidangan melainkan dalam rangka mewujudkan negara hukum yang berlandaskan pada prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. Bantuan hukum untuk rakyat miskin juga dipandang sebagai kewajiban dalam rangka penyadaran meraka sebagai subjek hukum yang memiliki hak-hak yang sama seperti masyarakat-masyarakat lain pada umumnya.
Kesimpulan
Relasi negara terhadap bantuan hukum adalah dengan memberikan bantuan hukum secara Cuma-Cuma terhadap fakir miskin sebab hal yang demikian adalah kewajiban negara dalam rangka pemenuhan hak konstitusional warga negaranya. Persamaan semua orang dihadapan hukum termasuk fakir miskin untuk mendapatkan hak untuk dibela oleh advokat atau penasehat hukum adalah hak asasi manusia yang perlu dijamin untuk mencapai keadilan sosial, tindakan yang demikian juga merupakan upaya dalam mengentaskan kemiskinan khususnya dalam bidang hukum. Pemberian bantuan hukum juga bukan merupakan tanggung jawab advokat saja, namun dosen, paralegal, mahasiswa fakultas hukum atau syariah juga memiliki tanggung jawab dalam memberikan bantuan hukum. Dengan begitu, para pencari keadilan yang tidak mampu atau digolongkan dalam fakir miskin harus mendapatkan bantuan hukum dalam prosesnya mendapatkan keadilan. Konsepsi dalam bantuan hukum konstitusional bukan hanya terbatas pada pelayanan hukum didalam maupun diluar pengadilan melainkan lebih dari itu, bantuan hukum konstitusional berorientasi untuk mewujudkan negara hukum yang berlandaskan prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. Bantuan hukum untuk fakir miskin dipandang sebagai kewajiban dalam rangka penyadaran subjek hukum yang memiliki hak-hak yang sama dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
Daftar Referensi
A. Patra M. Zen; Daniel Hutagalung; Abdul Rahman Saleh; Adnan Buyung Nasution; Stewart Fenwick. 2006. Panduan Bantuan Hukum Indonesia: Pedoman Anda Memahami Dan Menyelesaikan Masalah Hukum. Jakarta: YLBHI dan PSHK. https://lib.ui.ac.id/detail?id=20138150&lokasi=lokal.
Binziad Kadafi. 2001. Advokat Indonesia Mencari Legitimasi : Studi Tentang Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia. Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Keibijakan Indonesia (PSHK). https://simpus.mkri.id/opac/detail-opac?id=9258.
Mahkamah Konstitusi. 2012. “PUTUSAN Nomor 88/PUU-X/2012.” Putusan Mahkamah Konstitusi, 32.
Undang – Undang Dasar 1945
Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum
Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat