Konten dari Pengguna

Pendekatan Hybrid: Saat Struktur Kerja Bertemu Enterprise Architecture

Muhammad Ainul Yaqin
Dosen Teknik Informatika yang menekuni Bidang keahlian Rekayasa Perangkat Lunak, Sistem Informasi, Manajemen Proses Bisnis, Process Mining, dan Arsitektur Enterprise.
9 Desember 2024 11:16 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Ainul Yaqin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Proses Bisnis vs Teknologi (sumber: bing.com/images/create)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Proses Bisnis vs Teknologi (sumber: bing.com/images/create)

Prolog: Perang Besar Proses dan Teknologi

ADVERTISEMENT
Bayangkan ini: Anda berdiri di sebuah meja rapat, menghadapi dua kubu—tim bisnis yang sibuk berdebat tentang efisiensi, dan tim teknologi yang berbicara dalam kode dan jargon. Kedua belah pihak yakin bahwa mereka adalah "pahlawan sejati" organisasi, dan Anda? Anda di sana, sebagai mediator yang mencoba menjembatani dua dunia ini dengan sebuah pendekatan hybrid.
ADVERTISEMENT
Pendekatan hybrid ini, yang memadukan struktur kerja dan enterprise architecture (EA), terdengar seperti jurus sakti, tapi percayalah, ini bukan sulap atau sihir. Sebaliknya, ini adalah cara pintar untuk menyatukan proses bisnis dan teknologi ke dalam harmoni yang produktif. Mari kita bahas bagaimana cara menyulap metode ini dengan gaya yang ringan dan menyenangkan!

Bagaimana Struktur Kerja dan EA Bisa "Ngopi Bareng"?

Struktur kerja adalah peta jalan bagaimana tugas dikelola di seluruh organisasi. Di sisi lain, Enterprise Architecture adalah kerangka besar yang mencoba menyelaraskan strategi bisnis dengan infrastruktur teknologi. Secara teori, keduanya cocok seperti cokelat dan kopi—kombinasi sempurna untuk membangun produktivitas.
Namun, kenyataannya sering kali menyerupai campuran kopi dan jus jeruk—sedikit berantakan dan bikin sakit kepala. Kuncinya adalah menyatukan pendekatan struktural seperti yang disarankan oleh Rummler dan Ramias (2010), di mana peta subproses menjadi alat untuk mendefinisikan kontrol kerja, dengan pandangan EA yang lebih luas.
ADVERTISEMENT

Resep Rahasia Hybrid: Siapkan Super-System

Seperti yang dijelaskan Rummler dkk., cara terbaik untuk memulai adalah dengan mengidentifikasi Super-System. Apa itu? Anggap saja seperti makroekosistem yang mengelilingi organisasi Anda. Ini adalah tahap di mana Anda bertanya, “Apa yang sebenarnya ingin dicapai perusahaan ini, dan bagaimana setiap bagian mendukung tujuan tersebut?”
Pendekatan ini membantu Anda menghindari jebakan besar dari EA tradisional yang sering terjebak di "papan gambar" TI. Sebaliknya, fokus hybrid ada pada bagaimana pekerjaan sebenarnya dilakukan, siapa yang melakukannya, dan bagaimana hasilnya diukur​.
Lanjutkan dengan menyempurnakan sistem manajemen, arsitektur kinerja teknologi, dan arsitektur kinerja manusia untuk membentuk "arsitektur penciptaan nilai".

Spoiler Alert: Akan Ada Drama!

Jangan harap perjalanan ini mulus seperti jalan tol pagi hari. Ada beberapa drama yang harus Anda persiapkan:
ADVERTISEMENT
Drama "Aku vs. Kamu" antara Bisnis dan TI
Saat mencoba menyelaraskan dua kubu, Anda pasti akan mendengar kalimat legendaris seperti, “Kami di TI tidak paham maksud bisnis” atau “Bisnis itu tidak tahu cara pakai teknologi.”
Hambatan "Apa Itu Subproses?"
Ketika Anda memperkenalkan istilah seperti peta subproses, banyak kepala akan mengangguk seolah paham, tetapi dalam hati mereka mungkin bertanya-tanya, "Ini bahasa alien dari mana?"
Perlawanan terhadap Perubahan
Orang-orang cenderung takut pada perubahan. Memberikan penjelasan bahwa ini adalah untuk masa depan lebih baik sering kali memunculkan reaksi, “Tapi kan cara lama juga oke!”
Dengan strategi komunikasi yang kuat, serta pemahaman mendalam tentang kedua pendekatan ini, Anda akan mampu menyatukan semua pihak.

Hybrid itu Butuh Blueprint: Kenalan dengan ARIS

Bayangkan Anda membangun rumah tanpa cetak biru. Pasti hasilnya acak-acakan, kan? Nah, pendekatan hybrid ini juga butuh blueprint. Salah satu pendekatan populer yang sering digunakan adalah ARIS (Architecture of Integrated Information Systems). Dalam dunia hybrid, ARIS adalah “rumah mewah” yang bisa menampung proses bisnis, struktur organisasi, hingga sistem teknologi​.
ADVERTISEMENT
ARIS memiliki struktur yang terdiri dari beberapa lapisan:
Rekayasa Proses: Ini adalah dapurnya hybrid. Di sini, semua proses bisnis dimodelkan sesuai alur kerja, mulai dari input hingga output.
Perencanaan dan Pengendalian Proses: Bagian ini seperti pengawas proyek. Tujuannya memastikan semuanya berjalan sesuai rencana, baik dari segi waktu maupun biaya.
Kontrol Alur Kerja dan Sistem Aplikasi: Kalau ini adalah bagian "otak digital," di mana alur kerja diotomatisasi dan teknologi mendukung pekerjaan harian.

Menyatukan Semua dalam Keharmonisan

Sekarang, mari kita berbicara tentang bagaimana menyatukan semua elemen ini agar berjalan lancar. Pendekatan hybrid ini mirip orkestra: setiap pemain (proses bisnis, teknologi, dan manusia) harus sinkron. Kalau ada satu yang fals, musiknya akan terdengar berantakan.
ADVERTISEMENT
Langkah-langkah menuju harmoni hybrid:
Definisikan Arsitektur As-Is
Ini adalah tahap di mana Anda mendokumentasikan keadaan saat ini. Contoh sederhana, jika saat ini proses approval dokumen membutuhkan tanda tangan manual, maka itulah baseline Anda.
Tentukan Arsitektur To-Be
Setelah tahu posisi awal, kini saatnya bermimpi. Seperti apa arsitektur masa depan yang diinginkan? Misalnya, Anda ingin proses approval menjadi otomatis melalui sistem.
Rancang Rencana Migrasi
Tahap ini penting karena Anda tidak bisa langsung lompat dari titik A ke Z. Rencana migrasi adalah peta jalan untuk sampai ke sana, lengkap dengan milestone yang realistis​.

Tantangan: Ketika Semua Ingin Jadi "Bintang Utama"

Salah satu tantangan terbesar dalam hybrid adalah menentukan siapa yang memegang kendali. Apakah proses bisnis menjadi prioritas, atau teknologi yang memimpin? Sebuah studi oleh Rouhani dkk. (2013) menyebutkan bahwa implementasi EA sering kali bias ke arah TI, sehingga aspek bisnis kurang diperhatikan​.
ADVERTISEMENT
Solusinya adalah keseimbangan. Seperti hubungan asmara yang sehat, bisnis dan TI harus saling mendukung. Misalnya, jangan terlalu kaku pada teknologi yang ada jika proses bisnis membutuhkannya untuk berubah. Sebaliknya, jangan abaikan efisiensi teknologi hanya demi mempertahankan cara lama.

Plot Twist: Humor untuk Mengatasi Ketegangan

Menggunakan pendekatan hybrid sering kali menghadirkan momen tegang. Namun, siapa bilang tidak bisa diselingi humor? Contohnya:
Ketika tim bisnis berkata, “TI itu seperti alien, susah dipahami,” jawab saja, “Itu karena kita sedang membangun pesawat luar angkasa bersama!”
Atau ketika TI mengeluh, “Bisnis ini ribet banget,” balas dengan santai, “Itu karena kita sedang membuat karya seni, bukan spreadsheet biasa.”
Dengan pendekatan ringan seperti ini, Anda bisa mencairkan suasana dan membuat kolaborasi menjadi lebih menyenangkan.
ADVERTISEMENT

Hybrid dalam Aksi: Studi Kasus Fiksi, tapi Masuk Akal

Bayangkan sebuah perusahaan bernama PT Sejahtera Sentosa, sebuah bisnis manufaktur makanan ringan. Mereka ingin meningkatkan efisiensi proses bisnis sekaligus mengintegrasikan teknologi yang lebih modern. Tapi seperti biasa, masalah klasik muncul: tim operasional merasa teknologi yang baru terlalu rumit, sementara tim TI mengeluh karena data yang diberikan tim operasional sering "berantakan."
Dalam pendekatan hybrid, langkah-langkah berikut diambil untuk mengatasi masalah ini:
Menggunakan Peta Subproses
Tim memetakan subproses utama mereka, seperti produksi, pengemasan, hingga distribusi. Dengan pendekatan ini, mereka menemukan bahwa titik kontrol penting ada pada proses pengemasan, yang ternyata sering mengalami keterlambatan karena alat manual​.
Memanfaatkan Kerangka ARIS
Dengan kerangka ARIS, mereka mendesain ulang proses pengemasan agar lebih otomatis menggunakan perangkat lunak kontrol alur kerja. Langkah ini menyinkronkan operasional dengan infrastruktur teknologi perusahaan.
ADVERTISEMENT
Mengidentifikasi Arsitektur As-Is dan To-Be
Mereka mendokumentasikan bahwa kondisi As-Is membutuhkan waktu 10 menit untuk mengemas 100 produk. Dengan rancangan To-Be, waktu tersebut dipangkas menjadi hanya 4 menit per 100 produk, berkat otomatisasi yang terintegrasi.
Rencana Migrasi Bertahap
Karena tidak mungkin langsung mengganti seluruh sistem, PT Sejahtera Sentosa memutuskan untuk mulai dari satu pabrik dulu. Setelah sukses, baru diterapkan secara bertahap ke pabrik lainnya.

Keuntungan Mengadopsi Hybrid

Apa hasilnya? Dalam skenario PT Sejahtera Sentosa, keuntungan yang mereka dapatkan cukup signifikan:
Efisiensi Meningkat: Proses manual yang memakan waktu digantikan oleh sistem otomatis.
Kolaborasi Lebih Baik: Dengan menggunakan pendekatan hybrid, tim bisnis dan TI kini berbicara dalam "bahasa yang sama."
Pemahaman Menyeluruh: Fokus pada peta subproses membuat mereka memahami tidak hanya bagaimana pekerjaan dilakukan, tetapi juga siapa yang melakukannya dan apa dampaknya.
ADVERTISEMENT

Pelajaran Penting: Jangan Terlalu Sibuk “Mengarsiteki”

Salah satu jebakan yang sering dialami dalam pendekatan hybrid adalah terlalu sibuk dengan kerangka kerja tanpa eksekusi nyata. Seperti yang disebutkan oleh Scheer (2000), pendekatan berbasis konten harus diimbangi dengan pendekatan formal yang mengarah pada implementasi​.
Jika Anda hanya mendesain tetapi tidak pernah menerapkan, maka hasil akhirnya adalah teori yang cantik tapi tidak ada manfaat praktisnya. Bayangkan Anda membeli resep makanan paling rumit, tapi tidak pernah mencoba memasaknya—apa gunanya?
Hybrid di Dunia Nyata: Siapa yang Harus Coba?
Pendekatan hybrid ini cocok untuk:
Perusahaan yang Sedang Berkembang: Jika Anda ingin mengintegrasikan teknologi baru tanpa mengorbankan proses bisnis yang sudah mapan.
Organisasi dengan Banyak Divisi: Pendekatan ini membantu menjembatani perbedaan antara berbagai unit kerja.
ADVERTISEMENT
Tim yang “Berantem” antara Bisnis dan TI: Kalau suasana kerja sudah seperti sinetron, mungkin pendekatan hybrid ini bisa jadi solusi damai.

Epilog: We’re All in This Together

Pendekatan hybrid bukanlah solusi instan atau "ramuan ajaib," tapi ini adalah strategi yang sangat efektif jika diterapkan dengan benar. Inti dari hybrid adalah menyatukan dua dunia—bisnis dan teknologi—dengan menghormati peran masing-masing.
Jadi, jangan takut mencoba. Seperti kata pepatah: "Jika tidak ada jalan, buatlah jalan." Dengan hybrid, Anda tidak hanya membuat jalan, tetapi juga membangun jembatan yang menghubungkan semua orang di organisasi Anda.
Siap untuk mencoba pendekatan hybrid? Kalau Anda merasa artikel ini menghibur dan bermanfaat, jangan lupa bagikan ke teman-teman Anda! 😄

Referensi

Rummler, G.A., Ramias, A.J. (2010). A Framework for Defining and Designing the Structure of Work. In: Brocke, J.v., Rosemann, M. (eds) Handbook on Business Process Management 1. International Handbooks on Information Systems. Springer, Berlin, Heidelberg. https://doi.org/10.1007/978-3-642-00416-2_4
ADVERTISEMENT
Scheer, AW., Nüttgens, M. (2000). ARIS Architecture and Reference Models for Business Process Management. In: van der Aalst, W., Desel, J., Oberweis, A. (eds) Business Process Management. Lecture Notes in Computer Science, vol 1806. Springer, Berlin, Heidelberg. https://doi.org/10.1007/3-540-45594-9_24
Rouhani, B. D., Mahrin, M. N., Nikpay, F., & Nikfard, P. (2013, September). A comparison enterprise architecture implementation methodologies. In 2013 international conference on informatics and creative multimedia (pp. 1-6). IEEE.