Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Menengok Organisasi Pergerakan Islam Pertama
16 Oktober 2017 7:11 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
Tulisan dari muhamadsalman ramdhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada hari ini, 16 Oktober adalah tanggal yang cukup penting dalam sejarah pergerakan nasional. Serikat Dagang Islam (SDI) lahir sebagai perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang menentang kebijakan Belanda membuka pintu pedagang asing untuk menguasai sektor ekonomi rakyat pada masa itu.
ADVERTISEMENT
Beberapa literatur menyebutkan Haji Samanhudi sebagai mendirikan organisasi pertama di Indonesia ini pada tahun 1905 di Kota Solo. Pendapat lain mengatakan SDI didirikan oleh Tirtho Adhi Suryo pada tahun 1909 di Batavia. SDI Solo sendiri merupakan cabang yang didirikan pada tahun 1911. Tapi terlepas dari perbedaan pendapat yang ada, SDI jadi tonggak awal bagi pergerakan rakyat Indonesia yang lebih terorganisir dan sistematis.
Di saat tekanan dari pemerintah kolonial yang cukup kuat, H.O.S Cokroaminoto muncul memegang kendali kepemimpinan dan memberikan nuansa yang sangat berarti bagi organsasi. Dengan cepat ia mengukuhkan perubahan nama SDI menjadi Serikat Islam (SI) dan menambah perjuangan sektor politik sebagai alat perubahan masyarakat. Semangat Pan Islamisme yang sedang populer juga turut mewarnai gerakan SI yang mengedepankan persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong serta mengembangkan perekonomian rakyat.
ADVERTISEMENT
Berubahnya organisasi menjadi “pergerakan” menghasilkan perkembangan yang cukup pesat. SI mulai terlibat dalam memperjuangkan taraf hidup rakyat. Propaganda yang mereka sebarkan lewat media utama Koran Oetoesan Hindia juga sangat kuat. Ditambah dengan media-media tersendiri buatan cabang-cabang SI seperti Sinar Djawa (Semarang), Kaoem Muda (Bandung), dan Pantjaran Warta (Batavia).
Menurut Ruth Macvey dalam bukunya Kemunculan Komunisme Indonesia, pertumbuhan SI bersamaan dengan meluasnya keresahan rakyat, khususnya di pedesaan. Kehidupan petani di desa-desa makin merosok akibat didesak oleh perkebunan swasta. Selain itu kaum tani dibebani pajak dan kerja paksa. Yang menarik disini, SI berhasil mengolah keresahan itu melalui advokasi dan aksi-aksi. SI berkembang dari organisasi kaum pedagang di perkotaan menjadi organisasi kaum miskin yang menjangkau buruh-buruh pabrik dan petani miskin di pedesaan.
ADVERTISEMENT
Gerakan “progresif revolusioner” yang diperlihatkan oleh SI menarik minat kalangan marxis yang tergabung dalam Indische Social-Democratische Vereniging (ISDV). Pemimpin Komunis sekaliber Lenin juga kepincut dengan “pertumbuhan gerakan demokratik di bawah panji Islam”—kurang lebih begitu sebutan dari pemimpin revolusi Rusia terhadap SI. Sifat organisasi SI yang otonom di tingkat lokal memudahkan terjadinya kerjasama dengan ISDV terutama di Semarang. Semaun sebagai kader SI di Semarang, menjadi tokoh yang fokus membawa SI menggarap buruh dan tani.
Dengan berkembangnya gerakan radikal ala kaum kiri membuat posisi Tjoro terusik. Radikalisasi SI dibawah kaum kiri telah memanen dukungan yang cukup pesat. Ia bimbang antara harus tetap bersikap moderat terhadap Belanda atau mengikuti arus bawah yang cukup kuat. Dalam kongres di Batavia tahun 1917 ia akhirnya mengambil pilihan bersama garis massa. Ajaran sosialisme yang ia serap dipadukan dengan Islam hingga menghasilkan karya buku Islam dan Sosialisme.
ADVERTISEMENT
Ditahun-tahun berikutnya gerakan tanpa kompromi dan perpecahan di internal SI mendatangkan masa surut pergerakan. Gerakan-gerakan SI bersama rakyat di daerah-daerah mulai mendapatkan tekanan yang kuat dari pemerintah. Menguatnya kalangan konservatif di tubuh SI makin memperuncing polarisasi “putih” dan “merah” ditambah dengan skandal penggelapan dana yang menerpa Tjokro dan Brotosoehardjo membuat SI semakin jatuh di mata rakyat.
Puncaknya SI resmi berpisah pada tahun 1921; kelompok putih bertransformasi menjadi Partai Sarekat Islam (PSI) sedangkan kelompok merah menjadi Sarekat Rakyat lalu terafiliasi dengan PKI. Tan Malaka yang berupaya mempertahankan persatuan SI pun tidak mampu berbuat banyak. Akhirnya PSI sebagai partai politik pada masa itu lebih berorientasi pada perjuangan politik dan bahkan di tahun-tahun selanjutnya mengalami perpecahan. Beda halnya dengan Sarekat Rakyat yang menjadi ujung tombak dalam penguatan akar rumput oleh PKI.
ADVERTISEMENT
"Mungkin disini awal mula kemunculan stereotip pergerakan khas kiri --dari kaum konservatif, yang mengidentikan perjuangan gerakan advokasi seperti misalnya buruh dan tani dengan label komunis."