Konten dari Pengguna

Pemilu Usai, Bagaimana Peta Politik Indonesia Lima Tahun ke Depan?

Muhamad Syaiful Rifki
Mahasiswa Jurusan Pertanian di Politeknik Pembangunan Pertanian Bogor
29 Februari 2024 10:08 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhamad Syaiful Rifki tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pemilu 2024 sebagai kewajiban politik dan demokrasi telah dilaksanakan pada 14 Februari 2024 | Sumber: unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Pemilu 2024 sebagai kewajiban politik dan demokrasi telah dilaksanakan pada 14 Februari 2024 | Sumber: unsplash.com
ADVERTISEMENT
Bertepatan dengan Hari Valentine atau hari kasih sayang yang dianggap sebagai momen sedih para jomblo, masyarakat Indonesia telah secara resmi melaksanakan pemungutan suara untuk Pemilihan Umum (Pemilu (2024). Masyarakat disodorkan lima kertas surat suara yang berbeda untuk memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden, calon anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan DPD. Seperti pada pelaksanaan Pemilu sebelumnya, sangat lazim sekali bagi berbagai lembaga survei melakukan Quick Count atau hitung cepat yang bertujuan untuk mengetahui pemenang Pemilu.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 9 Tahun 2022, quick count atau lebih dikenal dengan hitung cepat merupakan kegiatan penghitungan suara hasil Pemilu atau pemilihan secara cepat dengan menggunakan teknologi informasi atau berdasarkan metodologi tertentu. Melalui quick count hasil perhitungan suara dapat diketahui dua sampai tiga jam setelah perhitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) ditutup.
Metode yang digunakan dalam quick count adalah probability sampling yaitu mengambil sebagian dari seluruh populasi secara acak untuk dijadikan sampel. Unit sampel yang diteliti adalah TPS, lebih tepatnya TPS. Namun, quick count tidak dapat dijadikan sebagai acuan utama untuk mengetahui pemenang Pemilu.
Hasil yang sesungguhnya dapat diketahui setelah perhitungan manual dari TPS yang tersebar dari Sabang sampai Merauke selesai. Metode tersebut dinamakan real count atau perhitungan asli.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan hasil real count per tanggal 27 Februari 2024 pukul 8.00 WIB yang disadur dari www.kpu.go.id , pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka masih menduduki peringkat pertama sebagai calon presiden dan wakil presiden dengan persentase 58,84%. Sementara untuk pemilihan anggota legislatif, PDI Perjuangan (PDI – P) masih menempati posisi pertama dengan persentase 16,53%.
Fenomena ini menarik karena PDI Perjuangan merupakan partai lawan Prabowo – Gibran sebagai calon presiden dan wakil presiden. Kemudian berbagai spekulasi di masyarakat seperti benarkan PDI Perjuangan akan menjadi oposisi pemerintah, bagaimana program Prabowo – Gibran akan dilaksanakan, dan apakah masih terdapat pengaruh Presiden Jokowi terhadap pemerintahan selanjutnya.

PDI-P Sudah Hampir Pasti Jadi Oposisi

Pola-pola yang menunjukkan PDI-P akan menjadi partai oposisi sudah terlihat dari sikap dan pernyataan beberapa elitnya. Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Hasto Kristiyanto menyatakan bahwa PDI-P siap menjadi oposisi pemerintah.
ADVERTISEMENT
Selain itu, berbagai pengamat politik juga memprediksi bahwa PDI-P sudah hampir pasti jadi partai oposisi. Hal tersebut didasari oleh pertemuan antara Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan Presiden Jokowi yang hingga kini belum terlaksana.
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto saat dimintai keterangan mengenai hasil Pemilu 2024 | Sumber: JPNN.com
Dalam sebuah negara demokrasi, oposisi harus hadir sebagai pusat kontrol pemerintah yang sedang berkuasa. Ketiadaan oposisi akan menimbulkan rezim yang represif terhadap masyarakat. PDI-P yang menduduki peringkat pertama, memang sudah semestinya menjadi oposisi untuk lima tahun ke depan.
Alasan utama yang mendasari PDI-P harus menjadi oposisi adalah karena calon presiden dan wakil presiden yang diusungnya yaitu Ganjar Pranowo-Mahfud MD menduduki peringkat ketiga dengan persentase 16,70%. Prabowo-Gibran yang notabenenya merupakan pihak berseberangan dan menjadi lawan yang mati – matian dikalahkan PDI-P harus memiliki kontrol supaya berbagai kepentingan PDI-P juga tidak ikut diganggu.
ADVERTISEMENT
Menjadi oposisi bukan hal asing bagai PDI-P. Tercatat, di era orde baru PDI-P tidak pernah berhenti mengkritisi berbagai kebijakan Presiden Soeharto kebebasan berpendapat, pembatasan masa jabatan presiden, hingga KKN yang merajalela sehingga mengakibatkan masyarakat saat itu hidup dalam bayang – bayang ketakutan. Selama periode 2004-2014, PDI-P juga menjadi oposisi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Pada masa-masa itu, berbagai kebijakan Presiden SBY juga tidak lepas dari kritikan para politisi PDI-P. Kenaikan harga BBM yang dilakukan oleh pemerintah bertepatan dengan bulan ramadhan dan tahun ajaran baru dipandang tidak tepat karena diperkirakan dapat menyebabkan inflasi. Bahkan saat itu, Ribka Tjiptaning yang menjabat sebagai Ketua DPP PDI-P mengancam akan mengerahkan 15 ribu orang untuk menduduki Istana Merdeka meskipun pada akhirnya tidak terlaksana.
ADVERTISEMENT
Melalui pengalaman yang lengkap dan mumpuni tersebut, besar harapan para pengamat, akademisi, dan masyarakat supaya PDI-P menjadi partai oposisi untuk menciptakan kontrol terhadap pemerintah. Akar rumput dan komando pimpinan yang kuat menjadikan PDI-P sebagai partai ideal untuk beroposisi selama lima tahun ke depan.

Kemungkinan Program Prabowo – Gibran Banyak yang Dijegal

Pidato kemenangan berdasarkan quick count Prabowo Gibran di Istora Senayan | berita24.co.id
Meskipun dalam sistem demokrasi presiden merupakan pelaksana eksekutif tertinggi, tetap saja peran parlemen atau legislatif memegang peranan penting dalam terlaksananya sebuah kebijakan. Misalnya dalam kasus RUU Kesehatan, draf sedemikian rupa yang telah disusun oleh pemerintah dengan memperhatikan pandangan-pandangan teknis dan akademis masih mendapat penolakan dari Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS.
Demikian juga terjadi di RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ) pasal 10 tentang penunjukan Gubernur dan Wakil Gubernur DKJ oleh presiden yang ditolak oleh fraksi PDI-P, fraksi PKB, fraksi NasDem, Fraksi PPP, dan Fraksi PKS.
ADVERTISEMENT
Kasus-kasus tersebut membuktikan bahwa kekuatan parlemen kemungkinan akan menghantui berbagai kebijakan pemerintahan selanjutnya. Lagi-lagi skenario ini kemungkinan bakal terjadi apabila PDI-P memilih untuk menjadi oposisi. Prabowo-Gibran yang kemungkinan akan memenangkan pemilihan presiden dan wakil presiden musti menggandeng PDI-P sebagai mitra untuk melaksanakan programnya.
Sebagai mayoritas di parlemen, suara PDI – P tentu akan menjadi penentu dalam pengambilan setiap kebijakan. Program – program ambisius Prabowo-Gibran seperti Makan Siang Gratis, Beasiswa 10.000 lulusan SMA, hingga melanjutkan program hilirisasi tentu membutuhkan suara PDI-P supaya dapat terlaksana. Prabowo-Gibran harus mampu menjelaskan programnya secara logis dari sisi teknis maupun anggaran supaya kekuatan oposisi mau menyetujui pelaksanaan kebijakan.

Pengaruh Presiden Jokowi Akan Selalu Ada

Hal tersebut bahkan diutarakan secara langsung oleh Prabowo Subianto yang akan melibatkan Presiden Jokowi dalam mengarahkan pembangunan selama lima tahun ke depan. Pandangan Presiden Jokowi dipandapang masih diperlukan untuk kelangsungan pemerintahan lima tahun ke depan. Kemudian berbagai spekulasi muncul bahwa Presiden Jokowi akan dilibatkan sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).
ADVERTISEMENT
Selain itu, Gibran juga harus mampu menjawab tantangan dari masyarakat yang terlanjur menggambarkan dirinya lahir sebagai produk dinasti dan anak haram demokrasi. Gibran harus menunjukkan kinerja yang maksimal supaya image “nebeng bapak dan paman” itu terhapus dari ingatan masyarakat.
Pada akhirnya, bagaimanapun juga persatuan masyarakat Indonesia menjadi hal yang utama di atas kepentingan elit-elit politik. Rekonsiliasi pasca Pemilu mutlak dilakukan untuk menghindari disintegrasi bangsa.
Dalam sistem demokrasi, tidak penting siapa yang menang dan siapa yang kalah, semuanya hanya soal lobi dan kepentingan. Belum tentu hari ini musuh, besoknya juga menjadi musuh.
Masyarakat harus ditempatkan sebagai pemilik dan tuan yang sesungguhnya oleh elite politik. Masyarakat bukan sekumpulan manusia yang dibutuhkan untuk dipanen suaranya setiap lima tahun sekali. Semoga, setelah Pemilu selesai keluarga kita makin harmonis, persahabatan kita makin erat, dan hubungan kita juga menjadi akrab.
ADVERTISEMENT