Konten dari Pengguna

Mahalnya Biaya Pendidikan Tinggi, Pendidikan Tinggi Kebutuhan Tersier?

Muhammad Syafa'at Yaasin
Mahasiswa Ekonomi Syariah, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
19 Mei 2024 11:26 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Syafa'at Yaasin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: https://www.freepik.com/free-photo/flat-lay-piggy-bank-with-academic-cap-banknotes_11152996.htm#fromView=search&page=1&position=1&uuid=42fa98c0-579c-4e97-9ab0-c3ed2dcdc9f0
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: https://www.freepik.com/free-photo/flat-lay-piggy-bank-with-academic-cap-banknotes_11152996.htm#fromView=search&page=1&position=1&uuid=42fa98c0-579c-4e97-9ab0-c3ed2dcdc9f0
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dewasa ini isu mengenai peningkatan biaya pendidikan tinggi mulai ramai diperbincangkan. Isu tersebut diikuti gelombang aksi mahasiswa di berbagai kampus. Salah satu, narasi yang viral dalam gerakan aksi protes tersebut adalah "Orang Miskin Dilarang Sarjana". Narasi tersebut ditujukan untuk memberikan sindiran keras kepada pemangku kebijakan mengenai biaya pendidikan tinggi.
ADVERTISEMENT
Pendidikan tinggi merupakan salah satu alat untuk memajukan peradaban suatu negara. Jumlah penduduk lulusan pendidikan tinggi di Indonesia hanya sekitar 6% pada tahun 2022. Berdasarkan data tersebut pendidikan tinggi masih menjadi barang langka di Indonesia. Oleh karena itu, seharusnya pendidikan tinggi semakin dipermudah aksesnya. Hal tersebut selaras dengan amanat UUD 1945 yang tertera dalam pembukaan "memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa".
Berdasarkan amanat UUD 1945 seharusnya pemerintah membuka akses seluas-luasnya untuk setiap masyarakat agar dapat mengakses pendidikan tinggi. Hal yang disayangkan dari polemik tingginya biaya pendidikan tinggi adalah respon yang dinilai kurang tepat dari pemerintah yang diwakili oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie. Seharusnya pemerintah merespon polemik biaya pendidikan tinggi dengan solusi, bukan dengan menjelaskan hal yang menimbulkan kesan denial.
ADVERTISEMENT
Pendidikan tidak seharusnya dikapitalisasi agar setiap masyarakat baik dari kalangan atas hingga kalangan bawah dapat menggapainya. Pemerintah dapat mengambil peran dalam menangani tingginya biaya pendidikan tinggi melalui supply & demand. Dari segi supply pemerintah dapat mendirikan universitas tandingan seperti Universitas Terbuka sebagai alternatif pendidikan tinggi yang murah. Adanya Universitas tandingan dengan biaya yang murah diharapkan dapat menggeser demand terhadap universitas yang memiliki biaya mahal. Pergeseran demand tersebut diharapkan memicu kompetisi harga mengikuti mekanisme pasar yang ada (semacam perang harga) yang dapat menurunkan biaya pendidikan tinggi secara aggregat.
Pemerintah dan pihak lain yang memiliki keinginan memajukan pendidikan di Indonesia dapat mengambil peran melalui pembentukan Endowment Fund. Endowment Fund diharapkan dapat menjadi subsidi pasti untuk meringankan biaya pendidikan. Semakin besar Endowment Fund yang ada, maka akan semakin menyerap masyarakat yang ingin menempuh pendidikan tinggi. Metode ini sudah dipakai berbagai Universitas Top di dunia seperti Oxford University, Harvard University, dan Stanford University.
ADVERTISEMENT