Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi II DPR, Miryam S Hariyani, mengaku diminta tutup mulut tentang indikasi kongkalikong Partai Golkar dan Demokrat dalam menggasak duit proyek e-KTP. Pengakuan itu disampaikan Miryam ketika diperiksa penyidik KPK.
ADVERTISEMENT
Miryam awalnya menjelaskan informasi yang ia dengar, yaitu proyek e-KTP adalah milik 'Kuning' atau Golkar, dan Demokrat. "Dan saya diminta untuk diam saja atau tidak perlu tahu detail dan jangan banyak tanya dan terima saja jika ada yang memberi sesuatu nantinya," kata Miryam seperti tertera di dokumen pemeriksaan.
Karena diminta diam dan jangan banyak tanya, lanjut Miryam, dia pada posisi pasif saja dan menunggu perintah.
Perintah itu kemudian datang dari Chairuman Harahap yang merupakan Ketua Komisi II, sekitar 2010. Miryam dipanggil ke ruangan kerja Chairuman yang merupakan politisi Golkar itu di gedung DPR.
ADVERTISEMENT
"Saya diberikan uang dalam bentuk dolar Amerika sejumlah USD 5.000 atau setara Rp 50 juta pada kurs ketika itu. Pada saat saya menerima uang dari Chairuman, saya tanya 'Uang ini dari mana, Pak?' dan saat itu yang bersangkutan tidak menjawab dan saya langsung ke luar ruangan," kata Miryam.
Miryam kemudian menjelaskan, pernah juga diminta oleh pimpinan Komisi II untuk membantu mengkoordinir jika ada orang dari Dukcapil akan memberikan sesuatu.
Saya diminta menerima dan membagikan sesuai dengan kesepakatan oleh pimpinan Komisi II dengan masing-masing pihak dan saya hanya diminta untuk memasukkan dalam masing-masing amplop dan membagikan kepada seluruh anggota Komisi II.
ADVERTISEMENT
Miryam kemudian menyebutkan nama-nama pimpinan Komisi II, yaitu Chairuman yang berasal dari Golkar, Ganjar Pranowo (PDIP), Taufik Efendi (Demokrat), Teguh Juwarno (PAN).
Miryam akan bersaksi pada sidang kasus e-KTP yang digelar Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (23/3). "Sebagai warga negara yang baik saya siap dipanggil, apa pun risikonya," ujar Miryam seperti dilansir Antara, Minggu (11/3).