Konten dari Pengguna

Wibu Itu Enggak Nasionalis

Muhammad Abdul Aziz
Pengamat Politik di Negeri Wanokuni
23 April 2023 15:25 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Abdul Aziz tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Anime 'One Punch Man'. Foto: Zety Akhzar/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Anime 'One Punch Man'. Foto: Zety Akhzar/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Itulah ejekan yang sering ditujukan kepada seorang wibu. Untuk yang belum tau apa itu wibu, hei baca banyak artikel di internet jangan malas untuk mencari.
ADVERTISEMENT
Saya di sini hanya akan sedikit menyenggol ras terkuat di dunia tersebut. Wibu itu orangnya ngga nasionalis. Kenapa?
Pertama, seorang wibu lebih hafal nama karakter anime daripada pahlawan kemerdekaan kita. Berkaca pada pengalaman saya sebagai seorang guru yang juga seorang wibu di salah satu sekolah, banyak anak didik saya yang lebih tahu nama nama karakter anime daripada tokoh pahlawan kemerdekaan.
Survei kecil-kecilan yang saya lakukan membuktikan bahwa 60 persen anak didik saya adalah penikmat aktif manga dan anime. Sebanyak 30 persen adalah pegiat K-Pop, 5 persen adalah penikmat anime dan pegiat K-Pop sisa 5 persen adalah orang yang diam-diam menyukainya.
Kedua, beberapa orang dari ras terkuat di dunia tersebut lebih mencintai Jepang daripada negaranya sendiri. Eits sebentar jangan diserang dahulu, berdasarkan pengamatan saya di media sosial tidak jarang saya menemukan akun akun yang lebih mencintai Jepang daripada negaranya sendiri.
Anime My Hero Academia. Foto: Instagram/@plusultra
Bahkan ada yang ingin masuk ke isekai. Entah apa yang ia pikirkan, saya pun tak tau. Untuk beberapa wibu yang lebih mencintai karakter 2D daripada manusia nyata, saya no comment. Lebih baik diam daripada diserang, hehe
ADVERTISEMENT
Ketiga, para wibu lebih fasih menceritakan storyboard anime yang ia tonton daripada sejarah kemerdekaan Indonesia. Seperti kata Bung Karno “Jasmerah” jangan sekali-kali kita melupakan sejarah. Seorang wibu terkadang lebih memahami sejarah peradaban Jepang daripada sejarah kemerdekaan Indonesia sendiri.
Alasannya satu kebudayaan, sejarah, bahkan peradaban Jepang itu sering dimunculkan dalam beberapa anime yang sering mereka tonton. Sedangkan bagaimana mengenai sejarah kemerdekaan Indonesia?
Berapa orang yang dari kalian yang sudah menonton Battle of Surabaya? Bandingkan dengan beberapa orang dari kalian yang sudah menonton Attack on Titan? Sword Art Online? One Piece?
Keempat, seorang wibu itu lebih memilih role model karakter anime daripada tokoh pahlawan nasional. Lha kenal saja tidak kan ya, apalagi meneladani. Permasalahan ketokohan ini menjadi pekerjaan rumah bagi para pendidik untuk lebih mengenalkan tokoh-tokoh kepahlawanan agar menyeimbangkan informasi yang didapat anak-anak dari anime.
ADVERTISEMENT
Anime Jujutsu Kaisen O. Foto: sumito/Shutterstock
Masalah ketokohan atau role model ini sekilas memang bukan permasalahan yang mendasar toh hanya sebuah idola. Tetapi dalam alam bawah sadar sebuah idola atau dalam dunia perwibuan disebut sebagai husbu/waifu itu akan berdampak kepada karakter dan pola pikir yang dimiliki oleh para wibu. Contoh nyatanya ya tadi, sudah ada wibu yang lebih memilih karakter 2D daripada orang di dunia nyata.
Keempat alasan tadi seharusnya sudah menjadi alasan bagi para pendidik untuk berinovasi dalam mengenalkan sejarah kemerdekaan dan juga ketokohan dari para pahlawan nasional agar bisa menyeimbangkan informasi anak didiknya yang wibu tadi. Sehingga anak didik tidak hanya mendapatkan jejalan informasi dari sejarah dan juga kotokohan Jepang yang mereka dapatkan dari anime.
ADVERTISEMENT
Selain menyeimbangkan informasi, sebisa mungkin pendidik itu mampu untuk menarik perhatian anak-anak wibu tadi agar tertarik dengan sejarahnya dan juga tokoh-tokoh pahlawan nasional yang dimiliki oleh Indonesia.
Ini buka hanya tugas guru PPKn saja. PPKn itu hanya seminggu sekali sedangkan anak-anak menonton anime itu bisa tiap hari. Kalau hanya guru PPKn saja yang mengenalkan bagaimana bisa menyeimbangkannya. Eh sebentar, kenapa jadi serius ya pembahasannya? Tak apalah, intinya memang di sini.
Itu tadi mengenai dunia pendidikan, berbeda lagi halnya dalam dunia kebudayaan dan entertainment. Dua hal tadi bukan ranah para pendidik tetapi bisalah saya memberikan sebuah saran untuk dunia mereka.
Anime "Sang Pemimpin" soal Karl Marx di China. Foto: STR/AFP
Pertama, dalam hal kebudayaan. Dalam dunia digital sekarang ini memang perlu pengembangan budaya dengan pendekatan milenial. Kenapa tujuannya kepada generasi milenial?
ADVERTISEMENT
Ya karena mereka nantinya yang akan memimpin dan sebagai penerus tonggak kepemimpinan negara kita. Coba bayangkan kalau presiden kita nanti adalah seorang wibu akut? Gimana? Aduh saya kuat untuk membayangkan.
Yang kedua, dalam hal entertainment atau istilahnya itu dunia hiburan. Coba kalian lihat apa isi televisi sekarang ini, hiburan hiburan semacam itulah yang menyebabkan kenapa ras wibu lebih memilih menonton anime daripada menonton tayangan televisi di negaranya sendiri.
Ayolah tim kreatif di televisi buat acara yang bisa menarik sekaligus mendidik, banyak kok animator-animator di negara kita. Tinggal bagaimana produser mau mengembangkannya atau tidak.
Yah, itu saja sedikit curahan hati seorang pendidik yang menginginkan anak didiknya untuk sekadar tahu para pahlawan pendiri negara kita.
ADVERTISEMENT