Konten dari Pengguna

Analisis PTN-BH dan Nasib Pendidikan di Indonesia

Muhammad Amir
Mahasiswa Hukum Tata Negara (siyasah) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29 Mei 2024 17:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Amir tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mahasiswa ITB menggelar demo di Gedung Rektorat ITB, Jalan Sulanjana, Kota Bandung, terkait pembayaran UKT. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mahasiswa ITB menggelar demo di Gedung Rektorat ITB, Jalan Sulanjana, Kota Bandung, terkait pembayaran UKT. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) atau dulu di kenal dengan istilah Badan Hukum Milik Negara/Badan Hukum Pendidikan merupakan salah satu Badan Hukum yang didirikan oleh pemerintah dan memiliki status hukum publik yang otonom.
ADVERTISEMENT
PTN-BH sebagai salah satu institusi berstatus Badan Hukum, sehingga PTN-BH memiliki otonom yang diperluas. Yang di mana hal ini memberikan izin kepada perguruan tinggi dalam mengatur tatanan rumah tangganya secara independen. Hal tersebut telah diatur dalam UU No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, sebagai landasan terbentuknya PTN-BH tersebut.
PTN-BH telah melakukan beberapa hal nyeleneh yang sedang beredar di kehidupan masyarakat pada saat ini, salah satunya yakni permasalahan dalam menetapkan UKT pada suatu PTN. Yang di mana hal tersebut (kenaikan UKT) menjadi sewenang-wenang yang dilakukan oleh para kapitalis institusi. Sebagaimana yang terjadi pada salah satu PTN di Indonesia yakni Universitas Riau, yang di mana Rektor dari Universitas Riau (Sri Indarti) melakukan kenaikan UKT secara ugal-ugalan.
ADVERTISEMENT
Hetifah Sjaifudian, Wakil Ketua Komisi X DPR RI mengaku prihatin atas kejadian yang terjadi, beliau menegaskan bahwasanya Perguruan Tinggi tidak seharusnya mencari untung (dagang) terhadap mahasiswa untuk pembangunan kampus.
PTN-BH telah diberikan hak untuk mencari dana tambahan dari pihak mana pun (swasta), namun bukan berarti PTN ini sewenang-wenang untuk menaikkan UKT mahasiswa. Hetifah Sjaifudian salah satu Wakil Ketua Komisi X DPR RI sangatlah tidak setuju akan kenaikan UKT yang dilakukan hingga 3 sampai 5 kali lipat dikarenakan sangatlah tidak relevan dengan kondisi rakyat Indonesia pada saat ini.
Di lain pihak, Wakil ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi menaruh kecurigaan bahwasanya telah terjadi kecurangan yakni dengan cara melakukan pemotongan subsidi pemerintah kepada beberapa PTN sehingga menyebabkan peristiwa kenaikan UKT ini terjadi.
ADVERTISEMENT
Dede Yusuf Macan Effendi menaruh kecurigaan kepada pemerintah, bahwasanya pemerintah sudah tidak lagi memberikan subsidi terhadap beberapa PTN yang ada di Indonesia, selain itu komponen-komponen apa yang menyebabkan angka pembiayaan pendidikan menjadi tinggi.
Kenaikan UKT yang dilakukan oleh beberapa PTN yang ada di Indonesia telah merenggut banyaknya mimpi anak bangsa yang berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi, sesuai dengan data yang dilansir dari Badan Pusat Statistik (BPS), sesuai dengan Survei Ekonomi Nasional(Susenas) 2021, sebanyak 76% anggota keluarga telah mengakui putus sekolah karena alasan faktor ekonomi.
Sebagian besar (67,0%) lainnya sudah tidak mampu membayar biaya sekolah, dan sisanya (8,7%) harus menjadi tulang punggung keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Hal ini secara tidak langsung telah melanggar Sila Pancasila pada Sila Kelima, yang berbunyi “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.
ADVERTISEMENT
Kenaikan UKT yang terjadi juga telah melanggar Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 “setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”. Dan juga telah melanggar amanat Undang-undang Dasar 1945, BAB XII, Pasal 31 ayat (1) yang menyatakan, bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.
Selain daripada hal-hal negatif tersebut, status PTN-BH memiliki keuntungan yang sangat membantu bagi PTN yang memiliki status tersebut. Dengan adanya status otonom penuh, maka Perguruan Tinggi Negeri bisa mengatur dan mengelola tatanan rumah tangganya sendiri sesuai dengan visi-misi suatu kampus tersebut.
ADVERTISEMENT
Dengan hal demikian maka diharapkan adanya perkembangan dan inovasi dari Perguruan Tinggi. Adanya status otonom penuh dalam PTN membuka peluang bagi Perguruan Tinggi untuk mengurus tatanan rumah tangganya lebih mandiri.
Artinya suatu PTN-BH berhak membuka program studi yang sedang dibutuhkan dan bisa menutupnya kembali ketika sudah tidak dibutuhkan lagi. Sama halnya ketika mengatur keuangan, ketenagakerjaan, dan lain-lain.
Perguruan Tinggi yang menyandang status PTN-BH memiliki kemampuan dan keterbukaan dalam menyajikan suatu informasi yang relevan, selaras dengan peraturan perundang-undangan. Adanya perubahan sebuah PTN menjadi PTN-BH dituntut akan adanya membawa perubahan yang meningkat baik secara kualitas ataupun reputasinya.
Dan juga diharapkannya menjadi institusi yang mencetak Sumber Daya Manusia yang baik begitu pula dengan lulusannya. Keuntungan lainnya diatur dalam pasal 25 butir 4 PP no. 4 Tahun 2014, PTN-BH memiliki wewenang dalam menetapkan, mengangkat, membina dan memberhentikan tenaga tetap (Non-PNS).
ADVERTISEMENT