Konten dari Pengguna

Membangun Karakter Anak dengan Permainan Tradisional yang Menyenangkan

Muhammad Ainul Yaqin
Dosen Teknik Informatika yang menekuni Bidang keahlian Rekayasa Perangkat Lunak, Sistem Informasi, Manajemen Proses Bisnis, Process Mining, dan Arsitektur Enterprise.
21 Desember 2024 16:24 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Ainul Yaqin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: https://www.bing.com/images/create/
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: https://www.bing.com/images/create/
ADVERTISEMENT
Permainan tradisional, meski mungkin sudah mulai tergerus oleh gempuran teknologi, ternyata menyimpan segudang manfaat, khususnya dalam membentuk karakter anak-anak. Sebagai bagian dari budaya lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi, permainan-permainan ini bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga media yang efektif untuk mengajarkan nilai-nilai kehidupan. Mulai dari ketangkasan, kerjasama, hingga strategi, permainan tradisional menyentuh berbagai aspek pembentukan karakter yang penting bagi anak-anak.
ADVERTISEMENT
Di antara berbagai jenis permainan tradisional yang ada, ada beberapa yang tak hanya mengandalkan keberuntungan, tetapi juga keterampilan fisik dan mental. Permainan seperti Galasin atau Gobak Sodor, Congklak, dan Bebentengan mengajarkan pentingnya kerjasama, kepemimpinan, serta kejujuran. Bayangkan saja, ketika bermain Gobak Sodor, anak-anak diharuskan bekerja sama dalam tim, berpikir cepat, dan menghindari sentuhan lawan. Permainan ini bukan hanya melatih ketangkasan, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai seperti kejujuran dan kerja sama. Apalagi kalau tim yang satu bekerja dengan sangat baik, lawan yang terganggu bisa langsung gugur, bukan? Jadi, kalau kamu pikir Gobak Sodor cuma buat lari-larian saja, itu jauh dari kenyataan!
Selain itu, kita juga punya Sondah atau yang lebih dikenal dengan Engkle. Permainan ini bukan sekadar tentang melompat-lompat dan mencari pecahan genting. Ternyata, ada banyak nilai yang bisa dipetik. Misalnya, dalam Sondah, anak-anak diajarkan untuk fokus, mengingat langkah demi langkah dengan hati-hati agar tidak terjatuh. Hal ini mengajarkan mereka untuk tetap konsisten dan penuh perhatian terhadap tujuan yang ingin dicapai. Tapi, jangan salah, meskipun Sondah ini kelihatannya simple, tetap ada sisi kompetitif yang mengajarkan strategi dan keuletan. Jadi, anak-anak tidak hanya belajar melompat-lompat, mereka juga belajar untuk tidak mudah menyerah.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, permainan tradisional juga sangat efektif dalam membangun keterampilan sosial anak-anak. Dalam permainan seperti Bebentengan, di mana setiap pemain harus menjaga benteng sekaligus menyerang benteng lawan, anak-anak belajar tentang kepemimpinan dan pentingnya kerjasama dalam tim. Bebentengan bukan hanya sekadar berlari-larian, tetapi juga melibatkan perencanaan dan strategi yang harus dijalankan oleh tim dengan baik. Anak-anak belajar memimpin dan mendengarkan arahan, serta belajar bagaimana bekerja dalam tim yang solid. Inilah yang jarang ditemukan dalam permainan digital atau modern yang lebih individualis.
Peran penting lain dari permainan tradisional adalah mengasah kemampuan anak untuk berinteraksi dengan orang lain secara langsung. Tidak seperti permainan digital yang sering kali membuat anak cenderung tertutup dan lebih suka menyendiri, permainan tradisional memungkinkan anak-anak untuk bersosialisasi, saling berkomunikasi, dan berbagi kegembiraan atau bahkan rasa frustrasi saat mereka kalah. Inilah yang membedakan permainan tradisional dengan permainan yang dimainkan di layar.
ADVERTISEMENT
Mungkin sebagian dari kita sudah jarang melihat anak-anak bermain Gobak Sodor atau Congklak di halaman rumah. Tapi, jangan salah, permainan ini masih punya tempat yang istimewa dalam membentuk karakter mereka. Misalnya, dalam Congklak, selain mengajarkan strategi dan perencanaan, permainan ini juga mengajarkan kesabaran. Kamu harus sabar menebar kuwuk, mengantisipasi langkah lawan, dan berpikir jauh ke depan. Jika nggak sabar, bisa-bisa malah kehilangan kesempatan untuk menang. Hasilnya? Anak-anak belajar mengontrol emosi dan tetap tenang dalam menghadapi tantangan. Jadi, meskipun permainan ini terkesan sederhana, sebenarnya ada banyak hal yang bisa dipelajari.
Tak hanya itu, permainan tradisional juga mengajarkan tentang kejujuran. Misalnya, dalam permainan Ucing-Ucingan, di mana seseorang berperan sebagai "Ucing" (atau si kucing) yang harus mengejar teman-temannya, ada aturan bahwa jika pemain tidak berteriak "KUP!!" dan tetap diam saat dikejar, mereka akan jadi patung. Begitu juga dengan pemain yang memegang status "patung"—mereka harus dibangunkan oleh teman yang menyentuhnya dan berkata "BANGUN!!" tanpa curang. Kalau tidak jujur, bisa-bisa permainan jadi berantakan. Ini adalah salah satu contoh bagaimana permainan tradisional mengajarkan nilai kejujuran, bahwa dalam permainan, kita harus mengikuti aturan dan tidak mencari celah untuk curang. Bahkan, dalam dunia nyata pun, kita akan merasakan dampak dari ketidakjujuran.
ADVERTISEMENT
Selain kejujuran, permainan tradisional juga memperkenalkan konsep penting tentang kepemimpinan. Contohnya dalam permainan Bebentengan, di mana setiap tim memiliki pemimpin yang bertugas mengatur strategi dan menjaga kekuatan timnya. Kepemimpinan di sini tidak hanya soal memberi perintah, tetapi juga tentang mendengarkan dan berkolaborasi dengan anggota tim. Seorang pemimpin yang baik dalam permainan ini adalah mereka yang tahu kapan harus menyerang dan kapan harus bertahan, serta memastikan bahwa seluruh anggota tim dapat berfungsi dengan baik. Inilah nilai-nilai kepemimpinan yang kelak bermanfaat dalam kehidupan sosial dan profesional anak-anak.
Yang lebih menarik lagi, permainan seperti Ucing Sumput mengajarkan tentang strategi dan kecerdasan dalam bermain. Dalam permainan ini, pemain yang jadi "Ucing" harus menggunakan strategi untuk menemukan teman-temannya yang bersembunyi. Si "Ucing" harus pandai menebak tempat bersembunyi dan juga tidak boleh terburu-buru untuk menebak. Jika ia gagal, giliran menjadi "Ucing" berikutnya akan diberikan kepada orang yang pertama kali tertangkap. Permainan ini mengasah kemampuan berpikir kritis dan strategi, yang juga bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti membuat keputusan yang tepat dalam berbagai situasi.
ADVERTISEMENT
Namun, tentu saja, tidak hanya dari segi fisik dan mental, permainan tradisional juga mengajarkan soal emosi. Ketika bermain Galasin atau Gobak Sodor, anak-anak belajar bagaimana menghadapi rasa frustrasi saat lawan berhasil melewati penjagaan mereka, atau bahkan rasa kemenangan yang datang setelah bekerja keras. Emosi ini tidak hanya berhenti pada kegembiraan saat menang, tetapi juga kemampuan untuk mengelola kekalahan dengan lapang dada dan belajar dari kesalahan. Ini adalah pelajaran hidup yang sangat penting yang sering kali sulit diajarkan dalam konteks pembelajaran formal.
Jadi, meskipun zaman sudah berubah, permainan tradisional tetap relevan dan memiliki peran besar dalam pembentukan karakter anak-anak. Lewat permainan-permainan seperti Gobak Sodor, Congklak, Bebentengan, dan lainnya, anak-anak tidak hanya diajarkan untuk berkompetisi, tetapi juga untuk bekerja sama, berpikir kritis, dan bertanggung jawab terhadap tindakannya. Ini adalah nilai-nilai yang sangat penting untuk tumbuh kembang mereka, dan seringkali lebih efektif diajarkan melalui pengalaman langsung dalam bermain.
ADVERTISEMENT
Permainan tradisional bukan hanya sekadar permainan, tetapi juga alat yang sangat efektif dalam membentuk karakter anak-anak. Dengan setiap permainan, ada pelajaran berharga yang bisa dipetik, mulai dari kerjasama, kepemimpinan, hingga kejujuran dan strategi. Jadi, yuk, mari kita kembali bermain dan mengenalkan permainan tradisional kepada generasi sekarang agar mereka bisa merasakan keseruan sambil belajar nilai-nilai kehidupan yang sangat penting!
Kini, dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat, mungkin kita bisa memanfaatkan permainan digital dan aplikasi untuk belajar dan bersenang-senang. Namun, jangan sampai kita melupakan kekayaan budaya yang ada dalam permainan tradisional. Mungkin sudah saatnya bagi kita untuk menghidupkan kembali permainan-permainan ini, bukan hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai sarana untuk membentuk karakter anak-anak yang lebih kuat, tangguh, dan bijaksana. Apakah kamu siap untuk bermain dan belajar dengan cara yang menyenangkan?
ADVERTISEMENT
Referensi:
A. Husna M. (2009). 100+ Permainan Tradisional Indonesia untuk Kreativitas, Ketangkasan, dan Keakraban, Andi.