Konten dari Pengguna

Transformasi Sastra Indonesia: Dari Era Klasik ke Kontemporer

MUHAMMAD ALVICKY ARIEF M
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Universitas PGRI Madiun
15 Januari 2025 11:11 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari MUHAMMAD ALVICKY ARIEF M tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Perkembangan Sastra Indonesia: Dari Klasik Ke Kontemporer (Sumber: Canva)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perkembangan Sastra Indonesia: Dari Klasik Ke Kontemporer (Sumber: Canva)
ADVERTISEMENT
Sastra Indonesia merupakan cerminan dari dinamika budaya, sosial, dan politik yang terjadi sepanjang sejarah bangsa. Dari karya seni klasik yang penuh dengan nilai lokal hingga sastra kontemporer yang mengangkat isu-isu global, perjalanan sastra Indonesia menunjukkan evolusi yang kaya dan beragam. Perkembangan ini tidak hanya mencerminkan perubahan gaya dan tema, tetapi juga menunjukkan bagaimana sastrawan merespons tantangan zaman. Menurut H.B. Jassin, periode sastra di Indonesia terbagi menjadi dua kategori besar: Sastra Melayu Lama dan Sastra Modern, yang masing-masing memiliki karakteristik unik yang dipengaruhi oleh konteks sosial dan politik pada masanya.
ADVERTISEMENT
Pada masa pra-modern, sastra Indonesia dipengaruhi oleh tradisi lisan dan tulisan. Karya-karya seperti "Hikayat Raja-Raja" dan "Hikayat Hang Tuah" menjadi penanda kebesaran sastra Melayu. Karya-karya dalam bentuk tembang dan kakawin di Bali dan Jawa juga menunjukkan keyakinan Hindu-Buddha yang mendalam. Selain itu, pengaruh budaya Arab dan Persia juga terlihat dalam karya-karya seperti syair dan gurindam, yang memperkaya khazanah sastra Nusantara dengan nilai-nilai moral dan religius. Sastra pada masa ini tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai sarana pendidikan dan penyampaian nilai-nilai budaya yang penting bagi masyarakat.
Perkembangan sastra Indonesia mulai mengalami transformasi signifikan pada masa kolonial. Penulis seperti Multatuli, yang menulis "Max Havelaar", mendukung hak-hak rakyat pribumi dan mengkritik ketidakadilan sosial yang terjadi di Hindia Belanda. Pada tahun 1926, pemerintah Hindia Belanda mendirikan Balai Pustaka untuk menerbitkan karya-karya sastra yang tidak menentang pemerintah, sehingga lahirlah angkatan sastra kompromi. Selain itu, penulis seperti Sutan Sjahrir dan Amir Hamzah muncul sebagai suara baru yang membawa semangat nasionalisme, memperkaya khazanah sastra dengan tema perjuangan dan identitas bangsa.
ADVERTISEMENT
Semangat sastra modern datang dengan munculnya gerakan Pujangga Baru pada tahun 1933. Penulis seperti Armijn Pane dan Sutan Takdir Alisjahbana mengedepankan tema-tema nasionalisme dan modernitas, serta menggunakan bahasa Indonesia sebagai sarana ekspresi. Karya-karya mereka tidak hanya bersifat hiburan tetapi juga mengandung bobot filsafat yang dalam. Gerakan ini juga mendorong penulis muda untuk mengeksplorasi identitas budaya dan memperjuangkan hak-hak sosial, sehingga sastra menjadi alat untuk menyuarakan perubahan dan harapan bagi masyarakat. Dengan demikian, Pujangga Baru berperan penting dalam menciptakan kesadaran kolektif akan identitas bangsa dan nilai-nilai kemanusiaan yang universal.
Setelah kemerdekaan, sastra Indonesia semakin berkembang dengan tema-tema perjuangan dan pembentukan identitas nasional. Penulis seperti Chairil Anwar dan Pramoedya Ananta Toer menjadi ikon sastra yang menggambarkan semangat kemerdekaan melalui karya-karya mereka. Angkatan 45 muncul sebagai reaksi terhadap kondisi sosial pasca perang, dengan penekanan pada realisme sosial. Karya-karya mereka tidak hanya mencerminkan realitas sosial, tetapi juga menginspirasi generasi muda untuk terus menghasilkan karya dan berkontribusi pada peningkatan kualitas karya sastra Indonesia.
ADVERTISEMENT
Di era kontemporer, sastra Indonesia menghadapi tantangan baru akibat globalisasi dan digitalisasi. Penulis muda kini lebih banyak mengangkat isu-isu sosial, gender, dan lingkungan dalam karya mereka. Platform digital seperti Wattpad memberikan ruang bagi penulis untuk menjangkau audiens yang lebih luas, membuka peluang baru bagi sastrawan untuk berinovasi. Selain itu, festival sastra dan diskusi daring semakin memperkaya ekosistem sastra, memungkinkan kolaborasi lintas budaya dan generasi. Hal ini menciptakan dinamika baru dalam cara sastra diproduksi, dikonsumsi, dan diapresiasi. Penulis juga mulai memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan karya mereka, sehingga meningkatkan keterlibatan pembaca dan memperluas jangkauan audiens.
Selain itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pemerintah Indonesia berpartisipasi aktif dalam mendukung perkembangan sastra. Program bantuan kepada komunitas sastra di berbagai daerah bertujuan untuk memperkuat keberadaan sastrawan dan meningkatkan kualitas karya sastra. Selain itu, festival sastra, lomba penulisan, dan pelatihan literasi rutin diadakan untuk mendorong regenerasi sastrawan muda serta memperluas apresiasi masyarakat terhadap karya sastra lokal.
ADVERTISEMENT
Perkembangan sastra di Indonesia adalah perjalanan panjang yang mencerminkan dinamika masyarakat dan budaya. Dari karya klasik hingga kontemporer, setiap periode memberikan kontribusi luar biasa terhadap kekayaan literatur bangsa. Dengan memahami perjalanan ini, kita dapat lebih menghargai sastra Indonesia karena keberagaman dan kompleksitasnya sebagai bagian dari identitas bangsa. Sastra juga menjadi medium refleksi sosial, sarana edukasi, serta alat untuk menyuarakan aspirasi dan kritik terhadap berbagai isu yang dihadapi masyarakat.
Referensi
Adyramarthanino, V. & Nailufar, N. N. (2021). Perkembangan sastra di Indonesia. Diakses pada 13 Januari 2025 dari, https://www.kompas.com/stori/read/2021/08/20/140000779/perkembangan-sastra-di-indonesia
Saptoyo, R. D. A. & Nailufar, N. N. (2020). Periodisasi sastra Indonesia. Diakses pada 13 Januari 2025 dari, https://www.kompas.com/skola/read/2020/12/26/170447569/periodisasi-sastra-indonesia