Konten dari Pengguna

Bahasa Baku Sekarat di Era Digital?

Muhammad Alfarisi
Mahasiswa Universitas Pamulang
5 Mei 2025 16:03 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Alfarisi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi gadget ( Sumber https://pixabay.com/id/photos/tangan-telepon-smartphone-1851218/ )
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gadget ( Sumber https://pixabay.com/id/photos/tangan-telepon-smartphone-1851218/ )
ADVERTISEMENT

Teknologi mempercepat komunikasi, namun mengorbankan ketertiban bahasa.

ADVERTISEMENT
Efisiensi teknologi memang mempermudah komunikasi, tetapi dampaknya terhadap identitas bahasa kita tidak bisa diabaikan. Di tengah pesatnya perkembangan digital, gawai menjadi alat utama yang mengubah cara kita berbicara dan berpikir. Bahasa baku yang selama ini menjadi standar dalam komunikasi formal kini mulai tersisih, digantikan oleh gaya bahasa yang lebih santai, cepat, dan instan. Meskipun teknologi membawa kemudahan, kita seringkali lupa bahwa ketertiban dalam berbahasa adalah elemen penting yang menjaga agar pesan tetap jelas dan tepat. Tanpa standar yang jelas, komunikasi bisa kehilangan arah, dan dengan cepat kita menyaksikan perubahan yang tidak hanya memengaruhi cara kita berbicara, tetapi juga cara kita berpikir.
Ilustrasi mengetik ( Sumber https://pixabay.com/id/photos/gadis-mengetik-tipe-menggunakan-791570/ )
Media sosial, pesan instan, dan berbagai platform digital menciptakan budaya komunikasi baru yang mengutamakan kecepatan. Kata-kata dipotong, disingkat, diubah sesuai selera pengguna. “Sudah” berubah jadi “udah”, “tidak” menjadi “nggak”, dan “kamu” disulap jadi “km”. Bahasa menjadi seperti file ZIP semakin kecil, semakin praktis. Tapi seperti file yang terlalu dikompresi, makna bisa ikut terpangkas. Efisiensi linguistik ini membuat pesan menjadi cepat dikirim, tapi tidak selalu jelas diterima.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, banyak yang menganggap ragam baku itu kaku dan membosankan. Padahal, jika kita lihat dari kacamata teknologi, standar justru adalah tulang punggung sebuah sistem. Dalam jaringan komputer, protokol komunikasi dibuat agar semua data bisa saling mengerti dan tidak saling tabrakan. Dalam bahasa, ragam baku berperan seperti protokol itu menjaga agar komunikasi tetap stabil, jelas, dan bisa dipahami oleh semua orang, terlepas dari latar belakangnya. Tanpa standar, komunikasi bisa berantakan dan penuh kesalahpahaman. Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah ketika teknologi justru ikut mengabadikan bentuk-bentuk bahasa tak baku.
Ilustrasi AI ( Sumber https://pixabay.com/id/photos/search/ai%20ilustration/ )
Sistem AI, autokoreksi, hingga chatbot belajar dari data yang kita hasilkan setiap hari. Ketika kita lebih sering menggunakan bahasa gaul dan ejaan kreatif, mesin pun akan belajar dari itu. Hasilnya, model bahasa yang kita anggap pintar bisa jadi justru memperkuat kebiasaan yang salah karena mereka hanya meniru apa yang dianggap “normal” oleh mayoritas pengguna. Maka tanpa disadari, krisis bahasa ini meluas bukan hanya di kalangan manusia, tapi juga dalam sistem teknologi yang kita bangun.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi belajar ( Sumber https://pixabay.com/id/photos/siswa-komputer-anak-laki-laki-99506/ )
Pendidikan memegang peran penting dalam mengembalikan martabat bahasa. Namun, sistem pengajaran bahasa selama ini masih terjebak pada pendekatan lama: menghafal definisi, mencari kata baku, dan lulus ujian. Bahasa seharusnya diajarkan bukan hanya sebagai alat tulis, tapi sebagai alat berpikir. Di era teknologi pendidikan yang semakin canggih, kita bisa merancang metode belajar yang lebih menarik menggunakan aplikasi interaktif, game kebahasaan, atau bahkan AI yang membantu siswa memahami konteks penggunaan bahasa secara alami.
Menjaga bahasa baku bukan berarti menolak perubahan. Bahasa tentu harus berkembang. Tapi perkembangan yang sehat tetap berakar pada struktur yang jelas. Ragam baku bukan penjara, melainkan fondasi. Bukan pembatas kreativitas, tapi penjamin keterhubungan. Dalam dunia yang semakin cepat, bising, dan penuh gangguan, ketepatan dalam berbahasa justru adalah bentuk kecerdasan dan ketegasan berpikir.
ADVERTISEMENT