Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Mendidik Gen Z: Generasi yang Katanya Rapuh, tapi Suka Ngatain
17 November 2024 10:48 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muhammad Abdul Aziz tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Gen Z itu generasi yang katanya rapuh, gampang baper, dan nggak tahan kritik. Tapi, anehnya, mereka ini juga generasi yang paling hobi roasting orang lain di media sosial. Bukan cuma roasting biasa, level ngatain mereka itu bisa bikin kita mikir, 'Ini guyon apa serangan personal, ya?'.
ADVERTISEMENT
Coba bayangin skenario ini: seorang Gen Z nge-tweet soal pentingnya self-love, healing, dan menjaga mental health. Dua jam kemudian, orang yang sama bikin thread ngatain artis karena outfit-nya nggak matching. Ironi banget, kan? Tapi, begitulah mereka. Katanya fragile, tapi mereka ini juaranya bikin meme yang sarkas banget.
Di balik itu semua, kita jadi mikir, sebenarnya mereka ini rapuh karena apa? Karena emang kenyataan hidup makin berat, atau karena kita yang nggak pernah paham cara mereka bertahan? Sebagai guru atau orang tua, kita sering mendengar julukan "generasi rapuh" untuk Gen Z. Anak-anak SMP zaman sekarang, katanya, gampang ngambek kalau dibilangin. Disuruh belajar dikit, langsung bilang, “Capek, Bu!” Kalau tugas dikasih deadline, jawabannya, “Banyak tekanan, Pak.”
ADVERTISEMENT
Tapi coba kita tengok dulu situasinya. Gen Z, terutama anak-anak SMP, tumbuh di era yang penuh dengan distraksi. Mereka menghadapi bukan cuma PR sekolah, tapi juga harus bertarung melawan game online, scroll TikTok, dan drama pertemanan di grup WhatsApp. Di saat kita dulu cuma pusing karena jadwal les dan ulangan harian, mereka ini hidup di tengah tekanan dunia nyata dan dunia maya. Wajar kalau mereka terlihat lebih sensitif. Bedanya, Gen Z lebih jujur tentang perasaan mereka. Kalau dulu kita diajari untuk diam dan tahan banting, mereka justru bilang, “Saya lelah, Pak.” Apa ini tanda rapuh? Mungkin bukan. Ini tanda bahwa mereka lebih sadar soal apa yang mereka rasakan.
Tantangan bagi kita adalah bagaimana mendidik mereka tanpa ikut-ikutan nge-label mereka sebagai "anak manja". Karena, jujur saja, kalau caranya salah, bukannya mereka jadi kuat, malah makin menjauh. Sebagai Guru zaman sekarang, kita sering menemui fenomena ini: anak-anak Gen Z yang di satu sisi gampang tersinggung, tapi di sisi lain paling jago ngasih komentar sarkas. Guru ngomong sedikit aja di kelas, langsung ada yang nge-batin, “Halah, sok tahu.” Teman salah jawab, bukannya bantu, malah dibilang, “Wawasanmu lho, dek”
Kenapa Gen Z, khususnya anak SMP, seperti ini? Salah satu jawabannya adalah budaya mereka yang tumbuh bersama humor internet, roasting, dan dark jokes. Apa-apa sekarang jadi bahan guyonan. Kalau kita serius menghadapi mereka, sering kali kita dianggap baper. Padahal, buat mereka, ngatain itu nggak selalu berarti benci. Kadang, itu cara mereka menjalin hubungan. Aneh? Mungkin buat kita, iya. Tapi buat mereka, itu sudah jadi bahasa sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Buat kita, tantangannya adalah bagaimana menyikapi kebiasaan ini. Kalau kita ikut tersulut, hubungan kita dengan mereka bisa makin renggang. Sebaliknya, kalau kita terlalu membiarkan, mereka bisa kehilangan batas mana yang boleh dan tidak. Jadi, penting buat kita menyeimbangkan: pahami mereka, tapi tetap ajari soal sopan santun dan konsekuensi dari ucapan.
Mendidik Gen Z, terutama anak SMP, itu kadang kayak main gim level sulit. Aturannya nggak jelas, musuhnya banyak, dan hadiahnya entah kapan nyampe. Guru dan orang tua menghadapi generasi yang gampang bosan, tapi juga gampang tersulut emosinya. Tantangan ini bikin kita harus ekstra sabar dan kreatif.
Sebagai pendidik, tugas kita adalah membantu mereka menemukan jalan tengah: memahami dunia mereka tanpa kehilangan kendali sebagai pembimbing. Mendidik Gen Z butuh kesabaran dan strategi khusus, karena mendidik dengan gaya otoriter ala zaman dulu jelas sudah nggak mempan.
ADVERTISEMENT
Mendidik Gen Z itu emang uji kesabaran tingkat tinggi. Kadang mereka ngeluh capek, tapi sambil scroll TikTok sampai tengah malam. Kadang baper dibilangin, tapi nggak segan nge-roasting teman di depan kelas. Mereka bikin kita geleng-geleng kepala, tapi juga bikin kita sadar: dunia mereka udah jauh beda sama zaman kita dulu.
Tugas kita? Ya, belajar bareng. Belajar nggak ngegas waktu mereka salah, belajar sabar waktu mereka ngeluh, dan belajar jadi dewasa pas mereka tiba-tiba ngatain, “Pak, kok tinggian saya?”
Intinya, kalau mau sukses mendidik mereka, kita nggak bisa jadi guru model komandan. Kita harus jadi pendamping yang bisa diajak ketawa, tapi juga tetap disegani. Capek? Pasti. Tapi kalau nggak kita yang paham mereka, siapa lagi?
ADVERTISEMENT
Karena di balik rapuh dan sarkasnya mereka, ada generasi yang sebenarnya cuma butuh dimengerti. Sabar, ya.