Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Sri Hartini masih mengenakan daster ketika tujuh petugas Komisi Pemberantasan Korupsi menyergap Bupati Klaten itu di rumah dinasnya, Jumat pagi, 30 Desember 2016. Belum sempat protes, Sri diperlihatkan kartu identitas berlambang Komisi Pemberantasan Korupsi.
ADVERTISEMENT
“Orang-orang itu datang langsung bilang ‘Kami dari KPK!’, begitu lah informasi yang saya dengar,” ujar Dedy Suwadi, pengacara Sri Hartini, saat dihubungi kumparan, Minggu, 1 Januari 2017.
Sri, menurut Dedy, beberapa kali menanyakan alasan penyidik menggerebek rumahnya. “Ibu (Sri) kaget dan tak percaya saat dituduh korupsi,” kata Dedy. Sri bergeming setelah penyidik memperlihatkan uang Rp 80 juta dari Sukarno, pembantu keluarga Sri yang ditangkap sejam sebelumnya.
Penggerebekan itu disaksikan lebih dari 10 orang. Menurut Dedy, rumah yang beralamat di Jalan Pemuda itu sedang kedatangan banyak tamu. “Ibu bersama yang lain sedang membahas geladi acara pelantikan 850 pegawai pemerintahan kabupaten, tapi akhirnya ditunda,” ujar Dedy.
Tim penyidik KPK bergerak cepat dengan menginterogasi seluruh saksi dan menyisir rumah. Dari tangan Nina Puspitarini, ajudan Sri, penyidik membawa dompet hitam berisi buku catatan penerimaan uang. Penyidik juga menemukan uang setara Rp 2 miliar dalam pecahan dolar Amerika Serikat dan Singapura yang disimpan di dalam kardus.
ADVERTISEMENT
“Uang tersebut dilaporkan memakai istilah uang syukuran untuk mendapatkan posisi tertentu dalam promosi jabatan,” ujar Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif dalam konferensi pers di kantornya, Sabtu, 31 Desember 2016.
Penyidik menggiring Sri, Sukarno, Nina, dan lima orang lain ke markas Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta. Empat orang merupakan pegawai Pemkab Klaten bawahan Sri, yaitu Suramlan, Bambang Teguh, Slamet, dan Panca Wardhana. Seorang lagi, Sunarso, berstatus pegawai swasta.
“Jam 11 malam, mereka tiba di Gedung KPK untuk pemeriksaan lanjutan,” kata Laode. Hasilnya, Sri ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga menerima suap promosi dan mutasi jabatan di Pemerintah Kabupaten Klaten. KPK menjerat Sri dengan Pasal 12 a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu juncto Pasal 65 Kitab UU Hukum Pidana.
ADVERTISEMENT
Pasal-pasal itu mengatur tindakan bersama-sama dan berkelanjutan dari seorang penyelenggara negara untuk menerima suap. Ancaman hukuman maksimalnya 20 tahun dan denda Rp 1 miliar. Suramlan, Kepala Seksi Sekolah Menengah Pertama Dinas Pendidikan Klaten, dikenakan Pasal 12 a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Korupsi lantaran ia diduga menyuap Sri. Suramlan enggan berkomentar mengenai kasusnya. “Tidak tahu,” katanya saat hendak menuju rumah tahanan, Sabtu, 31 Desember 2016.
Laode sangat menyesali tindakan Sri. Apalagi, Sri menjadikan orang-orangnya sebagai pengepul uang suap. “Dia (Sri) pernah menandatangani pakta integritas antikorupsi di kantor ini (KPK). Apa yang dilakukannya sangat bertentangan,” ujar Laode.
ADVERTISEMENT
Sehari sebelum Sri resmi ditetapkan sebagai tersangka, ia dipecat dari PDI Perjuangan. Sri merupakan Bendahara Dewan Pimpinan Daerah PDIP Jawa Tengah periode 2010-2015. Sebelumnya, Sri juga menjadi Ketua Dewan Pimpinan Cabang PDIP Klaten. “Tindakan Sri sangat memalukan dan termasuk pelanggaran berat,” kata Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan, Hasto Kristyanto.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Hifdzil Alim, menilai Sri memerlukan modal besar untuk mempertahankan dinasti politiknya. Suami Sri, Haryanto Wibowo, adalah Bupati Klaten periode 2000-2005 yang juga terseret perkara korupsi. “Ini menjadi contoh bahwa dinasti politik membawa hal buruk dan perlu dihindari,” katanya saat dihubungi, Senin, 2 Januari 2017.
Agaknya kasus Sri masih panjang. Seorang sumber di KPK menyebut penyidik KPK akan menelusuri dugaan keterlibatan orang lain yang membantu Sri menampung uang suap. Dugaan itu ditelusuri melalui aktivitas rekening anak Sri. Adapun Sri memiliki dua anak, Dina Permatasari dan Andy Purnomo. Nama terakhir kini menjabat Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Klaten.
ADVERTISEMENT
Dedy Suwadi mengakui perbuatan kliennya menerima suap. Dedy menjamin Sri akan bersikap kooperatif. “Bila ada hal-hal yang menyangkut pihak lain dalam hal ini mungkin kami bisa mengajukan justice collaborator,” kata Dedy.
Tapi Dedy menyangkal dugaan keterlibatan anggota keluarga Sri. “Anaknya justru bilang ke ibunya (Sri), ‘harta yang ada sudah lebih dari cukup, enggak usah kayak gini lagi’,” katanya.
MUHAMAD RIZKI, MARCIA AUDITA, NIKOLAUS HARBOWO, APRILANDIKA PRATAMA, TAUFIK RAHADIAN