DEMOKRASI KITA:

Muhamad Ngafifi
Bekerja dengan totalitas, integritas, komitmen, dan ikhlas untuk perubahan yang lebih baik bagi diri sendiri dan orang lain.
Konten dari Pengguna
23 April 2019 11:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhamad Ngafifi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
PILPRES "MENGGUGAH" ATAU "MENGGUGAT"???
Pada tanggal 17 April 2019, kita semua menjadi saksi sejarah adanya perubahan dalam pelaksanaan sistem demokrasi di Indonesia. Pemilihan Umum 17 April 2019 merupakan Pemilu yang ke-12 (1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, 2014, 2019) sejak kemerdekaan dan Pemilu ke-5 sejak era reformasi 1998. Pesta demokrasi lima tahunan yang kita kenal dengan Pemilihan Umum (Pemilu) sebagai ajang pesta demokrasi bagi rakyat Indonesia dilaksanakan secara serentak antara Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) untuk memilih wakil-wakil rakyat sebagai pemegang mandat dari rakyat baik di tingkat Pusat DPR RI, di tingkat Provinsi DPRD I maupun di tingkat Kabupaten DPRD II serta pemilihan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sungguh ini adalah pesta besar dan ajang demokrasi yang begitu rumit untuk negeri kita yang begitu luas.
ADVERTISEMENT
Hiruk pikuk, euphoria dan ketegangan antar para pendukung Pasangan Calon Presiden maupun pendukung partai politik dan calon anggota legislatif mewarnai hari-hari masyarakat Indonesia saat ini. Tentu saja kita berharap, setelah hampir 74 tahun kemerdekaan RI, maka kita semakin dewasa dalam menjalankan sistem demokrasi di negara kita. Perbedaan pendapat serta pilihan hendaknya disikapi dengan wajar dan tidak perlu disertai dengan saling menebar kebencian serta kebohongan dengan niat untuk menjatuhkan satu sama lain.
Adapun biaya Pemilu tahun 2019 ini sebanyak 15 trilyun rupiah lhohhhh. Tentu saja ini sebuah biaya yang fantastis, belum lagi biaya yang dikeluarkan oleh para Calon Presiden dan Wakil Presiden maupun Calon Anggota Legislatif serta partisipasi masyarakat dalam kegiatan kampanye. Mahalnya biaya Pemilu ini disebabkan karena negara kita sampai dengan saat ini masih menggunakan sistem Pemilu Konvensional dengan menggunakan surat suara yang dicoblos secara langsung oleh para calon pemilih. Semoga suatu saat nanti sistem pemilu dapat lebih disederhanakan dan mungkin juga bisa menerapkan e-voting. Kita tentu berharap dengan mahalnya biaya Pemilu dapat menghasilkan calon-calon pemimpin yang memiliki integritas, dan kapabilitas yang mumpuni.
ADVERTISEMENT
Partispasi masyarakat yang mencapai 81% dalam Pemilu tentu patut kita apresiasi. Namun Pertanyaannya, sudahkah masyarakat kita cukup dewasa dalam berdemokrasi???. Hasil hitung resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) baru dijadwalkan selesai 22 Mei mendatang namun saling klaim kemenangan versi quick count dan versi internal Timses seolah mendelegitimasi keberadaan KPU sebagai lembaga penyelenggara Pemilu. Nach sekarang kalau nggak percaya sama KPU sama aja menafikkan keberadaan KPPS, PPS, PPK, KPUD, Panwas, Saksi, Tim Keamanan yang berjuang untuk memfasilitasi dan memastikan Pemilu ini benar-benar Luber & Jurdil. Jadi bersabarlah teman-teman sebangsa dan se tanah air, tunggulah tahapan-tahapan Pemilu ini selesai. Siapapun pasangan Capres&Cawapres yang menang versi lembaga yang konstitusional maka Mereka adalah Pemimpin Kita, Presiden&Wakil Presiden Kita, Presiden&Wakil Presiden untuk seluruh rakyat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Ada hal lain lagi yang menggelitik soal Pilpres,,,hufttttt!!!!. Salah kaprah yang begitu mendarah daging tidak hanya masyarakat tapi elite politiknya juga sering dan teramat sering salah kaprah dengan menyebut "Kosong Satu" dan "Kosong Dua". Mungkin sampai di TPS-TPS teman-teman semua juga saat membacakan hasil penghitungan suara KPPSnya juga melafalkannya seperti itu, tapi saya tidak lhohhhh. Saya konsisten melafalkan "Nol Satu" (01) dan "Nol Dua". Saya tentu tidak mau ditertawakan oleh murid-murid saya dari orang asing yang belajar Bahasa Indonesia karena tidak dapat membedakan "Kosong" dengan "Nol", salah kaprah bukan???dan latah karena sering dilafalkan saat memberikan nomor HP kepada teman-temannya,,,,"Kosong Delapan Satu,...,....,.....". Yach meskipun kaprah karena salah ya harus dibetulkan. Ini baru contoh kecil kelucuan dan kesalahan yang sering kita dengar dan kita saksikan saat Pilpres. Masih merasa paling benar?????
ADVERTISEMENT
Satu lagi,,,,yang lagi ngetrend sekarang bukan hanya soal hasil quick count, real qount KPU, tapi juga ini dah UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 6A Ayat (3) yang kemudian ditafsirkan dengan caranya masing-masing. Yach ada bagusnya juga sich kalau yang memviralkan juga mau baca UUD NRI versi aslinya. Emang gimana ya aslinya?
Pasal 6A Ayat (3):
"Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara disetiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden".***).
ADVERTISEMENT
Saya yakin koq dari dua PPWP 2019 ini ada yang memenuhi syarat,,,sayang lah kalau sampai diulang banyak anggarannya. Terus kalau nggak ada yang memenuhi syarat gimana, baca donk Ayat (4):
"Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden". ***)
Ayolah teman-teman sebangsa dan se Tanah air, kembali rapatkan barisan, jaga kerukunan dan persatuan. Indonesiaku, Indonesiamu, Indonesia Kita Bersama. Kan katanya 01+02=03 (Persatuan Indonesia). Ayolah kembali bekerja sesuai dengan profesi kita masing-masing dan perannya masing-masing untuk membangun negeri kita yang plural dan penuh Kebhinekaan.
ADVERTISEMENT
Mengawal hasil Pemilu Kita, Demokrasi Kita itu harus!!! tapi menanamkan ketidakpercayaan yang diakui secara legal konstitusional itu tidak baik, ingat distu ribuan orang yang juga berjuang dari pelosok negeri hingga luar negeri berupaya untuk menjamin pelaksanaan Pemilu Kita ini transparan dan akuntabel.
Terus kalau "People Power" boleh nggak sichhh????Kita berdoa dan berharap sich jangan sampai terjadi. lhohhh berarti nggak boleh demonstrasi??? ya nggak gitu juga keles....Demonstrasi yang sesuai aturan boleh-boleh aja karena itu juga bagian dari demokrasi itu sendiri tapi kalau kemudian "People Power" diartikan sebagai "Revolusi" khawatirnya jika sampai terulang Peristiwa 1998, tentu itu suatu hal yang sangat mahal untuk dibayar. Jangan sampai pesta demokrasi ini justru kemudian jadi "Malpraktik".
ADVERTISEMENT
Saya setuju koq dengan pembangunan yang masif di bidang infrastruktur karena jadi cepat kalau pergi kemana-mana tapi kalau kecurangan yang masif dan terstruktur saya tentu sangat tidak setuju.
Saya setuju koq kalau perekonomian kita dan cabang-cabang perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara bukan oleh bangsa asing. Tapi saya tidak setuju kalau pemimpin kita menjadi diktator dan otoriter.
Demokrasi Kita, Oleh Kita dan Untuk Kita!!!
Semoga Pesta Demokrasi ini menggugah semangat kebangsaan kita untuk menghadirkan Pemimpin yang menyatukan rakyat Indonesia dengan cara-cara yang konstitusional. Boleh kita menggugat dengan cara-cara yang elegan namun tidak boleh inkonstitusional.
ADVERTISEMENT
Ingat Kawan: "PERSATUAN INDONESIA" Jauh lebih penting, lebih berarti dan lebih langgeng daripada Pilpres yang merupakan ajang rutin lima tahunan.
Sekarang saatnya cooling down, bukan mlempem kayak apem lho yakkkkkkk!!!!
"Nyebar Godhong Kawis, Kulo Aturi Sabar Sakwetawis"
"Nyebar Godong Kara, Kulo Aturi Sabar Sakwetara"
"Kupat Janure Klapa, Sedaya Lepat Nyuwun Pangapura"
Mari Kita sabar menanti hasil resminya, kita pantau, kita kawal dan awasi bersama.
Akhirnya siapun yang menang tidak "JUMAWA" yang kalah "JANGAN MENYERAH". 4 Orang yang turut serta berkontestasi dalam Pilpres ini merupakan putra-putra terbaik bangsa yang mengikhlaskan dirinya tidak hanya untuk dipuji tapi juga dibenci dan dicaci maki. Tapi itu semua untuk menjamin tetap tegaknya Pelaksanaan Demokrasi di Negeri Kita Semua dari Sabang Sampai Merauke, dari Miangas Sampai Rote, "INDONESIA"
ADVERTISEMENT
#Indonesiadihatiku
#TanahAirkuIndonesia
#PersatuanIndonesia
#DamailahNegerikuIndonesia