Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Refleksi Kritis Pemikiran Ki Hajar Dewantara
16 Mei 2023 0:02 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muhamad Ngafifi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ki Hadjar Dewantara (KHD) membedakan kata pendidikan dan Pengajaran dalam memahami arti dan tujuan pendidikan. Menurut KHD, pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari Pendidikan. Pengajaran merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. KHD memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Dari pemikiran ini dapat disimpulkan bahwa meskipun berbeda namun antara Pendidikan dan pengajaran tidak dapat dipisahkan.
ADVERTISEMENT
Pengajaran dan pendidikan yang berguna untuk perikehidupan bersama ialah memerdekakan manusia sebagai bagian dari persatuan (rakyat). Pendidikan menciptakan ruang bagi murid untuk bertumbuh secara utuh agar mampu memuliakan dirinya dan orang lain (merdeka batin) dan menjadi mandiri (merdeka lahir). KHD menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Dari pemikiran ini saya menyadari sebagai pendidik tidak boleh memaksa anak agar sesuai dengan kemauan kita namun harus mampu membimbing mereka agar tumbuh dan berkembang dengan baik sesuai kodrat alam dan kodrat zaman.
ADVERTISEMENT
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang lain dan sangat terkenal dalam dunia Pendidikan di Indonesia yaitu “ing ngarso sung tulodho" (di depan memberi contoh/suri teladan), “ing madya mangun karsa" (di tengah membangun semangat, kemauan), “tutwuri handayani” (di belakang memberi dorongan). Trilogi ini akan berdampak luar biasa bagi perkembangan siswa jika dilakukan dengan “metode among” yaitu menjaga, membina, mendidik anak dengan kasih sayang. Trilogi Pendidikan tersebut menjadi pengingat bagi saya bahwa sebagai seorang guru harus bisa memberi contoh atau teladan yang baik bagi murid, selalu memberi semangat dan motivasi serta mendorong murid agar mampu berkembang dengan baik.
Berkaitan dengan budi pekerti, KHD menjelaskan bahwa budi pekerti, atau watak atau karakter merupakan perpaduan antara gerak pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Budi pekerti juga dapat diartikan sebagai perpaduan antara Cipta (kognitif), Karsa (afektif) sehingga menciptakan Karya (psikomotor). Budi Pekerti melatih anak untuk memiliki kesadaran diri yang utuh untuk menjadi dirinya (kemerdekaan diri) dan kemerdekaan orang lain. Menurut KHD, Keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak. Dengan demikian keluarga merupakan tempat sosialisasi yang pertama dan paling utama bagi anak.
ADVERTISEMENT
Secara teoretis, pemikiran KHD sangat relevan dengan tujuan pendidikan nasional kita yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pemikiran KHD juga relevan dengan visi sekolah saya, yaitu terwujudnya peserta didik yang berakhlak mulia, cerdas, mandiri, dan peduli lingkungan sekolah yang ASRI. Namun demikian dalam praktiknya belum semua pemikiran KHD tersebut dilaksanakan dengan baik karena seringkali tolok ukur keberhasilan siswa berdasarkan capaian nilai ujian dan pengajaran yang mengejar konten daripada kebermaknaan materi serta penanaman karakter atau budi pekerti.
Sebagai seorang guru yang sudah mengajar 17 tahun saya tentu berusaha untuk mengamalkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara tersebut. Namun setelah saya refleksi diri, ternyata banyak hal-hal yang kurang tepat dalam membimbing anak-anak selama ini. Misalnya, saya memarahi anak yang mengantuk saat pembelajaran tanpa saya bertanya kenapa dia mengantuk?, padahal dia mengantuk karena harus sekolah sambil bekerja paruh waktu membungkus roti hingga jam 22.00 WIB. Contoh kecil itu, menjadi gambaran bahwa saya kurang memahami kondisi sosial emosional anak. Saya juga kurang menyadari bahwa cara guru mengajar berbeda dengan cara siswa belajar, saya belum mampu membuat murid saya untuk benar-benar belajar dan merdeka dalam belajar. Dalam menjalankan aktivitas sebagai seorang guru, saya merasa bahwa sampai saat ini masih belum sepenuhnya merdeka dalam mengajar. Penyebabnya karena berbagai tuntutan administrasi yang masih memberatkan terutama terkait modul ajar yang aturannya disederhanakan namun di lapangan tetap masih rumit dan membingungkan sehingga menyita waktu dan pikiran.
ADVERTISEMENT
Harapan saya sebagai pendidik setelah mempelajari modul 1.1 ini adalah dapat memahami pemikiran filosofis Ki Hadjar Dewantara secara komprehensif sehingga dapat menerapkannya dalam menjalankan tugas sebagai seorang guru. Dengan mempelajari modul ini saya berharap dapat mengimplementasikan metode among dalam pembelajaran sehingga dapat menuntun peserta didik sesuai kodrat diri, peserta didik senang dan termotivasi dalam belajar, serta dapat menciptakan suasana “merdeka belajar”.
Melalui pembimbingan, diskusi secara mendalam dan elaborasi materi pada modul 1.1 ini saya berharap dapat menambah wawasan, pemahaman, serta pengalaman berharga untuk menjalankan profesi sebagai seorang guru yang memahami karakteristik peserta didiknya.