Konten dari Pengguna

Pemilihan Kepala Daerah Manggarai Barat: Antara Harapan dan Realita

Muhamad Sandri
Mahasiswa ITB Ahmad Dahlan Jakarta
13 Agustus 2024 18:48 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhamad Sandri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: KPU Manggarai Barat MASKOT Pemilihan Kepala Daerah Manggarai Barat 2024
zoom-in-whitePerbesar
sumber: KPU Manggarai Barat MASKOT Pemilihan Kepala Daerah Manggarai Barat 2024
ADVERTISEMENT
Sebentar lagi warga Manggarai Barat akan menghadapi kontestasi demokrasi pemilihan kepala daerah, tentu ada banyak analisis perspektif dan itu beragam yang keluar dari mulut warga Manggarai Barat. Perpektif itu lahir berdasarkan analisis perjanjian pada pemilihan kepala daerah sebelumnya yang dimana sampai saat ini perjanjian itu tidak selaras dengan realitas yang ada. Perjanjian yang dilontarkan para kontestan tentu berdasarkan analisis kebutuhan masyarakat, namun pada akhir-akhir ini masyarakat kembali disuguhkan dengan untaian harapan yang sama pada kontestan pilkada sebelumnya. Pada pemilihan kepala daerah sebelumnya para kontestan selalu menganalisis apa yang seharusnya dibutuhkan oleh masyrakatnya, maka lahirlah beragam program yang pada akhirnya mempengaruhi pemilih untuk menyumbangkan suaranya demi harapan yang sudah dilontarkan.
ADVERTISEMENT
Pada kontestan demokrasi pemilihan kepala daerah tahun ini di Manggarai Barat, sudah mulai bermunculan para kontestan. Tentu ada aspirasi yang mau ditawarkan terhadap masyarakat untuk mempengaruhi pemilih. Masyarakat pada dasarnya sudah terlalu kenyang dengan tawaran program yang sudah dijanjikan setiap kali kontestasi demokrasi. Maka seharusnya yang dilakukan oleh para kontestan adalah sebelum menyampaikan aspirasinya tentu tahap awal yang dilakukan yaitu edukasi nilai politik. Kenapa edukasi nilai politik yang sifatnya memberikan pencerahan terhadap masyarakat, karena wilayah Manggarai Barat masih termasuk wilayah 3 T, yaitu tertinggal, terdepan dan terluar. Daerah tertinggal bearti memiliki kualitas pembangunan yang rendah, dimana masyarakatnya kurang berkembang dibandingka dengan daerah lain dalam skala nasional. Lalu dari sisi geografis berada didaerah terdepan dan terluar diwilayah indonesia.
ADVERTISEMENT
Dalam menghadapi janji politik seperti itu tentu masyarakat seharusnya sadar bahwa tidak semestinya percaya terhadap janji-janji tersebut karena bisa saja hal tersebut hanya berkekuatan moral semata. Artinya kita hanya bisa menunggu bukti dari janji tanpa bisa menuntut ke pengadilan atas hak yang mereka ucap sebagai janji. Dilain pihak para kontestan yang memiliki hati nurani tentu berpikir seribu kali sebelum mengucap janji apakah mereka bisa menepati itu sesudah mereka sudah duduk diatas. Mereka juga akan rugi karena kehilangan trust dari masyarakat sekaligus dihantui perasaan gagal.
Saat ini para dewan pimpinan daerah parpol maupun dewan pimpinan cabangnya mulai melirik siapakah kader-kadernya yang memiliki kompeten dan kapasitas untuk dipertarungkan menghadap pemilihan kepala daerah ini. Ketika kader itu tidak ditemukan dalam tubuh sebuah partai maka mereka mulai melirik partai lain untuk dijadikan koalisi dengan berbagai bentuk tawaran politik yang disepakati untuk bertarung di kontestan demokrasi tersebut. Tentu ada kesepakatan antara partai dalam berkoalisi untuk maju dalam kontestan tersebut.
dokumentasi penulis
Selebih dari itu sebagai masyarakat biasa yang menjadi korban janji politis tentu saat ini masih banyak waktu untuk tidak terulang lagi hal-hal seperti itu. Peran rakyat khususnya Manggarai Barat dalam dunia politik tentu tidak pernah membawa keberkahan, apalagi bicara tentang kesejahteraan. Politik yang sejatinya adalah Langkah atau strategi untuk mencapai suatu tujuan, kini harus bercabik-cabik oleh ulah oknum politis yang haus kekuasaan. Keadaan ini diperparah juga dengan banyaknya oknum politikus yang tidak selaras antara ucapan dan perbuatan, serta perilaku yang jauh dari tatakrama dan etika.
ADVERTISEMENT
Selain itu setiap kali masa pemilihan tiba kita akan mendapati wajah-wajah para politisi menghiasi baliho, spanduk, dan iklan di televisi. Mereka datang dengan segudang janji yang terdengar manis di telinga rakyat, berusaha merebut hati dan suara sebanyak mungkin. Janji-janji itu berkisar dari pembangunan infrastruktur, perbaikan sistem kesehatan, peningkatan kesejahteraan rakyat, hingga pemberantasan korupsi. Namun, sering kali harapan yang dibangun dari janji-janji tersebut tak sebanding dengan realita yang terjadi setelah mereka terpilih.
Politikus tahu betul bagaimana memainkan emosi rakyat, mereka memahami bahwa janji-janji yang menargetkan kebutuhan dasar masyarakat adalah cara efektif untuk mendapatkan dukungan. Ketika seorang calon pemimpin dalam kontestan pemilihan kepala daerah menjanjikan pembangunan rumah sakit baru misalnya, harapan rakyat yang tinggal di daerah terpencil akan terbangun. Mereka membayangkan akses kesehatan yang lebih mudah, tanpa harus melakukan perjalanan jauh ke kota besar.
ADVERTISEMENT
Janji-janji ini sering kali menyentuh aspek-aspek fundamental kehidupan sehari-hari, seperti pendidikan gratis, lapangan kerja yang melimpah, hingga bantuan langsung tunai bagi masyarakat kurang mampu. Semua ini membuat rakyat berharap bahwa hidup mereka akan berubah menjadi lebih baik jika kandidat tersebut terpilih. Mereka membayangkan dunia di mana kebutuhan dasar mereka terpenuhi, di mana anak-anak mereka dapat bersekolah tanpa biaya, dan di mana mereka memiliki pekerjaan yang layak untuk menghidupi keluarga.
Sayangnya setelah pemilihan usai dan para politisi tersebut berhasil menduduki kursi kekuasaan, kenyataan yang dihadapi sering kali jauh dari harapan. Janji-janji yang dahulu diucapkan dengan penuh keyakinan, kini terlupakan atau tidak direalisasikan dengan alasan yang beragam. Dalam beberapa kasus, program-program yang dijanjikan hanya dijalankan setengah hati atau bahkan sama sekali tidak terlaksana. Salah satu alasan utama mengapa janji-janji kampanye sering kali tidak terpenuhi adalah karena realita politik dan birokrasi yang sangat kompleks. Sistem pemerintahan yang berbelit-belit, perbedaan kepentingan antarpartai, serta tekanan dari kelompok-kelompok tertentu sering kali menjadi penghalang bagi terealisasinya janji-janji tersebut. Misalnya, seorang politisi mungkin berjanji untuk membangun sekolah-sekolah baru, namun ketika dihadapkan dengan kenyataan anggaran yang terbatas dan prioritas lain yang mendesak, janji tersebut menjadi sulit untuk diwujudkan.
potret penulis
Tidak jarang pula, ada politisi yang hanya menjadikan janji-janji kampanye sebagai alat untuk mencapai kekuasaan, tanpa niat serius untuk merealisasikannya. Mereka memanfaatkan ketidaktahuan dan harapan rakyat untuk meraih posisi yang diinginkan. Setelah terpilih, fokus mereka bergeser pada bagaimana mempertahankan kekuasaan dan membangun jaringan yang lebih kuat, sementara janji-janji yang telah diucapkan diabaikan begitu saja. Ketika harapan yang dibangun dari janji-janji kampanye tidak terpenuhi, dampaknya bisa sangat merugikan. Kekecewaan yang dirasakan oleh masyarakat dapat memicu ketidakpercayaan terhadap pemerintah dan sistem politik secara keseluruhan. Mereka merasa telah dikhianati oleh orang-orang yang seharusnya memperjuangkan kepentingan mereka. Akibatnya, partisipasi politik dapat menurun karena masyarakat merasa tidak ada gunanya ikut serta dalam proses demokrasi yang hanya mengulang pola yang sama.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ketidakpercayaan ini bisa menyebabkan meningkatnya sikap apatis dan sinis di kalangan rakyat. Mereka mungkin berpikir bahwa semua politisi sama saja, hanya mencari keuntungan pribadi tanpa benar-benar peduli pada rakyat. Akibatnya, masyarakat enggan terlibat dalam proses politik atau lebih mudah terpengaruh oleh populisme yang menjanjikan solusi instan, namun sering kali tanpa dasar yang kuat. Meskipun kekecewaan terhadap janji-janji politikus sering kali menjadi kenyataan, bukan berarti kita harus berhenti berharap. Penting bagi masyarakat untuk tetap kritis dan bijak dalam memilih pemimpin. Jangan hanya terbuai oleh janji-janji manis yang diucapkan selama kampanye, tetapi cermati rekam jejak, kemampuan, dan integritas calon pemimpin tersebut.
Sebagai rakyat, kita juga perlu terus mengawasi dan menuntut pertanggungjawaban dari para pemimpin yang telah terpilih. Suara kita tidak berhenti pada saat pemilihan selesai, tetapi harus terus didengar melalui partisipasi aktif dalam berbagai forum dan media. Harapannya, dengan kesadaran dan partisipasi yang tinggi, kita dapat mendorong terciptanya pemimpin-pemimpin yang benar-benar peduli dan berkomitmen untuk mewujudkan janji-janji mereka. Pada akhirnya, meskipun realita sering kali tidak sesuai dengan harapan, penting bagi kita untuk terus optimis. Perubahan membutuhkan waktu dan usaha bersama, dan sebagai masyarakat, kita memiliki peran penting dalam mendorong perubahan tersebut. Dengan tetap berharap dan berjuang, suatu hari nanti, mungkin kita akan melihat janji-janji itu menjadi kenyataan yang membahagiakan bagi semua.
ADVERTISEMENT