Konten dari Pengguna

Twitter, Please do Your Magic: Negosiasi Pengguna dalam Ruang Virtual

Muhammad Adib Al-Fikri
Penulis dan pemerhati budaya-sosial. Mahasiswa Magister Kajian Budaya Universitas Padjadjaran.
17 April 2023 7:02 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Adib Al-Fikri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Twitter. Foto: Kirill Kudryavtsev/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Twitter. Foto: Kirill Kudryavtsev/AFP
ADVERTISEMENT
Twitter adalah aplikasi yang memiliki track record panjang terhadap penggunanya. Saya sendiri sudah cukup akrab dengan timeline Twitter yang berisikan dengan banyak isu personal maupun sosial. Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa pengguna lainpun akan merasakan hal yang sama.
ADVERTISEMENT
Twitter dilihat sebagai platform ruang virtual yang bebas ekspresi, bebas empati, juga membebaskan manusianya untuk berada dalam kelompok atau situasi tertentu. Salah satu tren yang selalu ramai di dalamnya adalah ketika pengguna memulai cuitan pertamanya dengan frase "Twitter, Please Do Your Magic".
Di tahun 2020, dari akun @radenrauf yang memulai cuitannya, mengundang semua pengguna Twitter untuk berperan aktif dalam cuitannya tersebut. Ia menarik pemuda/I untuk terlibat dalam aktivisme digital yang dibuat Rauf. Ia melibatkan emosi dalam penyebarannya.
Tangkapan layar dari akun @RadenRauf tertanggal 17 April 2023.
Yang tentu hal ini tidak lepas dari balasannya, yang mereka harus mengirimkan foto pribadi juga identitas singkat mengenai dirinya. Hanci-Azizoglu (2021) dalam Prihabida dan Tambunan (2022) menyebut bahwa peran bahasa sesungguhnya menjadi kekuatan dan pengaruh yang lebih ketika bahasa tersebut menjadi bagian dari fenomena sosial.
ADVERTISEMENT
Tujuannya untuk mengundang empati, dan kebebasan prespektif dari masyarakat yang ingin terlibat di dalamnya. Rauf membentuk literasi media baru yang mengimplikasikan pengikutnya untuk berinteraksi pada lingkungan, masyarakat, dan eksperimentasi terhadap identitas seseorang dalam lingkungan virtualnya (Jenkins: 2006).
Kristianto (2021) mengusung istilah connective action yang jika dihubungkan dengan tulisan saya ini adalah bagaimana ketika pengguna Twitter dapat memobilisasi massa dan mencapai tujuannya, hal tersebut menjadi kolektif. Dan tentu tidak lepas dari istilah participatory culture yang harus melibatkan pengguna lain untuk menjadi bagian reproduksi bahkan konsumen dalam konten virtual.
Saya kira tujuan dari cuitan @RadenRauf ini tidak lepas dari hiburan yang ingin ia buat di Twitter. Meski banyak tujuan dari frase ini dibuat, seperti meminta bantuan, dan lainnya, saya kira frase ini akan terus melibatkan massa dan akan membuat selalu hidup ruang virtual dalam budaya kontemporer saat ini.
ADVERTISEMENT