Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.0
Konten dari Pengguna
Jamet, Sebuah Style Unik yang Semakin Diakui Eksistensinya
25 Mei 2022 12:45 WIB
Tulisan dari MUHAMAD SAIFUL ASHAR - tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setiap zaman akan selalu memiliki trend berpenampilan. Sebuah trend akan berkembang dan berputar setiap waktu. Pada zaman sekarang, trend sangat mudah menyebar dengan media sosial yang sangat masif digunakan. Dunia maya seperti Instagram dan Tiktok banyak dijumpai rekomendasi-rekomendasi outfit yang dianggap keren. Tanpa kita caripun terkadang konten seperti itu akan muncul tersendiri. Menjamurnya e-commerce menambah lagi kemudahan mencari pakaian-pakaian yang diinginkan.
ADVERTISEMENT
Supaya tidak dicap “ga gaul” atau ketinggalan zaman, maka orang-orang terutama anak muda berbondong-bondong mengikuti style atau gaya outfit yang ramai dikenakan. Maka tak heran apabila kita keluar ke tempat umum, kemudian melihat gaya sekarang semua akan nampak sama dan seragam. Dengan baju oversize, celana kulot, kaki dibalut sneakers, terkadang ditambah outer, apabila naik motor pakai helm cargloss, dan tidak lupa karena sekarang masih pandemi harus pakai masker, tentu saja maskernya harus duckbill. Beberapa unsur tersebut bisa dikatakan semacam resep auto keren. Unsur-unsur tersebut masih secara garis besar, varian dan turunannya masih beragam lagi.
Kebanyakan anak muda akhirnya ikut-ikutan gaya mainstream ini. Banyak yang terlihat keren, namun ternyata ada beberapa yang tidak cocok dengan parasnya. Penampilan yang dianggap tidak cocok dan norak inilah yang kemudian dijuluki “jamet” oleh orang lain termasuk para netizen di dunia maya.
ADVERTISEMENT
Jamet merupakan istilah dari akronim Jawa metal atau jajal metal. Awalnya julukan ini ditujukan kepada mas-mas yang berambut panjang ala personel band metal namun ternyata paras muka dan tubuhnya tidak mendukung. Mas-mas jamet ini juga sejatinya juga tidak menyukai musik metal. Jamet ini kalau dalam istilah Jawa dikenal juga dengan sebutan gondes atau gondrong ndeso.
Dalam perkembangannya, pemaknaan jamet sekarang bukan lagi hanya kepada mas-mas Jawa berambut gondrong ala metal. Namun, meluas ke orang-orang dari Pulau Madura. Penyebutannya juga lebih spesifik ditujukan kepada kelompok yang mayoritas berlatar belakang buruh lepas atau kuli dengan selera pakaian yang dianggap aneh dan norak. Yang sekarang sering disebut jamet kuproy. Kuproy merupakan akronim dari kuli proyek.
ADVERTISEMENT
Dandanan Jamet Kuproy
Para jamet kuproy memiliki ciri khas dandanan yang bisa dibilang unik. Mereka memiliki rambut panjang lurus ke bawah, namun di bagian atas jambul ke atas. Untuk bajunya memakai kaos dengan panjang badan melebihi pantat. Celana yang mereka pakai yaitu celana jeans pensil ketat yang mereka linting sampai betis. Pada bagian bawah, alas kaki mereka memakai sandal jepit, dan sering nyeker saat menari. Untuk urusan kendaraan, mereka gemar memakai motor yang di modif thai look dengan warna mencolok. Dandanan seperti ini melekat kepada para jamet kuproy sejak awal keviralan mereka yang muncul pada laman sosial media Tiktok pada sekitar tahun 2019 – 2020. Selain dandanannya, keunikan lainnya yaitu dari tariannya yang meliak-liuk berdiri di atas tumpukan toples atau galon, diiringi dengan irama musik yang anak sekarang menyebutnya DJ remix jedag-jedug.
ADVERTISEMENT
Semakin Diakui Eksistensinya
Mungkin kebanyakan orang sepakat, julukan jamet pemaknaan awalnya adalah sebagai hinaan kepada mereka yang berdandan aneh dan terkesan memaksa. Keberadaan jamet dianggap segai kaum yang terbelakang. Media sosial seperti menjadikan mereka sebagai objek bully-an. Para jamet pun mungkin sampai enggan mengakui dirinya sebagai jamet kuproy walaupun dandanan mereka identitik dengan para jamet kuproy lainnya. Namun mereka tetap konsisten dengan gaya mereka ditambah dengan video tarian-tarian unik mereka yang dibagikan di media sosial Tiktok.
Kekonsistenan mereka, perlahan-lahan merubah persepsi orang yang awalnya menganggap mereka sebagai hinaan menjadi sebuah hiburan. Hingga akhirnya salah satu pentolan jamet kuproy bernama Boger Bojinov atau yang bernama asli Muhammad Tohir diundang dalam konten seorang komika terkenal, Tretan Muslim. Konten ini dibagikan pada channel Youtube pribadinya yaitu Tretan Universe. Video yang diunggah pada 15 April 2022 ini disambut banyak tanggapan positif dari para netizen akan keberadaan para jamet ini, mereka menganggap jamet kuproy adalah sebuah hiburan. Tidak hanya itu, Boger juga sempat diundang pada program tv Pas Buka Trans 7 pada 16 April 2022. Di acara tersebut Boger tampil dengan dandan nyentrik jamet kuproy-nya dan menunjukan tarian keseimbangan uniknya.
ADVERTISEMENT
Sekedar Berekspresi
Meski dianggap norak, gaya jamet konsisten mendobrak gaya mainstream. Dimana semua orang ingin nampak keren dengan gaya trendy yang relatif seragam, para kaum jamet kuproy hadir dengan dandanan unik mereka. Sesuatu yang terlihat berbeda dari arus mainstream secara alamiah akan dipandang aneh. Tetapi sejatinya jamet kuproy adalah bentuk para kaum buruh lepas atau kuli berekspresi.
Bergaya adalah selera setiap orang. Masalah dianggap keren tidak, itu hanya persoalan persepsi. Jamet kuproy hadir dengan tampilan berbeda. Jamet bisa dimaknai bukan hanya sekedar pengekspresian diri namun juga sebagai simbol perlawanan terhadap gaya mainstream yang ada. Mereka mendobrak struktur sosial terhadap gaya berpenampilan melalui gaya berpakaian yang mereka ciptakan sendiri. Jamet adalah sebuah pesan bahwa bergaya tidak melulu soal barang branded yang mahal dengan perhiasan mewah.
ADVERTISEMENT
Tampil keren dan trendy tidak hanya untuk orang-orang yang berada saja. Para orang-orang kelas bawah yang dianggap terbelakang juga berkenan untuk bergaya sesuai selera mereka. Jamet membuktikan bahwa setiap orang memiliki kebebasan bergaya, selama gaya tersebut tidak melanggar hukum dan norma di masyarakat.
Muhamad Saiful Ashar, mahasiswa Desain Komunikasi Visual, Institut Teknologi Telkom Purwokerto