Konten dari Pengguna

Mau Beli Rumah? Ini 3 Tips yang Harus Diperhatikan Sebelum Mengambil KPR

M Abdul Rahman
Konsultan Pajak / Dosen Universitas Ipwija /Mahasiswa Doktor Keuangan Universitas Brawijaya /
14 Februari 2023 9:59 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M Abdul Rahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi cicilan rumah. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cicilan rumah. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Memiliki sebuah hunian tempat tinggal adalah impian dari setiap orang, apalagi bagi mereka yang baru membina rumah tangga. Hidup mapan, jauh dari kata “menyusahkan” orang lain menjadi impian setiap pasangan berumah tangga.
ADVERTISEMENT
Namun, terkadang, masih banyak faktor yang mereka abaikan atau lalaikan dan menganggap justru hal tersebut hal receh yang tidak patut untuk dipertimbangkan.
Sebagai seorang pemerhati keuangan, saya telah mengamati beberapa kasus mengapa permohonan KPR untuk pembelian sebuah unit hunian, ditolak oleh pihak bank.
Berbagai alasan pun menjadi faktor penghambat mengapa seseorang gagal untuk dibiayai pendanaan transaksi rumahnya, hanya karena hal-hal sepele yang luput dari pengawasan seseorang yang ingin mengambil KPR.
Pada artikel ini, saya akan membahas beberapa poin penting bagi seseorang yang berencana untuk mengambil KPR. Yuk dibahas.

Clearance BI Checking

Ilustrasi Bank Indonesia. Foto: Willy Kurniawan/Reuters
Ya ibarat kata, ketika ada seseorang calon nasabah yang ingin mengajukan pembiayaan berupa KPR atau dana untuk berbisnis, pihak bank sebagai kreditur harus melakukan uji kelayakan berupa Fit and proper test seperti BI Checking.
ADVERTISEMENT
Pengujian ini menjadi penting, karena pihak kreditur dalam hal ini adalah bank, wajib mengetahui kondisi serta latar belakang calon debitur.
Apakah si calon debitur ini pernah mengalami masalah penunggakkan angsuran, bagaimana kemampuan mengangsurnya, serta bagaimana rasio keuangannya.
Terkadang, banyak sekali calon debitur tersandung gagal untuk mendapatkan persetujuan pembiayaan KPR di tahap ini, dan bagi pihak bank, tentu tiada kata ampun apabila secara riwayat BI checking, si calon debitur bermasalah dan membuat catat riwayat perbankannya.
Saya akan memberikan kisah nyatanya.
Ilustrasi cicilan rumah. Foto: Shutterstock
Ada seorang klien, mengeluhkan kepada saya, sudah hampir 5 kali mengajukan pembiayaan baik dirinya sendiri dan istrinya ke pihak bank namun selalu gagal.
Namun, pihak bank tidak secara terbuka menjelaskan apa yang menjadi penyebabnya, alasannya hanya “Bapak/Ibu tidak lolos BI Checking kami”. Ya dengan polosnya, mereka hanya mengangguk tanpa mengetahui secara pasti, apa itu BI Checking.
ADVERTISEMENT
Seiring waktu berjalan, ternyata mereka ingat bahwa masih ada tunggakan pinjol yang lupa dibayarkan. Tagihannya tidak seberapa, namun hal tersebut menjadi ganjalan besar bagi klien saya tersebut ketika keinginannya mengambil rumah ditolak oleh bank hanya karena tunggakan ratusan ribu saja.
Ilustrasi logo Bank Indonesia. Foto: REUTERS/Iqro Rinaldi
Begitulah cara mainnya BI Checking. Bank akan menguji kepatuhan nasabah dalam melunasi kewajibannya, berapa pun tagihannya. Di samping itu, bank akan menguji juga kemampuan dan rasio kemampuan membayar dengan diperbandingkan tingkat penerimaan penghasilan serta pengeluaran harian yang sifatnya rutin dan pokok. Berangkat dari sanalah, ganjalan-ganjalan terjadi yang mengakibatkan clearance terhadap BI Checking gagal.
Sehingga saran saya teman-teman, berbijaklah apabila ingin membelanjakan sesuatu terutama dengan memanfaatkan pinjaman yang berbasis online atau fitur paylater yang disediakan oleh platform online shop. Jangan terkecoh dengan berbagai macam promo.
ADVERTISEMENT
Ukur kemampuan diri, kalau sekiranya tidak mampu, ya sudah tidak usah konsumtif terlalu besar, tidak ada gunanya. Lebih baik uangnya ditabung untuk membayar down payment pembelian aset seperti rumah atau tanah, sisanya menggunakan KPR.
Kan kalau tidak ada pinjol-pinjolan mesti permohonan KPR nya akan dikabulkan kok.

Susun Rencana Anggaran Belanja Secara Bijak dan Ukur Kemampuan Diri

Ilustrasi KPR. Foto: Shutterstock
Disetujuinya permohonan KPR tentu akan menjadi kebahagiaan tersendiri bagi nasabah yang ingin membeli sebuah aset. Namun, seiring dikabulkannya permohonan tersebut, harus dibarengi pula dengan menyusun RAB secara bijak dan juga mengukur kemampuan diri.
Maksudnya adalah, dengan disetujuinya permohonan KPR, secara tidak langsung akan timbul fix cost yang akan rutin nasabah keluarkan di setiap bulannya dari total penerimaan penghasilan yang diterima. Tentu hal ini jangan sampai membebani cash flow dari Nasabah itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, analis dari pihak bank akan melakukan analisa terhadap rasio penerimaan dan pengeluaran, apabila ditambah dengan setoran KPR setiap bulannya apakah menjangkau atau tidak.
Hal ini sangat penting, di mana apabila beban ternyata lebih besar tentu besar kemungkinan secara linear pula Nasabah akan berat untuk mengangsur dan bukan tidak mungkin juga akan gagal bayar.
Ilustrasi cicilan rumah. Foto: Shutterstock
Hal-hal seperti itu harus ditelaah kembali oleh para nasabah dan calon konsumen untuk memperhatikan betul anggaran-anggaran yang keluar selama masa KPR.
Pihak bank pun tentu tidak ingin angsurannya gagal bayar, di samping itu konsumen pun akan cacat di mata pihak bank dalam jangka waktu yang lama apabila sampai terjadi gagal bayar dan penyitaan aset oleh pihak Bank.
ADVERTISEMENT
Sehingga win-win solution-nya adalah, mengukur kemampuan diri, mulai mencatat dan melakukan perhitungan anggaran secara mandiri, banyak berhemat di masa-masa KPR. Keluarkan dana yang perlu-perlu saja, daripada tidak kuat bayar KPR.

Kenali Mana yang Menjadi Kewajiban Pembeli dan Penjual

Ilustrasi KPR. Foto: Shutterstock
Poin ini menurut saya agak tricky dan penting. Sebelum membeli rumah, harus diketahui terlebih dahulu bahwa ada biaya-biaya yang harus dikeluarkan sebelum berurusan dengan pihak Bank. Seperti membayar booking fee, pajak-pajak, biaya admin fee kepada pihak developer, dan biaya lain-lainnya.
Kebanyakan, pihak pembeli termakan oleh bahasa-bahasa marketing property yang kadang-kadang si calon konsumen sendiri tidak paham apa itu maksudnya.
Seolah-olah di awal dibebani biaya menjadi bebas biaya. Bahasa seperti di bawah ini mudah sekali ditemui di spanduk atau banner-banner penjualan unit rumah
ADVERTISEMENT
“Bebas biaya admin”
“Bebas biaya pajak-pajak”
“Bebas PPN...”
Dan lain-lain....
Ilustrasi biaya. Foto: Shutter Stock
Perlu teman-teman ketahui, contoh biaya-biaya yang saya sebutkan di atas tadi, pada dasarnya sudah menjadi beban atau kewajiban dari masing-masing pihak.
Namun alih-alih dibebaskan, harga tersebut pada dasarnya telah include dengan harga jual. Sehingga bahasa marketing bisa diolah lebih smooth, dan tentu saja pihak developer punya rumusan sendiri atas perhitungan penjualan rumah yang jelas tentu tidak akan merugikan mereka.
Satu tips lagi, bagi para pembaca dan calon nasabah sekalian, jangan mau tertipu oleh pihak agen-agen lapangan atau agen freelance dari pihak penjual atau developer.
Terkadang mereka akan mencari uang pinggiran agar mendapatkan uang tambah dari pihak penjual. Jadi teman-teman perlu tau apa saja sih kewajiban dari pihak penjual dan pembeli.
ADVERTISEMENT

Pihak Penjual

Ilustrasi KPR. Foto: Shutterstock
Pihak penjual tidak terlepas dari biaya-biaya yang ditagihkan atas transaksi rumah atau tanah. Pihak penjual akan menanggung berupa :
ADVERTISEMENT

Pihak Pembeli

Ilustrasi KPR. Foto: Shutterstock
Pihak pembeli tentu akan dibebankan biaya yang lebih besar, dan hal tersebut lumrah karena biaya yang diperlukan untuk transaksi unit sebuah rumah tidaklah sedikit, biaya tersebut diantaranya :
Semangat para pejuang KPR!