Konten dari Pengguna

Tindak Pidana Cyber Crime di Indonesia

Muhamad Syarqi Fahridho
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26 November 2021 19:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhamad Syarqi Fahridho tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kemajuan teknologi saat ini terkadang tak hanya dimanfaatkan masyarakat dalam kegiatan positif. Namun, dalam perkembangan, kemajuan teknologi juga dijadikan peluang bagi para penjahat untuk melakukan kriminalitas di dunia maya atau media lainnya yang kerap dikenal dengan istilah kejahatan siber. Cyber crime atau kejahatan dunia maya dalam istilah hukumnya adalah mengacu pada aktivitas kejahatan yang dilakukan dengan komputer atau sistem telekomunikasi.
ADVERTISEMENT
Cyber crime atau kejahatan siber ini adalah kejahatan yang sudah melanggar hukum pidana. Kejahatan siber atau cyber crime pun kini semakin tumbuh subur dan telah banyak menjatuhkan korban. Beberapa contoh kasus cyber crime yang ada di Indonesia di antaranya adalah penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu kredit atau carding, confidence fraud (penipuan kepercayaan), penipuan identitas, dan pornografi.
Cyber crime merupakan kejahatan dunia maya. Sumber: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Cyber crime merupakan kejahatan dunia maya. Sumber: pixabay.com
Salah satu masalah cybercrime yang sangat meresahkan dan perlu mendapat perhatian dari berbagai kalangan adalah masalah cybercrime di bidang kesusilaan. Jenis cybercrime dibidang kesusilaan yang sering diungkapkan adalah cyber pornography. Contoh kasus cyber pornography yang pernah terjadi di Indonesia adalah kasus cyber pornography yang dilakukan Taufi Gani yang merupakan warga Lingkungan I Kelurahan Mawahu, Kec Tuminting, Kota Manado, Sulawesi Utara. Taufik Gani harus ditahan akibat perilaku menyimpang dalam menggunakan akun media sosial Instagram dan Facebook miliknya. Ia disangkakan secara sengaja menyebarkan atau mendistribusikan konten-konten pornografi hubungan sesama jenis di media sosial. Dalam beberapa konten yang diunggah tersangka, polisi juga menemukan tersangka menuliskan nomor kontaknya dengan tujuan untuk mengajak warganet bertemu (Awan, 2017).
ADVERTISEMENT
Selain kasus Taufik Gani di atas, sebenarnya masih ada banyak kasus-kasus serupa dan kasus cyber crime lain yang mungkin hingga saat ini belum terungkap. Oleh sebab itu, satuan kepolisian perlu untuk segera bertindak dalam menangani kasus tersebut. Untuk memberantasnya juga diperlukan langkah-langkah yang terbilang kompleks, terintegrasi serta berkesinambungan dari banyak pihak. Jadi tidak hanya penegak hukum seperti kepolisian semata yang bertindak, melainkan juga membutuhkan pihak-pihak lainnya yang berkompeten dibidang informasi dan teknologi (IT).
Menurut Maulana dan Rachmawaty (2018), untuk mengatasi atau setidaknya mengurangi masalah cyber crime ini, banyak negara-negara di dunia yang mencoba melakukannya dengan membuat suatu pengaturan terhadap kejahatan tersebut yang dikenal dengan nama cyberlaw. Di Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Internet dan Transaksi Elektronik merupakan payung hukum dalam dunia Cyber Crime, dengan harapan dapat menjadi acuan dan salah satu literatur undang-undang dalam hal penegakan cyberlaw di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Adapun pengaturan hukum berkaitan dengan kejahatan cyber crime bidang kesusilaan atau cyber pornography, tidak hanya diatur dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang lnformasi dan Transaksi Elektronik, namun juga diatur dalam Undang-Undang No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Pengertian pornografi menurut Pasal 1 angka 1 UU Pornografi adalah: “.... gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma.”
Pelarangan penyebarluasan pornografi, termasuk melalui di internet, diatur dalam pasal 4 ayat 1 UU Pornografi yaitu : Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat: 1) persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; 2) kekerasan seksual; 3) masturbasi atau onani; 4) ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; 5) alat kelamin; atau 6) pornografi anak. Pelanggaran pasal 4 ayat (1) UU Pornografi diancam pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 250 juta rupiah dan paling banyak 6 milyar (Pasal 29 UU Pornografi). Pasal 44 UU Pornografi dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
ADVERTISEMENT
Sementara di dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang lnformasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 27 ayat (1) telah memberikan penjelasan tentang perbuatan yang dilarang, yakni “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”. Pelanggaran terhadap Pasal 27 ayat (1) UU ITE dipidana dengan penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000 (Pasal 45 ayat (1) UU ITE). Dalam Pasal 53 UU ITE dinyatakan bahwa seluruh peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelumnya dinyatakan tetap berlaku, selama tidak bertentangan dengan UU ITE tersebut.
Berkaitan dengan kasus cyber pornography yang dilakukan oleh Taufik Gani, sanksi yang diberikan kepada Taufik Gani harus merujuk pada UU ITE atau UU No 44 tahun 2008. Jika merujuk pada UU No 44 tahun 2008, Taufik Gani dikenakan Pasal 29 undang-undang No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 250 juta dan paling banyak Rp 6 milyar. Jika merujuk pada UU ITE, pelaku dapat dikenakan Pasal 45 ayat (1) dan atau pasal 45A ayat (2) Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang lnformasi dan Transaksi Elektronik dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 milyar.
ADVERTISEMENT
Dari kasus cyber pornography Taufik Gani, masyarakat Indonesia dapat memperoleh suatu pelajaran berharga, yakni untuk selalu berhati-hati atau waspada dalam berinteraksi di dunia cyber. Segala bentuk kejahatan di dunia cyber atau dunia maya khususnya kejahatan cyber di bidang kesusuilaan (cyber pornography) yang ada saat ini telah ada rambu-rambu yang mengaturnya seperti UU Pornografi dan UU ITE. Apabila tidak ingin terjerat oleh pasal-pasal UU Pornografi dan UU ITE tersebut, maka sudah menjadi suatu keharusan bagi masyarakat Indonesia untuk bersikap bijak dalam berinteraksi di dunia cyber, termasuk dalam berinternet atau bersosial media. Disamping berhati-hati agar tidak melakukan cyber pornography, masyarakat Indonesia juga harus berhati-hati pula untuk tidak melakukan kejahatan cyber yang lain seperti penyebaran hoax, hacking, pemalsuan data, penipuan online dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT