Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Konten dari Pengguna
Identitas Modern: Tubuh, Fesyen, dan Seksualitas dalam Dunia Kontemporer
14 Desember 2022 20:58 WIB
Tulisan dari Muhammad Adib Al-Fikri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Anggapan mengenai fesyen tidak lepas dari porosnya sejarah fesyen itu sendiri. Kita mengetahui bagaimana pakaian yang memakai tubuh kita, dan tentu mengenai fesyen dalam berbagai media yang mewadahinya. Jika membahas dalam dunia modern, tentu kita tidak berhenti pada fesyen yang melekat pada tubuh kita sendiri.
ADVERTISEMENT
Manusia sejatinya mengenal dirinya sendiri. Dia yang ber-gender, ber-identitas, dan ber-modern, tahu pasti betapa perkembangan zaman postmodern ini memberikan berbagai permainan tanda dan simbol di dalamnya. Khususnya pada fesyen.
Tapi pertanyaannya adalah, how to be fashionable in modern society? anggapan umum mengenai 'Anda adalah apa yang Anda kenakan' sejatinya amat mendukung argumen saya mengenai apa itu fesyen. Sebagai sebuah nilai estetika pada pakaian, celana, rambut, dan hal apapun yang menutupi tubuh. Dan pada tulisan ini, saya akan menghubungkannya dengan konteks sosial-budaya kita saat ini.
Joanne Entwistle, dalam bukunya berjudul "The Fashioned Body: Fashion, Dress & Modern Social Theory" yang mengatakan bahwa fesyen sebagai penanda identitas, gender, bahkan seksualitas kita. Bukunya kurang lebih memberitahukan kita bahwa sejarah pakaian, sejalan dengan perbaikan teknologi terus memproduksi hirarki gender dan eksploitasi kelas pekerja di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Menurut saya, mengenai paragraf di atas, memberikan sebuah jawaban lugas mengenai pakaian bukan lagi sebatas aurat. Dia berperan jauh lebih besar terhadap individu, khusus ketika membicarakan identitas. Dia adalah penanda terhadap tubuh dan gender. Dan fesyen di zaman kontemporer ini adalah tentang realisasi tubuh terhadap ruang yang di isinya.
Memahami pakaian, menurut Entwistle adalah mempelajari tubuh yang terletak (p. ix). Karenanya, memahami pakaian tidak semudah mengatakan sebagai hal yang terdekat pada tubuh, dan ini dalam jarak teoritis yang aman. Tubuh, dan pakaian adalah satu kesatuan, sehingga menteorisasikan keduanya diharuskan berpusat pada teori berpakaian. Menurutnya, berpakaian adalah praktik - baik kata benda maupun kata kerja. Sebagai contoh, seorang perempuan yang memakai celana panjang hitam masuk toilet dengan ikon toiletnya perempuan berbusana. Dalam hal ini, pakaian bekerja sebagai 'perempuan', berkonotasi 'perempuan', sebagai gender yang sepenuhnya, dan bukan sebagai praktik yang sebenarnya. Dengan demikian, pakaian "mengubah alam menjadi budaya, melapiskan makna budaya pada tubuh "(p. 143) sekaligus menaturalisasi struktur budaya dan sosial.
ADVERTISEMENT
Identitas, gender dan seksualitas. Sekali lagi, ketiga hal ini menyuarakan pakaian sebagai pesan tentang pemakainya, terutama seksualitasnya. Dalam terminologi nya, Entwistle mengatakan bahwa fesyen sebagai sistem berpakaian yang dicirikan oleh logika internal, dengan dinamika konsumsi dan produksinya (p. 45). Pakaian memberikan wacana power dressing, yang dengannya tiap-tiap gender tertentu memahami standarisasi mengenai bagaimana dirinya menjadi seorang profesional, cerdas, dan tidak merepresentasikan sinyal provokatif terhadap gender lainnya.
Dalam hal ini, fesyen tentunya berupa penampilan seseorang dengan mode produksi dan konsumsi yang dijadikan awal perubahan normalisasi tatanan budaya dalam diri individu. Entwistle menyebutnya sebagai 'pesimpangan identitas'.
Budaya Postmodern memberikan berbagai pertukaran tanda di dalamnya. Yang sejatinya itu tidak menghilangkan, justru memperkaya unsur-unsurnya. Fesyen dalam budaya modern tidak hanya tentang pakaian dan tubuh. Karena menurut saya, tubuh dan pakaian yang terus-menerus akan memberikan identitas baru dan selalu memperbaharui. Tubuh mengenakan pakaian, sehingga tubuh menyatu dengan pakaian, yang proses ini perlahan berubah, bertukar, dan saling berinteraksi dengan tatanan budaya di dalamnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Virginia Woolf:
ADVERTISEMENT
Terima kasih.
Referensi:
Entwistle, J. (2015). The Fashioned Body (2nd ed.). Wiley. Retrieved from https://www.perlego.com/book/1536008/the-fashioned-body-fashion-dress-and-social-theory-pdf (Original work published 2015)
Woolf, V. (1995). Orlando. Wordsworth Editions.